Sexy Banget

Rabu, 04 Januari 2012

Bimbingan konseling 1

Munurut Arifin dan Edi kartikawati (1995) dan Prayitno dan Erman Amti (1999) asas-asas yang berkenaan dengan praktek atau pekerjaan atau bimbingan dan konseling adalah :

Asas kerahasiaan
Asas kesukarelaan
Asas keterbukaan
Asas kekinian
Asas kemandirian
Asas-asas yang berkenaan dengan praktek Asas kegiatan
Asas kedinamisan
Asas keterpaduan
Asas kehormatifan
Asas keahlian
Asas alih tangan
Asas tut wuri handayani

1. Asas kerahasiaan
Konselor akan mendapat kepercayaan dari klien sehhingga mereka akan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling sebaik-baiknya.
2. Asas kesukarelaan
Kegiatan bimbingan dan konseling di perlukan adanya kerja sama yang demokratis antara konselor dan kliennya. Kerja sama akan terjalin bilamana klien dapat dengan sukarela menceritakan serta menjelaskan masalah yang di alamionya kepada konselor..
3. Asas keterbukaan
Asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseling yang menjadi sasaran pelayanan atau kegiatan bersifat terbuka ddan tidak berpura-pura.
4. Asas kekinian
Asas bimbingan yang menghendaki agar is pelayanan terhadap sasaran pelayanan yang sama kehendaknya selalu bergerak maju tidak menonton dan terus berkembang serta berkelanjutan.
5. Asas kemandirian
Asas bimbingan dan bimbingan yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling. Yakni konseling sebagai sasaran bimbingan dan konseling di harapkan menjadi seli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri.
6. Asas kegiatan
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan hasil yang berarti apabila klien tidak melakukan sendiri kegiatan untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling.
7. Asas kedinamisan
Usaha bimbinaan konseling mengarah pada terjadinya perubahan pada diri klien ke arah yang lebih baik dan menuju suatu pembauran yang dinamis sesuai dengan perkembangan yang di kehendaki.
8. Asas keterpaduan
Asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling.
9. Asas kenormatifan
Usaha bimbinggan dan konseling ( proses bimbingan dan konseling ) tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku , baik norma agama, adat, hukum atau negara, norma ilmu, maupun norma kebiasaan sehari-hari
10. Asas keahlian
Asas keahlian akan menjamin keberhasilan usaha BP, dan selanjutnya keberhasilan usaha BP akan menaikan kepercayaan masyarakat pada BP.
11. Asas alih tangan
Asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseling mengalih tangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
12. Asas tut wuri handayani
Asas ini menunjukan pada suasana umum yang hendak tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dengan orang yang di bimbing.

pemikiran Ibnu sina

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam banyak hal unik, sedang diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu - satunya filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan,
sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku-buku yang khusus untuk soal - soal
kejiwaan ataupun buku-buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Memang tidak sukar untuk mencari unsur-unsur pikiran yang membentuk teorinya
tentang kejiwaan, seperti pikiran-piiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama
pikiran- pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal
ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran-
pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan
metafisika.








BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Sina
Nama lengkap Abu Ali Al-Husain ibn Abdullah ibn Ali ibn Sina. Nama pendeknya Abu Ali. Juga dikenal sebagai Asy-Syaikh Ar-Rais. Barangkali gelar-gelarnya, guru besarnya, guru besar dan kepala, menuju kepada status terkemukanya dalam mengajar dan posisinya yang tinggi sebagai wajir. Ibnu Sina lahir di Afshanah [desa kecil dekat Bukhara, Ibukota Dinasti Samaniayah dimana ayahnya seorang gubernur Kharmayathnah (Bukhara)].
Kehebatan As-Sina tidak lepas dari perjalanan intelektualnya semasa hidup. Pada usia yang masih sangat belia, Ibnu Sina sudah berkenalan dengan ajaran religius, fisafat dan ilmiah. Misalnya, ia sudah diperkenalkan dengan Rasa’il (jamak dari risalah) Ikwan Ash-Shafa’ dan Isma’iliyyah oleh ayahnya, yang merupakan sekte tersebut. Ia juga sudah dikenalkan dengan doktrin sunni, karna guru Fiqihnya, yaitu Isma’il Al-Zahid adalah seorang sunni dan tentu saja doktrin syi’ah dua belas imam. Disamping itu, kepadanya telah ditanamkan pula dasar-dasar logika, geometrid an astronomi oleh gurunya yang lain, An-Natili.
B. Karya-Karya Ibnu Sina
Jumlah karya yang ditulis Ibnu Sina (diperkirakan antara 100 sampai 250 buah judul). Kwalitas karya dan keterlibatannya dalam dalam praktek kedokteran, mengajar dan politik, semuanya menunjukan tingkat kemampuan yang luar biasa.
Di antara karya- karya terpenting Ibnu Sina yang sudah dikenal didunia Islam, di antaranya adalah:


a. Al-Qanun fi Ath-Thibb
kitab ini di anggap sebagai sumber medis paling penting, baik dari Timur maupun di Barat selama lima abad [yaitu, hingga awal abad ke-11 H/ke-17 M], dan tetap jadi sumber utama kedokteran Islam yang di praktekan dimana-mana, bahkan hingga kini.
b. Asy-Syifa’
Ini merupakan karya Ibnu Sina yang paling detail, dikelompokan jadi empat topik: logika, fisika, matematika, dan metafisika.
c. An-Najah
Yakni sebagai ringkasan Asy-Syifa’, juga terdiri atas empat bagian. Logika, fisika dan metafisika. Dalam karya ini dipersiapkan sendiri oleh Ibnu Sina dan matematika oleh Al-Jurjani.
d. ‘Uyun Al-Hikmah,
Yang juaga dikenal sebagai Al-Mujaz, agaknya dimaksudkan untuk pengajaran logika, fisika dan metafisika di kelas. Ini terbukti dari kesederhanaan, kejelasan dan kelugasan paparannya.
e. Danisynama-yi Ala’i
Juga terdiri atas empat bagian, dan sangat penting mengingat ia merupakan dalam karya filsafat peripatetik Islam pertama dalam bahasa Persia.
f. Al- Isyarat wa At-Tanbihat
Merupakan karya filsafat Ibnu Sina termatang dan terkoprehensif, yamg juga terdiri atas logika , fisika dan metafisika. Karya ini ditutup dengan pembahasan mistisisme,
suatu uraian yang mungkin lebih tepat diklasifikasikan kedalam etika-ditinjau dari segi sufinya daripada metafisika.

C. Filsafat Jiwa Ibnu Sina
Memang tidak sukar untuk mencari unsur - unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran-piiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama pikiran- pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran - pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika.
Dalam segi fisika, ia banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh oleh pembahasan lapangan kedokteran. Dalam segi metafisika terdapat kedalaman dan pembaharuan yang menyebabkan dia mendekati pendapat-pendapat filosof modern.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia pikir Arab sejak abad ke sepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 M, terutama pada Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon dan Dun Scot
Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang jiwa. Sebagaimana Al-Farabi, ia juga menganut faham pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaekat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.
Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya atau necessary by virtual of the necessary being and possible in essence. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya
Dari pemkiran tentang Tuhan timbul akal - akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa - jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul di langit. Jiwa manusia sebagaimana jiwa - jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah Bulan, memancar dari akal ke sepuluh.
Segi - segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua segi yaitu :
a. Segi fisika yang membicarakan tentang macam - macamnya jiwa (jiwa tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Pembahasan kebaikan - kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain - lain dan pembahasan lain yang biasa termasuk dalam pengertian ilmu jiwa yang sebenarnya.
b. Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian jiwa. Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bahagian :
1. Jiwa tumbuh-tumbuhan, dengan daya - daya :
a. Makan (nutrition)
b. Tumbuh (growth)
c. Berkembang biak (reproduction)
2. Jiwa binatang, dengan daya - daya :
a. Gerak (locomotion)
b. Menangkap (perception) dengan dua bagian :
- Menagkap dari luar dengan panca indera
- Menangkap dari dalam dengan indera - indera dalam.
c. Indera bersama yang menerima segala apa yang ditangkap oleh panca indera
d. Representasi yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indera bersama
e. Imaginasi yang dapat menyusun apa yang disimpan dalam representasi
f. Estimasi yang dapat menangkap hal - hal abstraks yang terlepas dari materi umpamanya keharusan lari bagi kambing dari anjing serigala.
g. Rekoleksi yang menyimpan hal - hal abstrak yang diterima oleh estimasi.
3. Jiwa manusia, dengan daya - daya :
a. Praktis yang hubungannya dengan badanTeoritis yang hubungannya adalah dengan hal
b. hal abstrak. Daya ini mempunyai tingkatan :

- Akal materiil yang semata - mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.
- Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal - hal abstrak.
- Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal - hal abstrak.
- Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal - hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya
Sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam jiwa tumbuh- tumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada dirinya, maka orang itu dapat menyerupai binatang, tetapi jika jiwa manuisa yang mempunyai pengaruh atas dirinya, maka orang itu dekat menyerupai malaekat dan dekat dengan kesempurnaan.
Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi - fungsi fisik, dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.
Menurut Ibnu Sina ada beberapa hal yang berkenaan dengan pembuktikan bahwa jiwa itu benar-benar ada, sehingga Ibnu Sina mengemukakan bahwasanya ada empat dalil yang beliau ungkapkan tentang hal-hal yang melatar belakangi pendapat-pendapat beliau tentang masalah jiwa, yakni:
1. Dalil Alam Kejiwaan
Pada diri kita ada peristiwa yang tidak mungkin di tafsirkan kecuali sesudah mengakui adanya jiwa. Peristiwa-peristiwa tersebut adalah gerak dan pengenalan (idrak, pengetahuan).
Gerak ada dua macam yaitu :
a. Gerak paksaan (harakah qahriah) yang timbul sebagai akibat dorongan dari luar dan yang menimpa sesuatu benda kemudian menggerakkannya.
b. Gerak bukan paksaan, dan gerak ini terbagi menjadi dua yaitu :
- Gerak sesuai dengan ketentuan hukum alam, seperti jatuhnya batu dari atas ke bawah.
- Gerak yang terjadi dengan melawan hukum alam, seperti manusia yang berjalan di bumi, sdang berat badannya seharusnya menyebabkan ia diam, atau seperti burung yang terbang menjulang di udara, yang seharusnya jatuh (tetap) di sarangnya di atas bumi. Gerak yang berlawanan dengan ketentuan alam tersebut menghendaki adanya penggerak khusus yang melebihi unsur-unsur benda yang bergerak. Penggerak tersebut ialah jiwa.
Pengenalan (pengetahuan) tidak dimiliki oleh semua mahluk, tetapi hanya di miliki oleh sebagiannya. Yang memiliki pengenalan ini menunjukkan adanya kekuatan- kekuatan lain yang tidak terdapat pada lainnya. Begitulah isi dalil natural-psikologi dari Ibnu Sina yang didasarkan atas buku De Anima (Jiwa) dan Physics, kedua-duanya dari Aristoteles.
Namun dalil Ibnu Sina tersebut banyak berisi kelemahan-kelemahan antara lain bahwa natural (physic) pada dalil tersebut dihalalkan. Dalil tersebut baru mempunyai nilai kalau sekurangnya benda-benda tersebut hanya terdiri dari unsure-unsur yang satu maca, sedang benda-benda tersebut sebenarnya berbeda susunannya (unsure-unsurnya). Oleh karena itu maka tidak ada keberatannya untuk mengatakan bahwa benda-benda yang bergerak melawan ketentuan alam berjalan sesuai dengan tabiatnya yang khas dan berisi unsur-unsur yang memungkinkan ia bergerak. Sekarang ini banyak alat-alat (mesin) yang bergerak dengan gerak yang berlawanan dengan hukum alam, namun seorang pun tidak mengira bahwa alat-alat (mesin-mesin) terseut berisi jiwa atau kekuatan lain yang tidak terlihat dan yang menggerakkannya.
Nampaknya Ibnu Sina sendiri menyadari kelemahan dalil tersebut. Oleh karena itu dalam kitab – kitab yang dikarang pada masa kematangan ilmunya, seperti al-syifa dan al-Isyarat, dalil tersebut disebutkan sambil lalu saja, dan ia lebih mengutamakan dalil-dalil yang didasarkan atas segi-segi pikiran dan jiwa, yang merupakan genitalianya Ibnu sina.
2. Dalil Aku dan Kesatuan Gejala Kejiwaan.
Menurut Ibnu Sina apabila seorang sedang membicarakan tentang dirinya atau mengajak bicara kepada orang lain, maka yang dimaksudkan ialah jiwanya, bukan badannya. Jadi ketika kita mengatakan saya keluar atau saya tidur, maka bukan gerak kaki, atau pemejaman mata yang dimaksudkan, tetapi hakikat kita dan seluruh pribadi kita.
3. Dalil Kelangsungan (kontinuitas).
Dalil ini mengatakan bahwa masa kita yang sekarang berisi juga masa lampau dan masa depan. Kehidupan rohani kita pada pagi ini ada hubungannya dengan kehidupan kita yang kemarin, dan hubungan ini tidak terputus oleh tidur kita, bahkan juga ada hubngannya dengan kehidupan kita yang terjadi beberapa tahun yang telah lewat. Kalau kita ini bergerak dalam mengalami perubahan, maka gerakan-gerakan dan perubahan tersebut bertalian satu sama lain dan berangkai-rangkai pula. Pertalian dan perangkaian ini bisa terjadi karena peristiwa-peristiwa jiwa merupakan limphan dari sumber yang satu dan beredar sekitar titik tarik yang tetap.
Ibnu Sina dengan dalil kelangsungan tersebut telah membuka ciri kehidupan pikiran yang paling khas dan mencerminkan penyelidikan dan pembahasannya yang mendalam, bahkan telah mendahului masanya beberapa abad, karena pendapatnya tersebut dipegangi oleh ilmu jiwa modern dan telah mendekati tokoh-tokoh pikir masa sekarang.
4. Dalil Orang Terbang atau Tergantung di Udara.
Dalil ini adalah yang terindah dari Ibnu Sina dan yang paling jelas menunjukkan daya kreasinya. Meskipun dalil tersebut didasarkan atas perkiraan dan khayalan, namun tidak mengurangi kemampuannya untuk memberikan keyakinan. Dalil tersebut mengatakan sebagai berikut : “Andaikan ada seseorang yang mempunyai kekuatan yang penuh, baik akal maupun jasmani, kemudian ia menutup matanya sehingga tak dapat melihat sama sekali apa yang ada di sekelilingnya kemudian ia diletakkan di udara atau dalam kekosongan, sehingga ia tidak merasakan sesuatu persentuhan atau bentrokan atau perlawanan, dan anggota-anggota badannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak sampai saling bersentuhan atau bertemu. Meskipun ini semua terjadi namun orang tersebut tidak akan ragu-ragu bahwa dirinya itu ada, meskipun ia sukar dapat menetapkan wujud salah satu bagian badannya. Bahkan ia boleh jadi tidak mempunyai pikiran sama sekali tentang badan, sedang wujud yang digambarkannya adalah wujud yang tidak mempunyai tempat, atau panjang, lebar dan dalam (tiga dimensi). Kalau pada saat tersebut ia mengkhayalkan (memperkirakan) ada tangan dan kakinya. Dengan demikian maka penetapan tentang wujud dirinya, tidak timbul dari indera atau melalui badan seluruhnya, melainkan dari sumber lain yang berbeda sama sekali dengan badan yaitu jiwa.
Dalil Ibnu Sina tersebut seperti halnya dengan dalil Descartes, didasarkan atas suatu hipotesa, bahwa pengenalan yang berbeda-beda mengharuskan adanya perkara- perkara yang berbeda-beda pula. Seseorang dapat melepaskan dirinya dari segala sesuatu, kecuali dari jiwanya yang menjadi dasar kepribadian dan dzatnya sendiri. Kalau kebenaran sesuatu dalam alam ini kita ketahui dengan adanya perantara (tidak langsung), maka satu kebenaran saja yang kita ketahui dengan langsung, yaitu jiwa dan kita tidak bisa meragukan tentang wujudnya, meskipun sebentar saja, karena pekerjaan-pekerjaan jiwa selamanya menyaksikan adanya jiwa tersebut.

BAB III
SIMPULAN
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan,
sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku-buku yang khusus untuk soal-soal
kejiwaan ataupun buku-buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Memang tidak sukar untuk mencari unsur-unsur pikiran yang membentuk teorinya
tentang kejiwaan, seperti pikiran-piiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama
pikiran-pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal
ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran-
pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan
metafisika.
Dalam segi fisika, ia banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh Oleh pembahasan lapangan kedokteran. Dalam segi metafisika terdapat kedalaman dan pembaharuan yang menyebabkan dia mendekati pendapat - pendapat filosof modern.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia piker Arab sejak abad ke sepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 M, terutama pada
Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon dan Dun Scot.
Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang
jiwa.Sebagaimana Al-Farabi,iajuga menganut faham pancaran. Dari Tuhan memancar
akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian
seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar
segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah
malaekat.


DAFTAR PUSTAKA

http://nurulwatoni.tripod.com/FILSAFAT_IBNU_SINA.htm
http://asmakulo.blogspot.com/2010/09/filsafat-jiwa-ibnu-sina.html
Supriyadi Dedi, Pengantar Filsafat Islam, Bndung, CV. Pustaka Setia, 2010

MANUSIA DAN JIWA AGAMA

Beberapa Teori Sumber Kejiwaan Agama
Teori Monistik : bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah satu sumber kejiwaan. Dalam hal ini ada beberapa pendapat :
Thomas Van Aquino ; sumber kejiwaan agama adalah bepikir; rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.
Frederich Hegel; agama semata-mata merupakan hal atau persoalan yang berhubungan dengan pikiran, karena itulah kebenaran abadi ada di agama.

Frederich Schleir Macher; sumber keagamaan adalah rasa ketergantungan yang mutlak, dalam wujud upacara-upacara untuk meminta kepada Tuhan.
Rudolf Otto; Sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari The Wholly Other (sesuatu yang sama sekali lain).

William Mac Dougall (seorang ahli psikologi instink) ; sumber kejiwaan agama adalah kumpulan dari beberapa instink.
Sifmund Freud; Unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah libido sexuil (naluri seksual). Melalui proses Oedipoes Complex dan Father Image.



2. Teori Fakulty ; Sumber kejiwaan agama terdiri dari beberapa unsur.
- Fungsi cipta (reason) yaitu fungsi intelektual manusia, dengan cipta manusia bisa menilai, membandingkan dan memutuskan.
- Fungsi rasa (emotion) yaitu suatu tenaga dalam diri manusia yang banyak berperan dalam membentuk motivasi.
- Fungsi karsa (will) fungsi yang mendorong timbulnya pelaksanaan ajaran agama.
Beberapa Pendukung Teori Fakulty
G.M. Straton; sumber kejiwaan agama adalah konflik dalam kejiwaan manusia, misalnya konflik antara baik dan buruk moral yang membawa kepada timbulnya ide baru, jika konflik sudah mencekam dan mempengaruhi kejiwaan manusia maka ia mencari pertolongan kepada satu kekuasaan yang tertinggi yaitu Tuhan.


Zakiah Dradjat; Selain kebutuhan jasmani dan rohani, manusia juga memerlukan kebutuhan yang lain agar tercipta keseimbangan, kebutuhan tersebut yaitu :
Kebutuhan akan rasa kasih sayang
Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan akan harga diri
Kebutuhan akan rasa bebas


e. Kebutuhan akan rasa sukses
f. Kebutuhan rasa ingin tahu.
Kerjasama antara keenam kebutuhan tersebut menyebabkan manusia memerlukan agama, karena dengan agama semua bisa terpenuhi dengan baik.

W. H. Thomas; ia mengemukakan teori The Four Fisher bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah empat keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia;
Keinginan untuk keselamatan
Keinginan untuk mendapat penghargaan
Keinginan untuk ditanggapi
Keinginan untuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Melalui ajaran agama keempat hal tersebut dapat tersalurkan.
Sumber Kejiwaan Agama dalam Islam
Manusia diciptakan dalam keadaan fitrah (al-Ruum ; 30)
Kecenderungan alamiah dalam diri manusia untuk condong kepada Tuhan, kesucian, kebenaran, kebaikan dan hal-hal yang positif.
Fitrah manusia beragama adalah tauhid, jika ada yang tidak beragama tauhid hanya karena pengaruh lingkungan atau karena kesombongandirinya.

SEJARAH PSIKOLOGI AGAMA

Perhatian secara psikologis terhadap agama setua kehidupan umat manusia, sejak kesadaran manusia tumbuh orang telah memikirkan tentang arti hidup. Perilaku manusia yang berkaitan dengan dunia ketuhanan ternyata telah banyak menyita perhatian para ahli dan pada abad ke-19 perhatian tersebut dilakukan secara ilmiah lewat Psikologi Agama.

Sumber-sumber Barat mengungkapkan bahwa penelitian ilmiah modern di lapangan Psikologi Agama dimulai sejak adanya kajian para antropolog dan sosiolog tentang agama. Terbitnya buku The Psychology of Religion karya E.D Starbuckth tahun 1899 menjadi tanda lahirnya Psikologi Agama.

Di dunia Timur (Islam) kajian-kajian Psikologi Agama telah banyak dilakukan dan jauh sebelum lahirnya Psikologi Agama di Barat. Seperti terbitnya karya Ibnu Tufail (1110-1185) Hayy Ibnu Yaqzan, al Ghazali (1059-1111) dengan karya al Munqidz min al Dhalal dan Ihya ‘Ulum al Din dll, namun belum dikembangkan ke dalam Psikologi Agama.

Di Indonesia, Psikologi Agama mulai dikenal sejak tahun 1970 an. Prof.Dr.A. Mukti Ali dan Prof.Dr.Zakiah Dradjat yang dikenal sebagai pelopor pengembangan Psikologi Agama di lingkungan IAIN, dan terbitnya beberapa buku Psikologi Agama.

Perkembangan Psikologi Agama sekarang semakin pesat yang mengarah kepada ilmu Psikologi terapan yang banyak manfaatnya dalam berbagai lembaga spt lembaga pendidikan, penyuluhan, pembinaan masyarakat, perusahaan, rumah sakit, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, dakwah dll.

PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA ANAK

Rentang waktu Anak-anak ; 0 – 12 tahun.
Umur 0 – 3 tahun, periode vital atau menyusui
Umur 3 – 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba atau bermain
Umur 6 – 12 tahun, periode intelektual.
Prinsip Kondisi Anak
Prinsip biologis : lemah, tanpa daya, memerlukan bantuan.
Prinsip eksplorasi : jsmani dan rohaninya akan matang jika dilatih.
Timbulnya Agama pada Anak
Seorang anak beragama karena :
Rasa Ketergantungan; Bayi sejak lahir hidup dalam ketergantungan. Hal tersebutlah yang menyebabkan rasa keagamaan.
Instink Keagamaan
Fitrah
Perkembangan Agama pada Anak
Tingkat dongeng ( 3 – 6 tahun)
Tingkat Kenyataan ( 6 tahun sampai dewasa)
Dasar ide keagamaan ; emosional
Konsep Tuhan ; Formalis
Sifat Beragama pada Anak
Tidak mendalam
Egosentris
Antropologis
Verbalis dan ritual
Imitatif
Rasa kagum

Kesehatan Mental

Kesehatan mental sebagai salah satu cabang ilmu jiwa sedah dikenal sejak abad ke-19, spt di Jerman pada tahun 1875 walaupun dalam bentuk yang sederhana.
Sekarang kesehatan mental berkembang pesat dg banyaknya klinik-klinik kesehatan mental, penyuluhan dan lembaga-lembaga kesehatan mental.
1. Pengertian

Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, mental dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental atau kepribadian sehat.


Dalam pengertian sempit kesehatan mental yaitu absennya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa.


Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial) (Mujib dan Mudzakir, 2001, 2003).


Kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan lingkungan sosialnya.

Musthafa fahmi mendefinisikan dg 2 pola. Pola negative, kesehatan mental yaitu terhindarnya seseorang dari neorosis dan psikosis. Pola positif, kemampuan individu dalam penyesuaian diri dg lingkungan sosialnya.

Zakiah Daradjat mendefinisikan kesehatan mental sebagai terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dg dirinya sendiri dan lingkunganny a, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat.

2. Ciri-ciri Mental yang Sehat

Orang yang sehat mental akan senantiasa merasa aman dan bahagia dalam kondisi apapun, ia juga akan melakukan intropeksi atas segala hal yang dilakukannya sehingga ia akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri.


• Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan.
• Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah sendiri
• Merasa lebih puas memberi dari pada menerima
• Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas
• Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan
• Menerima kekecewan sebagai pelajaran
• Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif
• Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.
(WHO, 1959)
Tahun 1984 WHO menambahkan kriteria sehat mental kepada empat dimensi : bio-psiko-sosio-spritual.

• Memiliki sikap batin (Attidude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
• Aktualisasi diri
• Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis
• Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri)
• Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada
• Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri. (Jahoda, 1980) ; pelopor gerakan kesehatan mental.


Al-Ghazali, Ibnu Qayyim dan Najati berpendapat bahwa individu yang sehat mentalnya adalah individu yang mempunyai qalbun salim (hati bersih) yang mampu mewujudkan keharmonisan antara fungsi-fungsi jasmani dan rohani, mampu memenuhi kebutuhan keduanya dan menselaraskan dengan batasaan-batasan sesuai perintah Allah.


Adapun gangguan mental yang dijelaskan oleh (A. Scott, 1961) meliputi beberapa hal :
1. Salah dalam penyesuaian sosial, orang yang mengalami gangguan mental perilakunya bertentangan dengan kelompok dimana dia ada.
2. Ketidak bahagiaan secara subyektif
3. Kegagalan beradaptasi dengan lingkungan
4. Sebagian penderita gangguan mental menerima pengobatan psikiatris dirumah sakit, namun ada sebagian yang tidak mendapat pengobatan tersebut.
.

3. Agama dan Kesehatan Mental

Pada abad 17, pasien yang sakit hanya diidentifikasi dengan medis, namun pada abad 19 para ahli kedokteran menyadari bahwa adanya hubungan antara penyakit dengan kondisi psikis manusia. Hubungan timbal balik ini menyebabkan manusia menderita gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan mental (Somapsikotis) dan sebaliknya gangguan mental dapat menyebabkan penyakit fisik (Psikomatik).


Sejumlah kasus menunjukkan adanya hubungan antara factor keyakinan dengan kesehatan mental sudah disadari para ilmuan sejak dulu.

Ilmu kedokteran jiwa dan ilmu kesehatan jiwa paling dekat dengan agama, bahkan terdapat titik temu di antara keduanya. (Dadang Hawari, 1999) Pentingnya peranan agama dalam kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa elah diakui para pakar kedokteran jiwa dan kes.jiwa di seluruh dunia.

Dari berbagai penelitian yang dilakukan para pakar dapat disimpukan bahwa (1) komitmen agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penyakit dan mempercepat penyembuhan. (2)agama lebih bersifat protektif dan pencegahan, (3)komitmen agama mempunyai hubungan signifikan dengan keuntungan klinis.
(Dadang Hawari, 1999)

4. Islam dan Kesehatan Mental

"Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. (al-Fushshilat ; 44)

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-Ra’d : 28)

Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-A’raf : 35)

Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Al-Fath : 4)

5. Metode Perolehan dan Pemeliharaan Kesehatan Mental

Dalam perspektif Islam ada 3 metode :
1) Metode takhalli, tahalli dan tajalli,
2) Metode syari’ah, thariqah, hakikah dan ma’rifah
3) Metode iman, islam dan ihsan.



Kecerdasan Intelektual, Emosional, Moral, Spritual, Agama dan Kecerdasan Qalbiah

1. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan yang berhubungan dengan proses kognitif, seperti berfikir,daya menghubungkan, menilai/mempertimbangkan segala sesuatu. Atau yang berhubungan dg strategi pemecahan masalah yang mempergunakan logika.

Ada 30 faktor yang menjadi tolak ukur kecerdasan intelektual.

dalam 7 diantaranya yang umum yaitu :
• Mudah mempergunakan bilangan
• Baik ingatan
• Mudah menagkap hubungan percakapan.
• Tajam penglihatan
• Mudah menarik kesimpulan dengn data yang ada.
• Cepat mengamati dan/cakap dalam memecahkan problem.

2. Kecerdasan Emosional
Emosi; Suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. (Daniel Goleman)

Emosi ; Keadaan yang mempengaruhi dan menyertai penyesuaian di dalam diri, keadaan yang merupakan penggerak mental dan fisik. (Crow and Crow)

Kecerdasan emosi ; untuk menggambarkan sejumlah kemampuan mengenali emosi diri sendiri, mengelola dan mengekspresikannya dengan tepat, memotivasi diri, mengenal orang lain dan membina hubungan dengan orng lain. (Salovy & Mayor)

3. Kecerdasan Moral
Kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan yang tumbuh perlahan-lahan untuk merenungkan mana yang benar dan salah dengan menggunakan sumber emosional dan intelektual. (Robert Coles)

Indikator moral yang cerdas ; mempunyai pengetahuan tentang moral yang benar dan buruk, kemudian menginternalisasikan moral yang baik dalam kehidupan dan menghindarkan diri dari moral yang buruk.

4. Kecerdasan Spritual
Kemampuan seseorang dalam mengelola dan mendayagunakan makna-makna, nilai-nilai, dan kualitas kehidupan spritualnya. (Donah Zohar & Ian Marshall ; Spritual Intelegence the Ultimate Intellegence, 2000)


5. Kecerdasan Agama
Kecerdasan yang berhubungan dengan kualitas beragama dan bertuhan. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk berperilaku secara benar, yang puncaknya menghasilkan ketakwaan yang mendalam dengan dilandasi oleh 6 kompetensi keimanan, 5 potensi keislaman dan multi kompetensi keihsanan.

6. Kecerdasan Qalbiah
Qalbu ; Sebagai alat untuk menangkap hal-hal yang doktriner, memperoleh hidayah, ketakwaan, rahmah serta mampu memikirkan dan merenungkan sesuatu. Kalbu bersifat teosentris. (Ma’an Ziyadah)

Qalbu ; Selain berdaya emosi juga berdaya kognisi (intuitif, ilham, ilmu laduni, firasat dll).
(al-Thabathabai ; al-Mizan Tafsir al-Qur’an)

Psikologi Sufistik lebih mengutamakan kecerdasan kalbu.

Kecerdasan Qalbiah ; Menggambarkan sejumlah kemampuan diri secara cepat dan sempurna untuk mengenali kalbu dan aktivitasny, mengelola dan mengekspresikn jenis-jenis qalbu secara benar, memotivasi qalbu untuk membina hubungan moralitas dengn orang lain dan hubungan ubudiyyah dengan Tuhan.

Ciri utamanya ; mempunyai respon yang intuitif ilahiyah, lebih mendahulukan nilai-nilai ketuhanan dari pada nilai-nilai kemanusiaan.

Jenis-jenis kecerdasan qalbiah ;
-Kecerdasan intelektual (intuitif) ; kec. qalbu yang berkaitan dg. penerimaan dan pembenarn pengetahuan yang bersifat dogma/ajaran agama, spt. Wahyu.
-Kecerdasan emosional ; kec. qalbu yang berkaitan dg. mengarahkan seseorang untuk bertindak secara hti-hati, waspada, tenang, sabar, tabah ketika musibah dan syukur ketika nikmat.
-Kecerdasan moral ; kec. qalbu yang berkaitan dg. Hubungan kepada sesama manusia dan alam semesta untuk bertindak baik.
-Kecerdasan spritual ; kec. qalbu yang berkaitan dg. kualitas batin seseorang untuk bertindak lebih manusiawi.
-Kecerdasan beragama ; kec. qalbu yang berkaitan dg. kualitas beragama dan bertuhan. Mengarahkan untuk bertakwa.

Kecerdasan beragama lebih tinggi hirarkinya dari pada kecerdasan2 yang lain.

Beberapa contoh bentuk kecerdasan qalbiah :
• al-Ikhbat ; kerendahan dan kelembutan hati, merasa tenang dan khusu’ dihadapan Allah.
• Zuhud
• Wara’ ; menjaga diri dari perbuatan yang tidak ma’ruf/kurang baik.
• Al-Raja’ ; mengharap kebaikan kepada Allah dengan usaha yang sungguh-sungguh.
• Al-Ri’ayah ; memelihara pengetahuan yang pernah diperoleh dan mengaplikasikannya dalam perilaku nyata.
• Ikhlas
• Istiqomah / komitmen
• Tawakkal ; menyerahkan diri sepenuh hati sehingga tidak ada beban psikologis.
• Sabar ; menahan diri dari yang dibenci dan tidak mengeluh.
• Syukur
• Al-Itsar ; mendahulukan kepentingan orang lain dalam hal muamalah.
• Tawadhu ; lawan dari sombong
• Qana’ah
• Takwa
• Dll.

Metode menumbuhkan kecerdasan qalbiah ;
Para Nabi dan orang-orang shaleh memiliki kecerdasan qalbiah melalui cara pensucian jiwa (tazkiyah al-nafs) dan latihan-latihan spritual (riyadhah)

Dalam wacana psiko sufistik puncak kecerdasan qalbiah para sufi sangat bervariasi. Al-Ghazali ; ma’rifah dan kehadiran Allah. Rabiah al-Adawiyyah ; al-Mahabbah, al-Hallaj ; al-hulul dan Ibnu Arabi dengan wihdah al-wujud.

Problem Masyarakat Modern

Dalam masyarakat modern terjadi perubahan nilai-nilai kehidupan antara lain :
- Pola hidup masyarakat dari sosial religius kepada individual, materialistis dan sekularis.
- Pola hidup sederhana kepada mewah konsumtif.
- Nilai-nilai kekeluargaan yang erat dan kuat cenderung kepada longgar dan rapuh.
- Ambisi karir dan materi tak terkendali. Dll.
(Dadang Hawari, 1997).

Perubahan-perubahan sosial yang cepat sebagai akibat modernisasi menyebabkan warga masyarakat kehilangan identitas diri. Problem psikologis yang timbul biasanya stress, depresi dan kecemasan.

Stress ; adalah tanggapan/reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan atau beban, stress dapat juga sebagai faktor pencetus, penyebab sekaligus akibat dari suatu gangguan atau penyakit.


“Hidup dengan stress tanpa harus mengalami stress”.

Depresi ; adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (afektif, mood) yang ditandai dengn kemurungan, kelesuan, putus asa, perasaan tidak berguna dsb.

Kecemasan ; Gejala kecemasan baik yang sifatnya akut maupun kronik merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan psikiatrik. Sebagian dari komponen kecemasan menjelma dalam bentuk gangguan panik.

Ketidakpuasan, kerakusan, ketidakbahagiaan, kecemasan, berbagai penyimpangan dan kehilangan kontrol diri adalah juga problema utama terutama pada masyarakat berkembang.

Terapi penanggulangan stress, depresi dan kecemasan bisa melalui hal-hal berikut ; Psikoterapi Keagamaan, Psikiarik, Psikofarmaka (obat-obatan), Relaksasi dan Terapi Perilaku.

Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress dll dengan memperhatikan hal-hal berikut ; agama, makanan (bervariasi, hangat dan berimbang), tidur (7-8 jam semalam), olah raga, pergaulan (silatrrahim) dan rekreasi.

Doa sehari-hari

makan. doa tidur. doa bangun tidur.
1. Do’a Akan Belajar / Mengaji
أَلّلهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ رِزْقاً طَيِّباً، وَعِلْماً نَافِعاً وَعَمَلاً مَقْبُوْلاً.
Dan atau
أَلّلهُمَّ أفْتَحْ لَنَا حِكْمَتَكَ، مِنْ خَزَآئِنَ رَحْمَتِكَ يَاآرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
2. Do’a Mohon Pertolongan
أَلّلهُمَّ اَرِنِى الْحَقَّاحَقًّا، وَارْزُقْنِى اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنِى الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنِى اجْتِنَابَهُ.
3. Do’a Untuk Kedua Orang Tua
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّياَنِى صَغِيرًا.
4. Do’a Mensyukuri Nikmat
رَبِّ أَوْزِعْنِى أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتِكَ الَّتِى أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَهُ وَاَدْخِلْنِى بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَدِكَ الصَّالِحِيْنَ.
5. Do’a Kebaikan Dunia Akhirat
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
6. Do’a Akhir Pertemuan
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتْوبُ إِلَيْكَ.


7. Do’a Ketika Berpakaian
أَلّلهُمَّ اِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا هُوَ لَهُ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا هُوَ لَهُ.
8. Do’a Ketika Bercermin
اَلْحَمْدُ لِلّهِ ] أَلّلهُمَّ [ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِى فَحَسِّنْ خُلُقِى.
9. Do’a Ketika Naik / Duduk di Kendaraan
سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَاكُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَ إِنَّا إِلىَ رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ.
Atau (do’a khusus bagi sopir/pengendara)
بِسْمِ اللهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّى لَغَفُوْرٌ رَحِيمٌ.
10. Do’a Senandung Do’a Al-Qur’an

أَلّلهُمَّ ارْحَمْنِى بِالْقُرْآنِ، وَاجْعَلْهُ لِي إِمَامًا وَنُوْرًا وَهُدًى وَرَحْمَةْ، أَلّلهُمَّ ذَكِّرْنِي مِنْهُ مَا نَسِيْتُ، وَعَلِّمْنِي مِنْهُ مَا جَهِلْتُ، وَارْزُقْنِي تِلاَوَتَهُ آنَآءَ اللَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارْ، وَاجْعَلْهُ لِي حُجَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
11. Do’a Akan Tidur
بِاسْمِكَ الَّلهُمَّ أَحْيَا وَبِسْمِكَ أَمُوْتُ.


12. Do’a Bangun Tidur
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ.
13. Do’a Keluar Rumah
بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِااللهِ.
14. Do’a Akan Makan
أَلّلهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
15. Do’a Selesai Makan
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِينَ.
16. Do’a Masuk Kamar Kecil
أَلّلهُمَّ إنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَآئِثِ.
17. Do’a Keluar Kamar Kecil
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ اَذْهَبَ عَنىِّ اْلأَذَى وَعَافَانِى.
18. Do’a Ketika Pergi Menuju Masjid
بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِي ذُنُوْبِي وَافْتَحْ لِي اَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.




Atau
أَلّلهُمَّ اجْعَلْ فِيْ قَلْبِيْ نُوْرًا وَفِيْ بَصَرِيْ نُوْرًا وَفِيْ سَمْعِيْ نُوْرًا وَعَنْ يَمِيْنِيْ نُوْرًا وَعَنْ يَسَارِى نُوْرًا وَفَوْقِيْ نُوْرًا وَتَحْتِيْ نُوْرًا وَأَمَامِيْ نُوْرًا وَخَلْفِيْ نُوْرًا وَاجْعَلْنِيْ نُوْرًا.
19. Do’a Masuk Masjid
أَلّلهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.
20. Do’a Keluar Masjid
أَلّلهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ فَضْلِكَ.
21. Do’a Memproleh Kesehatan dan Akhlak yang Baik
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الصِّحَّةَ وَالْعَافِيَةَ وَحُسْنَ الْخُلُقِ.
22. Do’a Ketika Sakit

بِسْمِ الله 3x أَعُوْذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ 7x
23. Do’a Ketika Melawat Orang Sakit
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ اَذْهِبِ اْلبَأْسَ إِشْفِيْ اَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَاءَ اِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا.
24. Do’a Dijauhkan Kesusahan Dunia dan Akhirat
اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي اْلأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْناَ مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ اْلآخِرَةِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
25. Do’a Selesai Wudhu
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ اَلتَّوَّابِينَ، وَاجْعَلْنِي مِنْ اَلْمُتَطَهِّرِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ.
26. Do’a Selesai Adzan
اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّآمَّةِ، وَالصَّلاَةِ اْلقَائِمَةِ آتِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا نِالْوَسِيْلَةَ وَاْلفَضِيْلَةَ، وَالشَّرَفَ وَالدَّرَجَةَ اْلعَالِيَةَ الرَّفِيْعَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا نِالَّذِى وَعَدَّتَهَ، إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ اْلمِيْعَادَ.

Selasa, 03 Januari 2012

Tipologi Agama

Di (dalam) beberapa bab yang sebelumnya telah meninjau banyak sekali dimensi yang telah digunakan untuk menandai kultur. Aku memilih untuk memusatkan pada [atas] . yang adalah bermanfaat untuk gambarkan kultur [yang] organisatoris khususnya. Dimensi lain telah diusulkan dan ini sering diperkenalkan dalam ilmu typologi universal yang dikira untuk membantu memahami semua organisasi. [Sebelum/Di depan] meninjau ulang sebagian dari typologi itu [yang] kita perlu memahami typologi peran apa [yang] main berusaha untuk memahami suatu konsep abstrak seperti kultur organisatoris.
Mengapa Typologi?
Ketika kita mengamati " yang alami" dunia, apa yang kita lihat, dengar, cicipi, cium, dan rasa memimiliki potensi berlimpah. Dengan sendirinya " pengalaman mentah" tidak bisa dipertimbangkan, tetapi asuhan [yang] budaya kita sendiri mempunyai, mengajar [kita/kami] bagaimana cara bisa dipertimbangkan tentangnya melalui/sampai kategori konseptual yang ditempelkan bahasa [kita/kami]. Apa yang [kita kami] mengalami sebagai suatu bayi a " mekar, berdengung kebingungan" itu pelan-pelan memasuki [order/ pesanan] [yang] ketika kita belajar untuk membeda-bedakan object seperti kursi dan tabel, ibu dan bapak, [cahaya/ ringan] dan gelap dan untuk berhubungan kata-kata dengan [mereka/yang] mengalami object dan peristiwa.
Pada saat itu kita adalah orang dewasa muda [yang] kita mempunyai suatu kosa kata lengkap dan satuan kategori konseptual yang mengijinkan [kita/kami] untuk membeda-bedakan dan label kebanyakan dari apa yang [kita kami] mengalami. Kita harus tidak melupakan, bagaimanapun, bahwa kategori dan bahasa ini [semua] yang menemani [mereka/nya] [dipelajari/terpelajar] di dalam kultur ditentukan dan . seperti (itu) pelajaran melanjut ketika kita pindah ke cabang kebudayaan baru seperti jabatan;pendudukan dan organisasi. Insinyur belajar kata-kata dan kategori baru, seperti halnya doktor, pengacara, dan manajer [itu]. Karyawan yang memasuki DEC dan karyawan yang memasuki Ciba-Geigy belajar hal-hal yang berbeda-beda.
Ilmuwan berusaha untuk belajar untuk metentukan seperti tingkah laku manusia di organisasi, kepemimpinan, dan kultur organisatoris harus kembangkan, kategori yang bermanfaat dapat menjadi pertimbangan untuk bisa dinemukan dari variasi yang dia amati. . seperti kategori dapat berasal dari kategori budaya yang telah ada atau dapat ditemukan dan diberi label dengan kata-kata baru, seperti [yang] polychromic dan monochromic seperti dimensi konsep waktu.
. seperti (itu) konsep baru menjadi bermanfaat jika mereka ( 1) bantuan bisa dipertimbangkan dan menyediakan [order/ pesanan] beberapa ke luar dari diamati gejala, dan ( 2) membantu untuk menggambarkan apa yang mungkin mendasari struktur di (dalam) gejala dengan membangun suatu teori bagaimana pekerjaan berbagai hal, yang (mana), pada gilirannya, ( 3) memungkinkan [kita/kami] untuk meramalkan sampai taraf tertentu bagaimana lain gejala yang tidak [boleh/akan] namun telah diamati akan lihat.
Sedang dalam proses membangun categories-which baru dapat pemikiran [seperti/ketika] melukiskan dimensi [itu] untuk studied-we [yang] tak bisa diacuhkan harus menjadi lebih [] abstrak. Dan ketika kita kembang;kan abstrak [itu] menjadi mungkin untuk kembang;kan hubungan hipotetis antar . seperti (itu) abstrak, yang [yang] kita kemudian dapat berpikir tentang [sebagai/ketika/sebab] typologi atau teori bagaimana berbagai hal bekerja. Keuntungan . seperti (itu) typologi dan teori [yang] mereka mengijinkan [kita/kami] ke dalil adalah bahwa mereka mencoba untuk memesan suatu variasi besar dari gejala yang berbeda . Kerugian Dan Bahaya adalah bahwa mereka menjadi sangat abstrak yang mereka tidak mencerminkan cukup kenyataan [dari;ttg] [yang] ditentukan satuan gejala diamati. Dalam hal ini, typologi dapat bermanfaat jika kita sedang berusaha untuk bandingkan organisasi banyak orang tetapi dapat [yang] sungguh sia-sia jika kita sedang berusaha untuk memahami organisasi tertentu.
Sebagai contoh, extrovert dan introversion sebagai typologi kepribadian dengan sangat bermanfaat [yang] dengan luas menggolongkan mengamati perilaku sosial, tetapi mungkin (adalah) [yang] terlalu umum untuk memungkinkan [kita/kami] untuk memahami orang tertentu . Mencatat yang kultur di seluruh bumi adalah bersifat perseorangan atau kaleng communitarian jadilah [yang] sangat bermanfaat membuat [perasaan/pengertian] ke luar dari variasi yang sangat besar [yang] kita mengamati, tetapi dapat [yang] sungguh sia-sia berusaha untuk memahami organisasi tertentu , seperti telah dicatat gambarkan Ciba-Geigy sebagai campuran [yang] kompleks kedua-duanya. Dilema di (dalam) membangun dimensi untuk studi dan mengorganisir [mereka/nya] ke dalam typologi adalah, oleh karena itu, akhirnya yang pragmatis . dari apa [yang] satu sedang berusaha untuk mengamati dan menguraikan dan bagaimana kekurangan [yang] spesifik atau umum kategori seseorang untuk ada.
Sebagai contoh, extrovert dan introversion sebagai typologi kepribadian dengan sangat bermanfaat [yang] dengan luas menggolongkan mengamati perilaku sosial, tetapi mungkin (adalah) [yang] terlalu umum untuk memungkinkan [kita/kami] untuk memahami orang tertentu . Mencatat yang kultur di seluruh bumi adalah bersifat perseorangan atau kaleng communitarian jadilah [yang] sangat bermanfaat membuat [perasaan/pengertian] ke luar dari variasi yang sangat besar [yang] kita mengamati, tetapi dapat [yang] sungguh sia-sia berusaha untuk memahami organisasi tertentu , seperti telah dicatat gambarkan Ciba-Geigy sebagai campuran [yang] kompleks kedua-duanya. Dilema di (dalam) membangun dimensi untuk studi dan mengorganisir [mereka/nya] ke dalam typologi adalah, oleh karena itu, akhirnya yang pragmatis . dari apa [yang] satu sedang berusaha untuk mengamati dan menguraikan dan bagaimana kekurangan [yang] spesifik atau umum kategori seseorang untuk ada.
Typologies That Focus on Assumptions
About Participation and Involvement
Organisasi akhirnya, hasil orang-orang yang melakukan berbagai hal bersama-sama untuk suatu tujuan umum. Hubungan yang basis dasar antar[a] individu dan kaleng organisasi, oleh karena itu, jadilah pemikiran [seperti;sebagai;ketika] dimensi [yang] yang paling pokok di sekitar yang untuk membangun suatu typologi. Salah satu [dari] di sini teori [yang] yang paling umum adalah Etzioni'S ( 1975), yang menciri antar tiga typesof organisasi:
1. Organisasi memaksa, di mana individu sangat utama tawanan untuk phisik atau ekonomi harus, oleh karena itu, mematuhi apapun juga [yang] aturan dikenakan oleh otoritas.
2. Organisasi bermanfaat, di mana individu menyediakan" suatu hari adil bekerja untuk suatu upah hari adil" dan oleh karena itu mentaati apapun juga [yang] aturan adalah penting; bagaimanapun, mati kelompok sering devel ops countercultural norma-norma dan [atur/perintah] untuk melindungi [dirinya] sendiri.
3. Organisasi berdasarkan norma, di mana individu menyokong komitmen nya sebab sasaran organisasi pada dasarnya sama halnya gol individu.
Di (dalam) sistem yang memaksa, anggota diasumsikan untuk diasingkan dan akan pergi jika mungkin; di (dalam) sistem yang bermanfaat, mereka diasumsikan untuk;menjadi calculative secara rasional ekonomi; dan di (dalam) sistem konsensus yang berdasarkan norma, mereka diasumsikan untuk;menjadi secara moral dilibatkan dan untuk sama dengan organisasi.
Asumsi tentang hubungan panutan dapat diperoleh dari typologi ini. Di (dalam) sistem yang memaksa, mengamati hubungan kembang;kan sebagai pertahanan melawan terhadap otoritas, mendorong ke arah perserikatan dan lain format self-protective menggolongkan. Di (dalam) Sistem yang bermanfaat, mengamati hubungan meningkatkan di sekitar - kelompok kerja dan secara khas mencerminkan macam [itu] sistem perangsang yang manajemen menggunakan. Di (dalam) sistem yang berdasarkan norma, mereka meningkatkan secara alami di sekitar tugas dan di (dalam) pen;dukungan organisasi [itu]. Beberapa typologi menambahkan suatu dimensi profesional atau secara kolektif hubungan di (dalam) suatu organisasi di mana individu mempunyai [hak/ kebenaran] te tap, bagi pribadi lebar dan a " moral" orientasi ke arah gol organisatoris, seperti profes-sional partnerships karena perkawinan atau [obat/ kedokteran] ( Jones, 1983; shivastava, 1983).
Nilai [dari;ttg] typologi ini adalah bahwa [itu] memungkinkan [kita/kami] untuk membedakan bisnis; organisasi yang [tuju/ cenderung] untuk;menjadi bermanfaat dari memaksa total institusi seperti penjara dan rumah sakit jiwa, dan dari organisasi berdasarkan norma seperti sekolah, rumah sakit, dan tidak mencari keuntungan ( Goff-Man, 1961). Kesukaran adalah bahwa di dalam manapun jenis organisatoris diberi sese]orang boleh lihat variasi dari semua tiga dimensi [yang] beroperasi, yang memerlukan [kita/kami] untuk menemukan namun lain dimensi untuk menangkap keunikan [dari;ttg] organisasi ditentukan.
Sejumlah typologi memusatkan secara rinci pada [atas] bagaimana otoritas digunakan dan keikutsertaan tingkatan apa [yang] diharapkan organisasi: ( 1) otokratis, ( 2) paternalistik, ( 3) [yang] demokratis atau konsultatif, ( 4) partisipatif dan [kuasa/ tenaga] [yang] berbagi, ( 5) delegative, dan ( 6) abdicative ( yang menyiratkan mendelegasikan tidak hanya tugas dan tanggung-jawab tetapi menggerakkan dan mengendalikan juga) ( Bass, 1981,1985; Harbison dan Myers, 1959; Likert, 1967; Vroom Dan Yetton, 1973).
Typologi [yang] organisatoris ini hadapi jauh lebih dengan agresi, [kuasa/ tenaga], dan mengendalikan dibanding dengan cinta, keakraban, dan hubungan panutan. Di (dalam) yang [hormat/peduli] mereka selalu dibangun pada mendasari asumsi tentang manusia yang alami dan aktivitas. Argumentasi yang para manajer memasuki tentang " [yang] benar" tingkat keikutsertaan dan penggunaan otoritas [yang] pada umumnya mencerminkan asumsi yang berbeda [yang] mereka sedang membuat tentang sifat alami para bawahan;subordinat [yang] mereka adalah berhadapan dengan. Perhatikan keikutsertaan dan keterlibatan sebagai perihal [dari;ttg] asumsi budaya menjelaskan [bahwa/yang] debat tentang apakah para pemimpin harus [yang] lebih partisipatif atau otokratis akhirnya [yang] sangat diwarnai oleh pengambil-alihan kelompok tertentu di (dalam) konteks tertentu . Pencarian untuk gaya kepemimpinan yang yang bersifat universal benar sudah nasibnya kegagalan oleh karena variasi budaya [oleh/dengan] negeri, dengan industri, dengan jabatan;pendudukan, dan oleh sejarah yang tertentu [dari;ttg] organisasi ditentukan.
Typologi Karakter [Perseroan/Perusahaan] Dan Kultur
Konsep karakter [perseroan/perusahaan] yang yang pertama diperkenalkan ke dalam cul¬ture literatur oleh Wilkins ( 1989), [siapa] yang melihatnya sebagai suatu komponen kultur terdiri dari " visi yang bersama," " iman motivasional" berbagai hal itu akan bersifat adil dan kemampuan itu akan digunakan, dan " ketrampilan membedakan," kedua-duanya [yang] diam-diam dan terang. Di (dalam) pandangan nya, " membangun karakter" adalah mungkin dengan menekankan program berhadapan dengan masing-masing compo¬nen, tetapi ia tidak membangun suatu typologi di sekitar dimensi.
Goffee dan Jones ( 1998), pada sisi lain, lihat karakter [sebagai/ketika] setara dengan kultur dan menciptakan suatu typologi berdasar pada dua kunci pada [atas] dua ket dimensi: " solidarity"-the kecenderungan untuk sependirian, dan " keramahan" kecenderungan untuk ramah [bagi/kepada] masing-masing eter. Dimensi ini di/terukur dengan suatu twenty-three-item self-description daftar pertanyaan. Mereka lekat menyerupai dan adalah derivative dari pembedaan ilmu dinamika kelompok yang klasik antar[a] variabel tugas dan bangunan dan variabel pemeliharaan. [yang] sama ini Dua dimensi adalah juga digunakan secara ekstensif oleh Blakea Dan Mouton ( 1964, 1969, 1989) di (dalam) panggangan pengembangan organisasi mereka, yang telah dibangun pada kedua dimensi tugas dan kelompok [yang] membangun, masing-masing untuk di/terukur pada [atas] suatu skala 1 untuk 9. Suatu organisasi berorientasi orang sangat sociable yang mempedulikan [yang] [kecil/sedikit] untuk tugas pemenuhan akan dinilai [ketika;seperti] 1,9, sedangkan suatu [yang] berorientasi tugas, dikemudikan, dan organisasi tidak dapat merasakan akan dinilai 9,1. Berbagai lain kombinasi adalah mungkin, berkisar antara 1,1 ( yang mana [adalah] hampir suatu status anomi) [bagi/kepada] 5,5 ( suatu solusi kompromi) [bagi/kepada] 9,9, pahlawan model, di mana tugas dan faktor pribadi diberi berat/beban sama.
Gotteeand Jones menggunakan dimensi ini untuk mengidentifikasi empat jenis kultur:
1. Fragmented-Low pada [atas] dimensi kedua-duanya
2. Mercenary-High pada [atas] kesetiakawanan, rendah pada [atas] keramahan
3. Communal-High pada [atas] keramahan, rendah pada [atas] kesetiakawanan
4. Networked-High pada [atas] kedua-duanya.
Masing-Masing jenis mempunyai kewajiban dan kebaikan tertentu yang diuraikan, tetapi e typologi luput/kehilangan suatu dimensi rumit yang telah dikenali oleh Ancona 1988) dan (orang) yang lain: hubungan antar[a] kelompok ( organisasi) dan lingkungan eksternal nya, fungsi manajemen batas yang harus ditambahkan kepada tugas dan pemeliharaan berfungsi. Tanpa suatu model dari apa [yang] terjadi di batas tidaklah mungkin untuk menentukan yang jenis kultur adalah efektif di bawah terjemahan diberi.
Goffee dan Jones dimensi adalah bermanfaat untuk mendiagnose unsur-unsur beberapa suatu kultur, dan pengarang menyediakan diri daftar pertanyaan diagnostik, tetapi [itu] adalah sedikit banyak(nya) congkak untuk menyatakan bahwa suatu daftar pertanyaan yang dirancang hanya untuk mengukur dimensi [itu] [bahwa/yang] pengarang sudah memulai dengan harus cukup [bagi/kepada] menangkap hal beberapa serumit suatu kultur organisatoris. Mereka tidak menyediakan apapun pengesahan tentang segala sort;jenis [bahwa/yang] dimensi dan bagaimana mereka di/terukur dihubungkan dengan lain indikator organisatoris atau genap mengukur apa [yang] mereka diharapkan untuk mengukur.
Aspek phisik [ruang;spasi], waktu, komunikasi, dan identitas dibuat derivative dari dimensi inti keduanya, yang berarti ia/nya diagnostician menyelami segalanya lensa itu. [yang] lebih meragukan Adalah bahwa tidak ada [jalan/cara] mengetahui seberapa penting dimensi ini adalah di (dalam) total pola teladan dimensi yang menyusun;merias manapun kultur diberi. Sese]Orang boleh memutuskan [perusahaan/ rombongan] ditentukan yang kita adalah suatu kultur komunal, dan pertimbangan ini mungkin (adalah) sah, tetapi mungkin saja secara cultural irrelevans dalam arti bahwa asumsi diam-diam yang penting yang mengemudi [itu] yang organisasi mungkin punya sangat kecil untuk lakukan atas keramahan atau kesetiakawanan. Ingat bahwa di (dalam) kasus [dari;ttg] digital Dan Ciba-Geigy, [itu] adalah interaksi dari banyak dimensi yang menerangkan perilaku organisasi [itu], [yang] tidak tiap orang atau dua dimensi.
Cameron Dan Quinn ( 1999) juga mengembang;kan suatu four-category typologi berdasar pada dua dimensi, tetapi di (dalam) kasus mereka dimensi jadilah lebih struktural bagaimana [yang] fleksibel atau stabil organisasi adalah dan bagaimana secara eksternal atau kuemallyibcused [itu] adalah. Dimensi ini dilihat [ketika;seperti] terus menerus competing-values. Suatu organisasi fleksibel [yang] dipusatkan pemikiran [sebagai/ketika/sebab] kaum, sedangkan suatu rganisasi stabil [yang] dipusatkan pemikiran sebagai hirarki. Suatu organisasi fleksibel [yang] dipusatkan diberi label suatu adhwcracy, dan suatu organisasi stabil [yang] dipusatkan pemikiran sebagai pasar.
Sedangkan Goffee dan Jones typologi telah dibangun pada dimensi basis dasar yang memperoleh dari ilmu dinamika kelompok ( tugas (me)lawan mainte-nance), Cameron Dan Quinn Typologi telah dibangun pada faktor . meneliti sejumlah besar indikator [dari;ttg] temuan dan capaian organisatoris yang ini mengurangi menurunkan dua seikat yang menghubungkan lekat dengan apa [yang] teori peneliti sudah menemukan untuk;menjadi " archetypical" dimensi juga. Jual, hirarki, dan kaum [sebagai/ketika] jenis organisatoris adalah juga dikenali lebih awal oleh Quchi ( 1978, 1981) dan menjual (me)lawan hirarki telah dianalisa secara detil oleh ahli ekonomi seperti Williamson ( 1975).
Cameron Dan Quinn membantah bahwa, berdasar pada enam self-description mempertanyakan, seseorang dapat membangun profil organisatoris yang menunjukkan kecenderungan yang relatif ke arah masing-masing yang empat jenis organisasi; dan bahwa . ini surat ijin satu untuk memutuskan perubahan seperti apa diperlukan untuk meningkat efektivitas organisatoris di (dalam) lingkungan eksternal ditentukan. Lagi, menggunakan beberapa self-description mempertanyakan sebagai basis untuk mengidentifikasi penempatan pada [atas] suatu dimensi budaya adalah diragukan dan bahkan jika sah sebagai ukuran, bagaimana sese]orang akan mengetahui sanak keluarga [itu] pentingnya dimensi ini di (dalam) paradigm.7 organisasi budaya ditentukan Lagipula, bagaimana akan suatu peneliti mengetahui yang mana dari typologi ini adalah [yang] semakin bermanfaat atau sah tanpa keharusan untuk mengetahui banyak lebih banyak tentang kultur [bagi/kepada] yang (mana) mereka diterapkan?
Dapatkah dua typologi didamaikan? Kultur Tentara sewaan nampak untuk memetakan dengan jelas pada [atas] kultur pasar. Tetapi kita dapat kata[kan bahwa suatu kaleng adalah suatu high-sociabilas, high-solidaras kultur networked? Tidak (ada), sebab suatu kaum dalam hati dipusatkan, sedangkan suatu kultur networked adalah, dengan implikasi, secara eksternal dipusatkan. Dan yang komunal dan membagi-bagi kultur [yang] dengan jelas tidak memetakan ke hirarki atau adhocracy. Maka kita ditinggalkan dengan suatu dilema yang, di (dalam) pandangan ku, berasal dari berusaha untuk membangun typologi sederhana pada pokoknya. Dalam rangka menentukan pekerjaan typologi yang lebih baik, kita ingin mempunyai untuk menilai organisasi ditentukan dengan suatu jauh lebih terbuka, multidimensional ap-proach sort;jenis [yang] aku akan menguraikan [yang] bab yang berikutnya [itu].
Untuk [yang] yang paling jelas nyata intra typologi organisatoris adalah pembedaan yang tradisional antar[a] manajemen dan tenaga kerja atau bergaji dan tiap jam. Di (dalam) tiap-tiap organisasi seseorang dapat menciri versi beberapa [dari;ttg] typology-those ini [siapa] yang menjalankan tempat [itu] dan mereka yang lakukan yang sehari-hari . . rhere tidak diragukan bahwa [di mana/jika] kelompok ini jadilah lebih atau lebih sedikit stabil dan develp [adalah] suatu sejarah milik mereka sendiri, mereka akan menjadi unit budaya. Contoh yang terbaik adalah penggunaan konsep perintah dan kendali" sebagai jenis organisasi.
Menurut sejarah, suatu penting unsur . seperti (itu) kultur formasi telah (menjadi) opposition-the asumsi dalam di (dalam) kultur kedua-duanya [bahwa/yang] konflik antar[a] [mereka/nya] adalah tak bisa diacuhkan dan hakiki. Di (dalam) suatu serikat buruh [adalah] suatu tradisi kuat boleh [muncul/bangkit] dan mendapat/kan diteruskan turun temurun bahwa " manajemen akan selalu memanfaatkan kamu dan sekrup [yang] kamu jika [itu] dapat," dan di dalam manajemen asumsi mungkin (adalah) dilewati pada itu " tenaga kerja akan selalu lakukan sama [kecil/sedikit] Seperti possible"-what McGregor mengenali [ketika;seperti] Teori X. Kecenderungan ini memimpin ke arah menandai organisasi utuh [sebagai/ketika] Teori X atau Teori Y.
Bagaimanapun, jika sese]orang mengamati organisasi lebih lekat, sese]orang akan temukan bukti untuk yang lain macam typologi berdasar pada acombinaton tugas untuk dilaksanakan dan accupational kelompok acuan dilibatkan ( Schein, 1996A). Seseorang dapat berpikir tentang ini [sebagai/ketika/sebab] genec Cabang kebudayaan yang tiap-tiap kelompok atau kebutuhan organisasi dalam rangka survive. Masalah adalah bahwa banyak organisasi cabang kebudayaan ini bertentangan dengan satu sama lain, menyebabkan organisasi [itu] untuk lebih sedikit efektif dibanding bisa jadi ( Schein, 1996A).

Tiap-Tiap organisasi mempunyai suatu tugas untuk dilakukan, dan satuan dari orang yang mendapat/kan pekerjaan [itu] done-the garis organization-can pemikiran [seperti;sebagai;ketika] kelompok operator yang kehendak [yang] secara khas membentuk suatu kultur operator. Pada waktu yang sama, tiap-tiap organisasi mempunyai satu set orang-orang pekerjaan siapa [itu] adalah untuk mendisain produk pekerjaan [itu] dan proses, [siapa] yang jadilah lebih memperhatikan inovasi, peningkatan, dan mendisain kembali; kelompok ini dapat pemikiran [seperti;sebagai;ketika] insinyur kultur rancang-bangun siapa akan [jadi] didasarkan secara eksternal di (dalam) acuan [yang] bersifat jabatan mereka menggolongkan. Jika organisasi adalah suatu high-tech [perusahaan/ rombongan], insinyur akan meningkatkan asumsi mereka dari pendidikan rancang-bangun mereka dan yang sekarang
Tiap-Tiap organisasi harus bagaimanapun juga survive secara ekonomis dalam rangka melanjut untuk memenuhi fungsi nya, tugas utama nya. Sur¬Vival yang terakhir Tugas jatuh ke apa yang [kita kami] dapat berpikir tentang [seperti;sebagai;ketika] eksekutip menggolongkan, tugas pokok siapa tidaklah hanya untuk memastikan bahwa organisasi [itu] survive dan melanjut untuk bisa efektip, tetapi [siapa] yang harus mengintegrasikan atau sedikitnya membariskan lain dua kultur untuk memaksimalkan efektivitas jangka panjang. Di (dalam) kebanyakan organisasi fungsi eksekutip dihubungkan kepada com¬munas yang keuangan dalam beberapa [jalan/cara]. Oleh karena itu, kultur eksekutip yang meningkatkan tak bisa diacuhkan dibangun di sekitar berbagai hal keuangan. Perlihatkan 10.1 pertunjukan asumsi yang secara khas ditemukan anggota tiga ini cul¬tures dan menyoroti konflik yang potensial antar[a] [mereka/nya]. [Seperti/Ketika] dengan semua typologi, ini adalah abstrak yang tidak akan cocok tiap-tiap kasus, tetapi di (dalam) tiap-tiap organisasi seseorang dapat temukan versi beberapa dari tiap ini cul-tures dan seseorang dapat kemudian mencoba untuk menilai derajat tingkat [itu] [bagi/kepada] yang (mana) mereka adalah di (dalam) konflik atau secara konstruktif dibariskan.
Titik [perlakukan/ traktir] ini [sebagai/ketika/sebab] terpisah " bersifat jabatan" kultur adalah untuk menyoroti fakta bahwa masing-masing ini satuan asumsi adalah sah dan (yang) penting bagi organisasi untuk tinggal efektif. Orang-Orang sungguh-sungguh diperlukan untuk berhadapan dengan ketidaktentuan tak terduga dan kejutan; insinyur dan
Perlihatkan 10.1. Pengambil-Alihan yang Tiga Cabang kebudayaan Organisatoris.
1. Kultur Operator ( Organisasi mendasarkan)
Tindakan tentang segala organisasi akhirnya tindakan orang-orang ( operator)
Sukses perusahaan oleh karena itu tergantung pada pengetahuan masyarakat, ketrampilan, dan komitmen
Pengetahuan Dan Ketrampilan diperlukan adalah lokal dan berdasar pada organiza¬tion's [itu] " teknologi inti"
Tak peduli bagaimana secara hati-hati engineered proses produksi adalah atau bagaimana secara hati-hati [atur/perintah] dan rutin ditetapkan, operator akan harus berhadapan dengan ketidaktentuan tak dapat diramalkan
Oleh karena itu, operator harus mempunyai kapasitas ke leam dan untuk berhubungan dengan kejutan
Sebab kebanyakan operasi melibatkan interdependencies antar[a] unsur-unsur [yang] terpisah proses, operator harus mampu beroperasi sebagai collabo¬rative regu di mana keterbukaan dan kepercayaan timbal balik adalah [yang] sangat dihargai
2. Kultur Yang rancang-bangun ( masyarakat global)
Kaleng Alam[I] dan harus dikuasai: " Yang adalah mungkin harus yang dilaksanakan"
Operasi harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi tersedia
Kebanyakan kesenangan sedang memecahkan teka-teki dan menanggulangi permasalahan
Produk Dan Hasil harus bermanfaat dan jadilah peningkatan
Solusi harus diorientasikan ke arah kerapian, kesederhanaan, dan pre¬cision: " [Menyimpan/Pelihara] ia/nya sederhana dan rapi"
Dunia yang ideal adalah salah satu dari aktip proses dan mesin rapi menyempurnakan ketepatan dan keselarasan tanpa intervensi manusia
Orang-Orang adalah problem-they membuat kekeliruan dan karenanya harus dirancang ke luar dari sistem dimana mungkin


3. Kultur Eksekutip ( masyarakat global)
Tanpa pertumbuhan dan survival keuangan tidak ada kembali[an ke share¬holders atau ke masyarakat
Lingkungan yang ekonomi terus menerus berpotensi bermusuhan dan kompetitif: " Di (dalam) yang perang tidak bisa percaya seseorang"
Oleh karena itu, CEO harus " pahlawan yang sendirian/satu-satunya," yang terisolasi dan sendiri, namun muncul untuk;menjadi mahatahu dan secara keseluruhan mengendalikan, dan merasakan indispens-able: " Aku adalah OK; betapapun, Aku di sini; mereka bukanlah OK; mereka belum buat ia/nya kepada puncak"
Perlihatkan 10.1. Pengambil-Alihan yang Tiga Cabang kebudayaan Organisatoris, Cont'D.
Sese]Orang tidak bisa mendapat/kan data dapat dipercaya dari di bawah sebab para bawahan;subordinat akan ceritakan [kepada] satu apa [yang] mereka berpikir sese]orang ingin dengar; oleh karena itu, [sebagai/ketika/sebab] CEO sese]orang harus percaya pertimbangan diri sendiri semakin banyak ( yaitu., ketiadaan feed¬back akurat meningkat/kan [perasaan/pengertian] [dari;ttg] keketatan diri sendiri dan omniscience)
Organisasi Dan Manajemen pada hakekatnya hirarkis; hirarki adalah ukuran status dan sukses dan [alat/ makna] yang utama memelihara kendali
Sebab organisasi adalah sangat besar [itu] menjadi depersonalized dan abstrak, dan, oleh karena itu, harus melewati/mengalir aturan, rutin ( sistem), dan upacara agama (" birokrasi mesin")
Meskipun [demikian] orang-orang adalah perlu, mereka adalah suatu [kejahatan/ malapetaka] perlu, [yang] bukan suatu nilai hakiki; orang-orang adalah suatu sumber daya seperti lain sumber daya, untuk diperoleh dan diatur, tidak berakhir dengan diri mereka
Mesin yang berjalan lancar Organisasi tidak memerlukan orang-orang utuh, hanya aktivitas yang [dikontrak/dipendekkan] untuk

para perancang sungguh-sungguh diperlukan dalam rangka menemukan baru dan produk lebih baik dan proses, sungguhpun sebagian dari proses itu membuat beberapa peo¬ple yang berlebih-lebihan atau usang; dan para eksekutip sungguh-sungguh diperlukan untuk cemas akan kelangsungan hidup yang keuangan keseluruhan organisasi sungguhpun bahwa kadang-kadang memerlukan menahan inovasi mahal atau menghentikan peo¬ple. Dalam kaitan dengan suatu bersaing model nilai-nilai uraikan di atas, isu bagaimana cara membariskan gol ke tiga cabang kebudayaan: memusatkan pada [atas] melakukan pekerjaan, inovatif sisa[nya] untuk berhubungan dengan perubahan di (dalam) lingkungan, dan sehat secara ekonomis tinggal. Ketika salah satu dari ini sub¬cultures menjadi [yang] terlalu dominan, organisasi tidak bisa survive-as adalah kasus dengan DEC, [di mana/jika] mentalitas inovasi yang rancang-bangun mengesampingkan kedua-duanya operasi dan kultur eksekutip.
Ringkasan Dan Kesimpulan
Nilai typologi adalah bahwa mereka menyederhanakan pemikiran dan menyediakan kategori bermanfaat untuk menyortir kompleksitas [yang] kita harus berhadapan dengan ketika kita menghadapi kenyataan organisatoris. Mereka menyediakan kategori untuk berpikir dan clssiflying, yang mana [adalah] bermanfaat. Kelemahan typologi kultur adalah bahwa mereka menyederhanakan berlebihan kompleksitas ini dan boleh menyediakan [kita/kami] kategori yang adalah salah dalam kaitan dengan keterkaitan mereka: apa yang [kita kami] sedang berusaha untuk memahami. Mereka membatasi perspektif [kita/kami] dengan secara prematur memusatkan [kita/kami] pada [atas] hanya beberapa dimensi, mereka membatasi kemampuan [kita/kami] untuk temukan pola teladan kompleks antar sejumlah dimensi, dan mereka tidak mengungkapkan rasa kelompok ditentukan apa [yang] dengan sungguh sekitar.
Typologi juga memperkenalkan suatu penyimpangan ke arah Burung martin apa [yang] ( 2002) [sebut/panggil/hubungi] [itu] " perspektif pengintegrasian" di (dalam) kultur studies-an pendekatan yang menekankan dimensi itu yang di atasnya ada suatu derajat tinggi konsensus. Dia mencatat bahwa banyak organisasi adalah " yang dibedakan" atau bahkan " yang terbagi-bagi" kepada tingkat bahwa Typologi mencerminkan teori organisasi dan kaleng tingkatkan teori. Sebagai contoh, pembedaan antar[a] operator, engineer¬ing, dan kultur eksekutip di dalam organisasi diperoleh dari meory basis dasar tentang tenaga kerja dan manajemen tetapi merinci teori itu dengan mempertajam pembedaan yang budaya antar[a] tiga kelompok ini dan mengidentifikasi engineering/design/innovation kelompok [itu] sebagai unit budaya yang adalah sering dilewatkan.
Setelah menyajikan beberapa kategori konseptual dan budaya typol¬ogies, kita harus berbalik berikutnya ke [itu] permasalahan dalam dengan pengalaman menerjemahkan apa [yang] benar-benar berlangsung organisasi ditentukan. Di (dalam) yang berikutnya chap-ter kita menunjukkan isu ini bagaimana menilai dimensi budaya.

Sumpah Palapa

A. Sumpah Palapa Cikal Bakal Gagasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Pada masa kerajaan Majapahit perekat bangsa-bangsa dinusantara sudah ada, yaitu berupa sumpah Palapa. Sumpah palapa merupakan sumpah yang dicapakan oleh Gajah Mada ketika ia diangkat menjadi patih Amangkuhbumi, pada kerajan besar Majapahit, pada tahun Saka 1258, atau tahun Masehi 1336, Sumpah Palapa pada intinya adalah mengusahakan kesatuan dan persatuan Nusantara. Bahasa sekarang (NKRI).
Di dalam Sumpah Palapa terdapat pernyataan suci yang diucapkan oleh Gajah Mada yang berisi ungkapan "lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa" (kalau telah menguasai Nusantara, saya melepaskan puasa/ tirakatnya).
Kata sumpah itu sendiri antara adalah sebagai berikut :
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun. Uamuktia palapa, sira Gajah Mada : "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, u ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,samana isun amukti palapa”
Terjemahannya adalah:
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, 11 demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya)".
Jika melihat isi dari ungkapan patih gajah Mada, pada kitab Pararaton di atas maka, kita akan mengetahui wilayah-wilayah yang menjadi perlindungan kerajaan maja pahit. Akan tetapi tidak hanya sampai di situ saja. Akan tetapi jika dilihat pada kitab Nagarakertagama yang menginformasikan secara terperinci wilayah-wilayah yang menjadi negara bawahan Majapahit, yaitu meliputi:
Kawasan Melayu : Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya, Kandis, Kahwa, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar, Pane, Kampe, Ham, Mandailing, Temihang, Perlak, Padang, Lwas, Samodra, Lamuri, Batan, Lampung, Barus.
Kawasan Kalimantan meliputi Tanjung negara, Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landa Samadang, Tirem, Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjung Kutei, Malano, Tanjung Pura.
Kawasan Hujung Medini meliputi : Pahang, Langkasuka, Saimwang, Kelantan, trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang, Kedah, Jerai, Kanjapiniran.
Kawasan Timur Jawa meliputi : Bali, Badahulu, Lo Gajah, Gurun, Sukun, Taliwang, Pulau Sapi, Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali, Pulau Gurun (Lombok Merah), Sasak, Bantayan (Kota Luwuk), Udamakatraya, dan pulau-pulau lainnya.
Kawasan Timur lainnya meliputi: Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian, Selayar, Sumba, Solot, Muar, Wanda (n), Ambon, Maluku, Wanin, Seran, Timor, dan beberapa pulau-pulau lainnya.
Jika kita melihat dari sisi bentuk Sumpah Palapa adalah prosa. Pada isinya mengandung pernyataan suci kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diucapkan oleh Gajah Mada dihadapan ratu Majapahit Thbuwana Tunggadewi dengan disaksikan oleh para menteri dan pejabat-pejabat lainnya, yang substansinya Gajah Mada baru mau melepaskan (menghentikan) puasanya apabila telah terkuasai Nusantara.
Dari sisi nilai Sumpah Palapa mengandung nilai-nilai kesatuan dan persatuan wilayah Nusantara, nilai historis, nilai keberanian, nilai percaya diri, nilai rasa memiliki kerajaan Majapahit yang besar dan berwibawa, nilai geopolitik, nilai sosial budaya, nilai filsafat, dsb.
Dari sisi ideologi, Sumpah Palapa yang juga dikenal sebagai Sumpah Gajah Mada atau Sumpah Nusantara, Sumpah Palapa memiliki ideologi kebineka tunggal ikaan, artinya rnenuju pada ketunggalan keyakinan, ketunggalan ide, ketunggalan senasib dan sepenanggungan, dan ketunggalan ideologi akan tetapi tetap diberi ruang gerak kemerdekaan budaya bagi wilayah-wilayah negeri se-Nusantara dalam mengembangkan kebahagiaan dan kesejahteraannya masing-masing.
Dari sisi, energi Sumpah Palapa dianugerahi energi KeTuhanan Yang Maha Dasyat karena tanpa energi tersebut tak mungkin Gajah Mada berani mencanangkan sumpah tersebut.
Gajah Mada mempunyai kesadaran penuh tentang kenegaraan dan batas-batas wilayah kerajaan Majapahit, mengingat Nusantara berada sebagai negara kepulauan yang diapit oleh dua samudera besar yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, di samping diapit oleh lautan Cina Selatan dan Lautan Indonesia (Segoro Kidul). Dari kesadaran yang tinggi terhadap keberadaan Nusantara, Gajah Mada meletakkan dasar-dasar negara yang kokoh, sebagaimana terungkap dalam perundang-undangan Majapahit
Uraian singkat tersebut dimaksudkan untuk memberi gambaran bahwa kerajaan Majapahit khususnya ketika berada dalam penguasaan Gajah Mada telah berorientasi jauh kedepan, kalau istilah sekarang mempersiapkan diri sebagai negara yang modern, kuat, dan tangguh.
Sumpah Palapa dicanangkan oleh Patih Gajah Mada ketika Majaphit telah memiliki wilayah negeri Nusantara yang luas, yaitu berjumlah 90 negeri, akan tetapi tinggal 10 (sepuluh) wilayah negeri yang belum masuk kedalam naungan wibawa Majapahit. Ketika Sumpah Palapa dicanangkan juga memiliki tantangan dari orang-orang dan sekitarnya. Perhatikan kalimat berikutnya, seperti dikutib dari teks Serat Pararaton:
Sira sang mantri samalungguh ring panangkilan pepek. Sira Kembar apameleh, ring sira Gajah mada, anuli ingumanuman, sira Banyak kang amuluhi milu apameleh, sirajabung Terewes, sira Lembu Petenggumuyu. Tumurun sira Gajah mada matur ing talampakan bhatara ring Koripan, runtik sira katadahan kabuluhan denira' arya Tadah. Akweh dosanira Kemhar, sira Warak ingilangaken, tan ucapen sira Kembar, sami mati.
Terjemahannya adalah:
Mereka para menteri duduk di paseban lengkap. la Kembar mengemukakan hal-hal tidak baik kepada Gajah Mada, kemudian ia (Gajah Mada) dimaki-maki, Banyak yang rnenjadi penengah (malah ikut) menyampaikan hal-hal yang tidak baik, Jabung Tarewes mengomel, sedang Lembu Peteng tertawa. Turanian Gajah Mada dan menghaturkan kata-kata di telapak Bathara Koripan, marah dia mendapatkan celaan dari Arya Tadah. Banyak dosa Kembar, Warak dilenyapkan, demikian pula Kembar, mereka semua mati. Kutipan tersebut di atas, menengarai bahwa perjuangan mulai Gajah Mada untuk mempersatukan Nusantara Raya mengalami tantangan, gangguan, dan hambatan tidak berbeda dengan perjuangan Bung Karno untuk mempersatukan bangsa Indonesia, ternyata mendapatkan rintangan dari DI/ TII, Kartosoewiryo, dan gerakan PRRI dan PERMESTA Kahar Muzakar.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) halaman 973 (diambil seperlunya), adalah:
1) Pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci (untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhannya dsb.);
2) Pernyataan disertai tekad melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenarannya atau berani menderita sesuatu kalau pernyataan itu tidak benar;
3) Janji atau ikrar yang teguh (akan menunaikan sesuatu).
Sumpah Palapa yang dideklarasikan oleh Gajah Mada sungguh sangat sakti, suci, dan membawa berkah bagi kita rakyat dan bangsa Indonesia, Sakti, karena secara gaib nama Nusantara masih dapat digunakan sebagai tali pengikat diantara bangsa-bangsa yang mendiami kepulauan Nusantara. Dimana Nusantara yang sesungguhnya adalah pulau-pulau lain di luar Jawa (Nusa berarti: pulau, antara berarti lainnya). Suci dalam arti sumpah tersebut benar-benar diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa, artinya sumpah tersebut diberi kekuatan oleh Tuhan, berupa kekuatan persatuan dan kesatuan. Secara spiritual Nusantara harus diterima sebagai karunia Tuhan, yang walaupun diantara pulau-pulau terpisah satu sama lainnya oleh lautan, namun rasa kesatuan dan persatuan tetap terbentuk secara utuh menyeluruh.
Sumpah Palapa tidak hanya sakti, suci, dan membawa berkah, tetapi justru teramat penting, mengandung amanat bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia untuk memelihara, mengembangkan, dan melestarikannya.
Sumpah Palapa tampil sebagai pernyataan dan tekad suci dari seorang Patih Amangkubhumi yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan kerajaan Majapahit. Hubungan antara raja dan rakyat menurut tradisi Jawa sering digambarkan secara ideal sebagai loro-loroning atunggal (dua kekuatan yang manunggal) atau juga sering digambarkan sebagai manunggal- ing kawulo Ian Gusti (manunggalnya rakyat dan raja).
Hubungan dimana seorang raja tampil sebagai pemimpin yang wajib diteladani oleh rakyatnya. Rakyat diposisikan sebagai kawula yang diperankan senantiasa menurut kepada rajanya, akan tetapi tidak adanya pemerataan seperti kekuatan produksi dibidang tugas masing-masing, misalnya pertanian, perikanan, perindustrian, dsb. Rakyat sebenarnya tidak mempunyai waktu luang yang memadai guna memikirkan filsafat (pandangan hidup), ideologi, ataupun pengetahuan-pengetahuan tinggi, karena waktunya telah habis untuk memikirkan hidupnya sehari-hari. Oleh sebab itu rakyat telah mempercayakan nasib hidupnya sepenuhnya kepada raja. Seorang raja dimitoskan sebagai wakil Tuhan di dunia. Rakyat digambarkan dalam bahasa pewayangan sebagai binanda sumonggo asto (diikat diberikan tangannya) dan tinigas sumonggo jonggo (dipenggal diberikan lehernya).
Dalam konvensi budaya seperti itu dapat dipahami bahwa tenaga penggerak roda pemerintahan bersumber dari .kalangan kerajaan. Raja beserta jajarannya dipandang oleh rakyat sebagai orang-orang yang duduk disebuah pentas berwibawa yang penuh dengan cahaya yang berkilauan. Ucapan Sabdo Pandito Ratu (Sabda seorang ratu tidak bisa ditarik), yang artinya sekali sesuatu sabda telah dikeluarkan oleh seorang raja mustahil dicabutkembali.
Dari uraian tersebut dapat dibayangkan betapa Sumpah Palapa pasti diterima dengan penuh kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat "tempur" yang tinggi bagi rakyat yang mendengarkan, mengetahui, dan mengerti. Oleh sebab itu penyebar luasan ke seahtero Nusantara tidak sulit diterima, karena sistem komUnikasi yang efektif dilaksanakan dengan tradisi gethok tular (dari mulut ke mulut) yang tentunya diperkuat oleh lembaran tertulis singkat seperti layaknya sebuah piagam.
Dalam Pararaton diceritakan ketika Gajah Mada dihadapan sang ratu dan disaksikan oleh para menteri dan pejabat lainnya mencanangkan sumpahnya sebagai pernyataan puncak tekad pengabdian yang dari seseorang yang menerima wisuda sebagai Patih Amangkubhumi, ternyata ada sejumlah pejabat tinggi yang melecehkan dan menertawakan, seperti yang dilakukan oleh Kembar, Jabung Tarewes, Lembu Peteng, Arya Warak, dan Banyak. Dari sini dapat disimpulkan bahwa sesuatu gagasan sekalipun tinggi mutunya tidak serta merta dengan mulus berhasil disosialisasikan di sekitarnya. Jer basuki mawa beya kata pepatah Jawa, artinya tidak ada kebahagiaan tanpa pengorbanan, dan ini berlaku universal.
Meskipun Pararaton tidak menceritakan pelaksanaan dari Sumpah Palapa namun dari Nagarakertagama dapat diketahui bahwa melalui Sumpah Palapa terbentang luas wilayah negeri Nusantara yang berada di bawah panji-panji Majapahit. Kalau dirumuskan kesibukan-kesibukan tersebut berupa kesibukan politik yang melibatkan kesibukan kalangan elit. Yang jelas karena kesibukan politik, maka banyak kalangan atas termasuk raja-raja sedikit atau bahkan mungkin lupa memelihara pesan budaya berupa kesatuan dan persatuan Nusantara.
Kesatuan dan persatuan Indonesia sebagai alat untuk mengusir penjajah Belanda yang menguasai hampir seluruh Nusantara ternyata ampuh untuk mengembalikan wilayah jajahan Belanda ke tangan rakyat dan bangsa Indonesia. Peristiwa pengusiran penjajah Belanda langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar harus dibaca sebagai realisasi Sumpah Pahpa yang sakti itu.
Sekarang dapat diketahui dengan jelas, bahwa sejarah Indonesia paling tidak sejak zaman Majapahit berisi kisah-kisah tentang bersatu dan pecahnya Nusantara. Apabila kalangan atas hidupnya hanya disibukkan oleh urusan-urusan kekuasaan melulu dapat disimpulkan kesatuan dan persatuan pasti akan melemah. Dengan kata lain kuat dan lemahnya bahkan pekat dan pudarnya persatuan dan kesatuan disebabkan karena tingkah polah golongan elit yang disibukkan dengan urusan-urusan politik yang tidak menentu itu. Segera tergambar bahwa kelemahan dari elit politik pada waktu itu adalah:
a. Cepat terpukau kepada ajaran/ ideologi/ konsep yang datang dari luar, sampai-sampai mampu melepaskan dengan mudahnya ajaran/ ideologi/ konsepnya sendiri (pribumi) yang telah berurat berakar ke dalam lubuk hati rakyat dan bangsa Nusantara. Dengan kata lain ada kebiasaan yang tidak baik di kalangan elit bahwa mereka itu bosanan (cepat bosan) terhadap miliknya sendiri yang indah itu. Dengan kata lain kaum elit sedikit sekali yang setia terhadap ajaran/ ideologi konsepnya sendiri.
b. Terasa tidak ada kebiasaan menerapkan sistem check and balance (kontrol keseimbangan) di antara raja dan kalangan elit di sekitarnya di satu pihak, serta antara kalangan kerajaan dan kalangan rakyat di lain pihak Rakyat nampaknya hanya dianggap sebagai patung-patung yang tidak tahu apa-apa sedangkan kerajaan menganggap dirinya sebagai kalangan yang memiliki kekuasaan tertinggi tanpa kontrol.
Secara umum bangsa Indonesia yang majemuk memiliki misi yang sama, karena bangsa-bangsa Nusantara hidup di atas landasan dasar yang sama yaitu KeTuhanan Yang Maha Esa. Wujudnya mereka hidup menggunakan jalan agama atau jalan kebudayaan, yang bersumber dari nilai-nilai KeTuhanan Yang Maha Esa. Karena Tuhan Yang Maha Esa itu mempunyai sifat hanya satu, yaitu yang baik-baik maka barang siapa memiliki sifat satu, ia didalam dirinya bersemayam sifat KeTuhanan Yang Maha Esa.
B. Penjajahan Barat di Indonesia
Letak wilayah Indonesia yang berada di persimpangan antara benua Asia dan Australia serta kekayaan alam terutama rempah-rempah mengundang bangsa-bangsa Barat (Eropah) untuk datang mengambil dan membawanya ke Eropah sebagai bahan yang di perdagangkan.
Pada mulanya kedatangan bangsa Eropah hanya untuk melakukan perdagangan seperti yang dilakukan perseroan dagang partikelir VOC namun kemudian setelah datangnya bangsa Belanda sedikit demi sedikit daerah-daerah Indonesia di jajah. Dengan adanya usaha untuk menjajah tersebut, bangsa Indonesia berusaha untuk melawan dan mengusirnya. Perlawanan tersebut seperti perang Aceh, Perang Diponogoro, Perang Banten, Perang Banjar, Perang Bali dsb.
Perlawanan tersebut berakhir dengan kekalahan bangsa Indonesia yang disebabkan antara lain:
a. Lemahnya persatuan dan kesatuaan;
b. Perlawanan yang dilakukan bersifat lokal:
c. Persenjataan yang sederhana;
d. Organisasi yang lemah.
Disamping itu kaum penjajah juga mengunakan politik "devide et impera" (politik pecah belah) atau dengan istilah lain politik belah bambu. Meskipun demikian bangsa Indonesia selalu berusaha untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan dengan
melakukan perlawanan.
Dalam sejarah perkembangan berikutnya bangkit dan tumbuh kesadaran kebangsaan, perjuangan yang bersifat nasional yaitu perjuangan yang berlandasan persatuan dan kesatuan bangsa. Kesadaran kebangsaan tersebut ditandai dengan lahirnya "Pergerakan Budi Utomo" Pada tanggal 20 mei 1908. Lahirnya pergerakan ini merupakan tonggak awal sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang bersifat nasional. Karena itu pada tanggal 20 Mei di peringati sebagai hari kebangkitan nasional".
Setelah itu bangkitlah gerakan-gerakan kebangsaan lain di bidang politik, ekonomi, pendidikan, agama, kepemudaan, kewanitaan dan Iain-lain.
Pergerakan-pergerakan tersebut semuanya bertujuan ingin melepaskan bangsa Indonesia dari penjajahan dan mewujudkan Indonesia yang merdeka.
Tekad perjuangan kemerdekaan itu lebih tegas lagi dengan lahirnya "Sumpah Pemuda" pada tanggal 28 Oktober 1928 dengan ikrar "satu nusa, satu bangsa dan menjunjung bahasa persatuaan bahasa Indonesia".
C. Penjajahan Jepang
Terjadinya Perang Dunia II tahun 1942 tentara jepang dengan cepat menduduki dan menguasai negara seperti Filipina, Singapura, Indonesia dan Iain-lain. Kedatangan tentara Jepang disambut dengan gembira oleh bangsa Indonesia dengan harapan agar dapat membantu bangsa Indonesia lepas dari penjajahan. Apa yang diharapkan ternyata tindakan tentara jepang lebih kejam dan sewenang-wenang, sehinga rakyat Indonesia sangat menderita.
Di dalam peperangan, bala tentara Jepang menghadapi sekutu mengalami kekalahan, sehinga pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia membujuk pimpinan-pimpinan bangsa Indonesia untuk bekerja sama dalam rangka menghadapi tentara sekutu dengan dalil/ semboyan "Asia untuk Asia". Kesempatan yang baik itu disambut untuk menggalang persatuan Bangsa, dan menyiapkan rakyat untuk perjuangan.
Para pemimpin bangsa Indonesia saat itu rnendesak Pemerintah Jepang agar segera memerdekakan Indonesia. Sebagai wujud nyata dari Jepang yang menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia maka pada tanggal 29 April 1945 dibentuklah suatu Badan yang di beri nama "DOKURITZU ZYUNBI TYOOSAKAI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan; Kemerdekaan Indonesia) disingkat BPUPKI. Pimpinan keanggotaan Badan ini terdiri dari:
Ketua : Dr.K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
Wakil Ketua I : Ichibangase (dari bangsa Jepang)
Wakil Ketua II : Raden Panji Suroso Anggota-anggotanya berjumlah 60 orang.
Badan ini di lantik/ diresmikan pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa.
a. Masa sidang I, pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni l945.
b. Masa sidang II, pada tanggal 10 juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Tugas BPUPKI adalah menyelidiki dan mempersiapkan hal-hal mengenai kemerdekaan Indonesia dan menyusun pelbagai rencana kerja.
Setelah dilantik dan diresmikannya badan ini telah melakukan dua masa persidangan, yaitu :
Pada salah satu sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 sidang ke-4 telah dibahas tentang dasar-dasar Negara Indonesia Merdeka. Dalam sidang tersebut salah seorang anggota BPUPKI, yaitu Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya yang pada intinya mengusulkan dan menegaskan Dasar Negara Indonesia Merdeka; Ir. Soekarno dalam pidatonya tersebut menegaskan tentang pentingnya "persatuaan" baik pada saat-saat perjuangan mencapai kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan tercapai.
Disamping itu menegaskan pula bahwa "Kemerdekaan" adalah jembatan emas untuk mencapai tujuan bangsa. Selanjutya beliau menyatakan bahwa kita tak perlu menunggu banyaknya orang-orang cerdik dan pandai, kita tidak periu menunggu sampai lengkapnya alat-alat negara. Tetapi Kemerdekaan politik itulah yang harus lebih dahulu kita miliki dan kemudian secara bertahap kita lengkapi dan kita sempurnakan.
Dasar negara yang hendak kita buat harus mencerminkan kepribadian Indonesia dan dapat mempersatukan seluruh bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, aliran, agama dan golongan penduduk.
Dalam pidato Ir. Soekarno tersebut beliau mengemukakan dan mengusulkan lima prinsip (asas) yang baik dijadikan sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka, yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. KeTuhanan
Lima prinsip (asas) yang diajukan tersebut selanjutya diusulkan pula oleh beliau dengan nama "PANCASILA". Nama tersebut beliau berikan atas saran/ petunjuk seorang ahli bahasa Indonesia.
Panca artinya lima, sila artinya dasar/asas, jadi Pancasila artinya "lima dasar/asas". Diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia yang Merdeka.
C.S.T. Kansil mengemukakan bahwa prinsip yang dinamakan Pancasila itu sebenarya telah ada di dalam jiwa dan kalbu rakyat Indonesia berabad-abad lamanya. Ir.Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 hanyalah sebagai perumus dan pengutara atau panggali dimana nilai-nilai Pancasila itu telah berurat berakar di jiwa bangsa Indonesia.
Pancasila yang diusulkan pada tanggal 1 Juni 1945 dan diterima oleh BPUPKI dan pada tanggal tersebut oleh Prof AG. Pringgodigdo dianggap sebagai lahirnya pemakaian istilah Pancasila.
Istilah Pancasila pertama kali dapat kita lihat di dalam buku Sutasoma yang di karang oleh "MPU TANTULAR" pada masa kerajaan Majapahit abad ke 14 M. Dalam buku tersebut istilah pancasila diartikan sebagai perintah kesusilaan yang lima jumlahnya.
1. Larangan melakukan kekerasan;
2. Larangan mencuri;
3. Larangan berjiwa dengki;
4. Larangan berbohong dan
5. Larangan mabuk-mabukan.
Selanjutya istilah "Sila" diartikan sebagai aturan yang ,, melatar belakangi perilaku seseorang atau bangsa, kelakuan/ perbuatan yang menurut abad (sopan santun) ; dasar, adab, akhlak, moral.
Prof, Mr. Muhammad Yamin di depan sidang tahap I, hari pertama, tanggal 29 Mei 1945 BPUPKI telah : mengucapkan pidato. yang berjudul "Asas dan Dasar, Negara Kebangsaan RI", yang isinya antara lain menganjurkan asas dan dasar Negara Kebangsaan RI yang terdiri dari:
1. Peri Kebangsaan;
2. Peri Kemanusiaan;
3. Peri Ke-Tuhanan;
4. Peri Kerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
Menurut Prof. Mr. Muhammad Yamin, sejak abad XIV istilah Pancasila sudah di pakai di Indonesia.
Pancasila mempunyai dua pengertian:
1. Pancasila dengan huruf (i) biasa, artinya "berbatu sendi yang lima:
2. Pancasila dengan huruf (i) yang panjang, bermakna (lima) peraturan tingkah laku yang penting.
Kata "Sila" yang ditambah awalan "ke" dari akhiraan "an" menjadi "kesulitan" mengandung pengertian "tingkah laku yang senonoh" (baik/bagus). Dengan demikian "Pancasila" mengandung makna "lima tingkah laku yang baik/bagus".
Pada sidang hari ketiga tanggal 31 Mei 1945 Prof. Mr, Soepomo dalam pidatonya menyampaikah usul 5 dasar Negara. Lima dasar tersebut adalah:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat.

Teman-teman yang mendukung, yaitu :