Sexy Banget

Tampilkan postingan dengan label Filsafat.ibnu sina. pemikiran . paham-paham ibnu sina. pemikitan ibnu sina.. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Filsafat.ibnu sina. pemikiran . paham-paham ibnu sina. pemikitan ibnu sina.. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Maret 2016

OKSIDENTALISME


OKSIDENTALISME
Pengertian :
Oksidentalisme adalah kajian kebaratan atau suatu kajian komprehensif dengan meneliti dan merangkum semua aspek kehidupan masyarakat Barat.                    
Walau istilah oksidentalisme adalah antonim dari Oreantalisme, tapi di sini ada perbedaan lain, oksidentalisme tidak memiliki tujuan hegemoni dan dominasi sebagaimana orientalisme. Tetapi, para oksidentalis hanya ingin merebut kembali ego Timur yang telah dibentuk dan direbut Barat.
1.      Oksidentalisme merupakan arah kajian baru dalam menghadapi hegemoni keilmuan barat. Istilah yang ditenarkan oleh Hassan Hanafi ini berusaha mengkaji barat dalam kacamata timur, sehingga ada keseimbangan dalam proses pembelajaran antara kulon dan wetan.
  1. Latar belakang :
Dorongan melakukan kajian budaya Barat itu ada dalam dua arah: pertama,untuk memahami secara kritis budaya Barat itu sendiri, dan kedua, untukmembantu menghilangkan situasi saling salah paham antara Barat danTimur.
Tujuan :
Untuk mempelajari akar kemajuan bangsa-bangsa barat, memfilternya dan menerapkanya di dunia timur hingga timur keluar dari keterbelakangannya. Selain itu Oksidentalisme diharapkan mampu menghilangkan kecurigaan yang tidak mendasar terhadap barat yang terus mengendap dipikiran orang timur.
Signifikansi Oksidentalisme :
1.      Globalisasi
  1. Kebutuhan setiap agama
Metode :
1.      Dengan pendekatan ilmiah        ( historis, arkeologis, filologis, sosiologis, fenomenologis, dll )
  1. Dengan pendekatn doktriner / dogmatis.
            Kedua pendekatan tersebut dikenal dengan religio-scientific / scientific-cum-doktriner / ilmiah-agamis.
ISLAM DI MATA PAKAR YAHUDI
1. SOLOMON DAVID GOITEIN
- Seorang ketua jurusan Ketimuran ( The School of Oriental Studies ) pada Univ.Hebrew di Jerussalem.
            - Seorang Oriental Yahudi terkemuka di Israel.
- Bukunya berjudul : Jews and Arab : Their Contact Through the Age, ( New York : Scholen Book, 1955 )
Beberapa pendapatnya tentang Islam :
1.      Awalnya dia menolak mitos yang mengatakan bahwa bangsa Yahudi pada mulanya berasal dari suku Arab.
  1. Bagi Goitein Islam adalah imitasi dari Yahudi.
  2. Bahkan ia selalu menghimbau kepada setiap pengkaji Islam agar menerima asumsi tentang imitasi tersebut, dengan beberapa alasan :
1. Sebagian besar kesalehan monastik yang tercakup dalam al-Qur’an dalam beberapa bentuk sudah ada pada agama Yahudi seperti : berzikir dan berdo’a yang disebut beberapa kali dalam Zabur dan memainkan peran sangat penting, bersujud adalah ciri utama peribadatan Yahudi sampai abad ke-2.
2. Dengan membandingkan antara agama Yahudi Rabbinik yang berdasarkan kitab Talmud, dengan Islam klasik di kalangan fuqaha ortodok, banyak fakta mengejutkan dari kesamaan sistem dan kemiripan dari kedua agama tersebut, yaitu :
-          Adanya hukum dari Tuhan yang mengatur secara rinci semua aspek kehidupan. Dalam Yahudi disebut dengan halakha yang dalam bahasa Arab disebut dengan syari’ah.
-          Hukum agama juga ada yang bersumber dari tradisi lisan (hadist), yang secara otoritatif melengkapi dan menafsirkan hukum tertulis.
-          Tradisi lisan tersebut terbagi kepada dua, yang bercorak hukum dan moral.
-          Syari’ah dan Halakha dikembangkan oleh kelompok ulama yang bebas dan tidak terorganisasikan.
-          Dalam Islam dan Yahudi dikenal sistem mazhab.
-          Penalaran logik yang diterapkan dalam pengembangan agama keduanya secara garis besar identik.
-          Bagi kedua agama, kajian terhadap hal yang menyangkut hukum dinilai sebagai ibadah.
-          Hukum agama di kalangan muslim berkembang terutama di Irak, sebelumnya adalah tempat pusat kajian agama Yahudi yang ternama.

Terlepas dari apa yang disebutkan di atas, pertempuran-pertempuran yang terjadi dan dengan mudah dimenangkan Muhammad saw, menurut Goitein telah ditetapkan berabad-abad sebelumnya di bukit Judea
            Dalam bukunya tersebut, ia juga dengan terus terang mengakui keberadaan Yahudi di bawah kekuasaan Muslim justru lebih baik dibandingkan kaum Yahudi di Eropa, hal ini men.nya karena Islam mengatur cara bersikap dengan kaum minoritas, walaupun ia belum puas dengan prinsip tersebut, ia masih mengutuk sikap negara-negara Islam karena ia merasa bangsa Yahudi belum merasakan keadilan secara hukum perdata.
2. Moritz Steinschneider
            Adalah seorang Yahudi kelahiran Jerman, menulis buku “Introduction to the Arabic Literature of the Jews”.
            Beberapa pendapatnya :         
1.Simbiosis Yahudi-Jerman dengan Yahudi-Arab sama-sama mempunyai arti penting, tetapi simbiosis Yahudi-Arab lebih berpengaruh besar karena keduanya saling mempengaruhi.
2.Islam berasal dari agama Yahudi, Islam adalah pembaharuan dan pengembangan dari Yahudi, sebagaimana bahasa Arab yang erat kaitannya dengan bahasa Ibrani.
3. Herman Cohen
            Seorang Yahudi yang menulis dengan bahasa Jerman pada abad 19-20 dalam bukunya “Germanism and Judaism” . Ia berpendapat, belum pernah terjadi suatu simbiosis yang begitu dekat dan bermanfaat seperti simbiosis Yahudi-Arab pada abad pertengahan.

Rabu, 04 Januari 2012

pemikiran Ibnu sina

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam banyak hal unik, sedang diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu - satunya filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan,
sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku-buku yang khusus untuk soal - soal
kejiwaan ataupun buku-buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Memang tidak sukar untuk mencari unsur-unsur pikiran yang membentuk teorinya
tentang kejiwaan, seperti pikiran-piiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama
pikiran- pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal
ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran-
pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan
metafisika.








BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Sina
Nama lengkap Abu Ali Al-Husain ibn Abdullah ibn Ali ibn Sina. Nama pendeknya Abu Ali. Juga dikenal sebagai Asy-Syaikh Ar-Rais. Barangkali gelar-gelarnya, guru besarnya, guru besar dan kepala, menuju kepada status terkemukanya dalam mengajar dan posisinya yang tinggi sebagai wajir. Ibnu Sina lahir di Afshanah [desa kecil dekat Bukhara, Ibukota Dinasti Samaniayah dimana ayahnya seorang gubernur Kharmayathnah (Bukhara)].
Kehebatan As-Sina tidak lepas dari perjalanan intelektualnya semasa hidup. Pada usia yang masih sangat belia, Ibnu Sina sudah berkenalan dengan ajaran religius, fisafat dan ilmiah. Misalnya, ia sudah diperkenalkan dengan Rasa’il (jamak dari risalah) Ikwan Ash-Shafa’ dan Isma’iliyyah oleh ayahnya, yang merupakan sekte tersebut. Ia juga sudah dikenalkan dengan doktrin sunni, karna guru Fiqihnya, yaitu Isma’il Al-Zahid adalah seorang sunni dan tentu saja doktrin syi’ah dua belas imam. Disamping itu, kepadanya telah ditanamkan pula dasar-dasar logika, geometrid an astronomi oleh gurunya yang lain, An-Natili.
B. Karya-Karya Ibnu Sina
Jumlah karya yang ditulis Ibnu Sina (diperkirakan antara 100 sampai 250 buah judul). Kwalitas karya dan keterlibatannya dalam dalam praktek kedokteran, mengajar dan politik, semuanya menunjukan tingkat kemampuan yang luar biasa.
Di antara karya- karya terpenting Ibnu Sina yang sudah dikenal didunia Islam, di antaranya adalah:


a. Al-Qanun fi Ath-Thibb
kitab ini di anggap sebagai sumber medis paling penting, baik dari Timur maupun di Barat selama lima abad [yaitu, hingga awal abad ke-11 H/ke-17 M], dan tetap jadi sumber utama kedokteran Islam yang di praktekan dimana-mana, bahkan hingga kini.
b. Asy-Syifa’
Ini merupakan karya Ibnu Sina yang paling detail, dikelompokan jadi empat topik: logika, fisika, matematika, dan metafisika.
c. An-Najah
Yakni sebagai ringkasan Asy-Syifa’, juga terdiri atas empat bagian. Logika, fisika dan metafisika. Dalam karya ini dipersiapkan sendiri oleh Ibnu Sina dan matematika oleh Al-Jurjani.
d. ‘Uyun Al-Hikmah,
Yang juaga dikenal sebagai Al-Mujaz, agaknya dimaksudkan untuk pengajaran logika, fisika dan metafisika di kelas. Ini terbukti dari kesederhanaan, kejelasan dan kelugasan paparannya.
e. Danisynama-yi Ala’i
Juga terdiri atas empat bagian, dan sangat penting mengingat ia merupakan dalam karya filsafat peripatetik Islam pertama dalam bahasa Persia.
f. Al- Isyarat wa At-Tanbihat
Merupakan karya filsafat Ibnu Sina termatang dan terkoprehensif, yamg juga terdiri atas logika , fisika dan metafisika. Karya ini ditutup dengan pembahasan mistisisme,
suatu uraian yang mungkin lebih tepat diklasifikasikan kedalam etika-ditinjau dari segi sufinya daripada metafisika.

C. Filsafat Jiwa Ibnu Sina
Memang tidak sukar untuk mencari unsur - unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran-piiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama pikiran- pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran - pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika.
Dalam segi fisika, ia banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh oleh pembahasan lapangan kedokteran. Dalam segi metafisika terdapat kedalaman dan pembaharuan yang menyebabkan dia mendekati pendapat-pendapat filosof modern.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia pikir Arab sejak abad ke sepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 M, terutama pada Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon dan Dun Scot
Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang jiwa. Sebagaimana Al-Farabi, ia juga menganut faham pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaekat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.
Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya atau necessary by virtual of the necessary being and possible in essence. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya
Dari pemkiran tentang Tuhan timbul akal - akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa - jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul di langit. Jiwa manusia sebagaimana jiwa - jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah Bulan, memancar dari akal ke sepuluh.
Segi - segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua segi yaitu :
a. Segi fisika yang membicarakan tentang macam - macamnya jiwa (jiwa tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Pembahasan kebaikan - kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain - lain dan pembahasan lain yang biasa termasuk dalam pengertian ilmu jiwa yang sebenarnya.
b. Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian jiwa. Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bahagian :
1. Jiwa tumbuh-tumbuhan, dengan daya - daya :
a. Makan (nutrition)
b. Tumbuh (growth)
c. Berkembang biak (reproduction)
2. Jiwa binatang, dengan daya - daya :
a. Gerak (locomotion)
b. Menangkap (perception) dengan dua bagian :
- Menagkap dari luar dengan panca indera
- Menangkap dari dalam dengan indera - indera dalam.
c. Indera bersama yang menerima segala apa yang ditangkap oleh panca indera
d. Representasi yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indera bersama
e. Imaginasi yang dapat menyusun apa yang disimpan dalam representasi
f. Estimasi yang dapat menangkap hal - hal abstraks yang terlepas dari materi umpamanya keharusan lari bagi kambing dari anjing serigala.
g. Rekoleksi yang menyimpan hal - hal abstrak yang diterima oleh estimasi.
3. Jiwa manusia, dengan daya - daya :
a. Praktis yang hubungannya dengan badanTeoritis yang hubungannya adalah dengan hal
b. hal abstrak. Daya ini mempunyai tingkatan :

- Akal materiil yang semata - mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.
- Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal - hal abstrak.
- Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal - hal abstrak.
- Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal - hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya
Sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam jiwa tumbuh- tumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada dirinya, maka orang itu dapat menyerupai binatang, tetapi jika jiwa manuisa yang mempunyai pengaruh atas dirinya, maka orang itu dekat menyerupai malaekat dan dekat dengan kesempurnaan.
Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi - fungsi fisik, dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.
Menurut Ibnu Sina ada beberapa hal yang berkenaan dengan pembuktikan bahwa jiwa itu benar-benar ada, sehingga Ibnu Sina mengemukakan bahwasanya ada empat dalil yang beliau ungkapkan tentang hal-hal yang melatar belakangi pendapat-pendapat beliau tentang masalah jiwa, yakni:
1. Dalil Alam Kejiwaan
Pada diri kita ada peristiwa yang tidak mungkin di tafsirkan kecuali sesudah mengakui adanya jiwa. Peristiwa-peristiwa tersebut adalah gerak dan pengenalan (idrak, pengetahuan).
Gerak ada dua macam yaitu :
a. Gerak paksaan (harakah qahriah) yang timbul sebagai akibat dorongan dari luar dan yang menimpa sesuatu benda kemudian menggerakkannya.
b. Gerak bukan paksaan, dan gerak ini terbagi menjadi dua yaitu :
- Gerak sesuai dengan ketentuan hukum alam, seperti jatuhnya batu dari atas ke bawah.
- Gerak yang terjadi dengan melawan hukum alam, seperti manusia yang berjalan di bumi, sdang berat badannya seharusnya menyebabkan ia diam, atau seperti burung yang terbang menjulang di udara, yang seharusnya jatuh (tetap) di sarangnya di atas bumi. Gerak yang berlawanan dengan ketentuan alam tersebut menghendaki adanya penggerak khusus yang melebihi unsur-unsur benda yang bergerak. Penggerak tersebut ialah jiwa.
Pengenalan (pengetahuan) tidak dimiliki oleh semua mahluk, tetapi hanya di miliki oleh sebagiannya. Yang memiliki pengenalan ini menunjukkan adanya kekuatan- kekuatan lain yang tidak terdapat pada lainnya. Begitulah isi dalil natural-psikologi dari Ibnu Sina yang didasarkan atas buku De Anima (Jiwa) dan Physics, kedua-duanya dari Aristoteles.
Namun dalil Ibnu Sina tersebut banyak berisi kelemahan-kelemahan antara lain bahwa natural (physic) pada dalil tersebut dihalalkan. Dalil tersebut baru mempunyai nilai kalau sekurangnya benda-benda tersebut hanya terdiri dari unsure-unsur yang satu maca, sedang benda-benda tersebut sebenarnya berbeda susunannya (unsure-unsurnya). Oleh karena itu maka tidak ada keberatannya untuk mengatakan bahwa benda-benda yang bergerak melawan ketentuan alam berjalan sesuai dengan tabiatnya yang khas dan berisi unsur-unsur yang memungkinkan ia bergerak. Sekarang ini banyak alat-alat (mesin) yang bergerak dengan gerak yang berlawanan dengan hukum alam, namun seorang pun tidak mengira bahwa alat-alat (mesin-mesin) terseut berisi jiwa atau kekuatan lain yang tidak terlihat dan yang menggerakkannya.
Nampaknya Ibnu Sina sendiri menyadari kelemahan dalil tersebut. Oleh karena itu dalam kitab – kitab yang dikarang pada masa kematangan ilmunya, seperti al-syifa dan al-Isyarat, dalil tersebut disebutkan sambil lalu saja, dan ia lebih mengutamakan dalil-dalil yang didasarkan atas segi-segi pikiran dan jiwa, yang merupakan genitalianya Ibnu sina.
2. Dalil Aku dan Kesatuan Gejala Kejiwaan.
Menurut Ibnu Sina apabila seorang sedang membicarakan tentang dirinya atau mengajak bicara kepada orang lain, maka yang dimaksudkan ialah jiwanya, bukan badannya. Jadi ketika kita mengatakan saya keluar atau saya tidur, maka bukan gerak kaki, atau pemejaman mata yang dimaksudkan, tetapi hakikat kita dan seluruh pribadi kita.
3. Dalil Kelangsungan (kontinuitas).
Dalil ini mengatakan bahwa masa kita yang sekarang berisi juga masa lampau dan masa depan. Kehidupan rohani kita pada pagi ini ada hubungannya dengan kehidupan kita yang kemarin, dan hubungan ini tidak terputus oleh tidur kita, bahkan juga ada hubngannya dengan kehidupan kita yang terjadi beberapa tahun yang telah lewat. Kalau kita ini bergerak dalam mengalami perubahan, maka gerakan-gerakan dan perubahan tersebut bertalian satu sama lain dan berangkai-rangkai pula. Pertalian dan perangkaian ini bisa terjadi karena peristiwa-peristiwa jiwa merupakan limphan dari sumber yang satu dan beredar sekitar titik tarik yang tetap.
Ibnu Sina dengan dalil kelangsungan tersebut telah membuka ciri kehidupan pikiran yang paling khas dan mencerminkan penyelidikan dan pembahasannya yang mendalam, bahkan telah mendahului masanya beberapa abad, karena pendapatnya tersebut dipegangi oleh ilmu jiwa modern dan telah mendekati tokoh-tokoh pikir masa sekarang.
4. Dalil Orang Terbang atau Tergantung di Udara.
Dalil ini adalah yang terindah dari Ibnu Sina dan yang paling jelas menunjukkan daya kreasinya. Meskipun dalil tersebut didasarkan atas perkiraan dan khayalan, namun tidak mengurangi kemampuannya untuk memberikan keyakinan. Dalil tersebut mengatakan sebagai berikut : “Andaikan ada seseorang yang mempunyai kekuatan yang penuh, baik akal maupun jasmani, kemudian ia menutup matanya sehingga tak dapat melihat sama sekali apa yang ada di sekelilingnya kemudian ia diletakkan di udara atau dalam kekosongan, sehingga ia tidak merasakan sesuatu persentuhan atau bentrokan atau perlawanan, dan anggota-anggota badannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak sampai saling bersentuhan atau bertemu. Meskipun ini semua terjadi namun orang tersebut tidak akan ragu-ragu bahwa dirinya itu ada, meskipun ia sukar dapat menetapkan wujud salah satu bagian badannya. Bahkan ia boleh jadi tidak mempunyai pikiran sama sekali tentang badan, sedang wujud yang digambarkannya adalah wujud yang tidak mempunyai tempat, atau panjang, lebar dan dalam (tiga dimensi). Kalau pada saat tersebut ia mengkhayalkan (memperkirakan) ada tangan dan kakinya. Dengan demikian maka penetapan tentang wujud dirinya, tidak timbul dari indera atau melalui badan seluruhnya, melainkan dari sumber lain yang berbeda sama sekali dengan badan yaitu jiwa.
Dalil Ibnu Sina tersebut seperti halnya dengan dalil Descartes, didasarkan atas suatu hipotesa, bahwa pengenalan yang berbeda-beda mengharuskan adanya perkara- perkara yang berbeda-beda pula. Seseorang dapat melepaskan dirinya dari segala sesuatu, kecuali dari jiwanya yang menjadi dasar kepribadian dan dzatnya sendiri. Kalau kebenaran sesuatu dalam alam ini kita ketahui dengan adanya perantara (tidak langsung), maka satu kebenaran saja yang kita ketahui dengan langsung, yaitu jiwa dan kita tidak bisa meragukan tentang wujudnya, meskipun sebentar saja, karena pekerjaan-pekerjaan jiwa selamanya menyaksikan adanya jiwa tersebut.

BAB III
SIMPULAN
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan,
sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku-buku yang khusus untuk soal-soal
kejiwaan ataupun buku-buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Memang tidak sukar untuk mencari unsur-unsur pikiran yang membentuk teorinya
tentang kejiwaan, seperti pikiran-piiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama
pikiran-pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal
ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran-
pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan
metafisika.
Dalam segi fisika, ia banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh Oleh pembahasan lapangan kedokteran. Dalam segi metafisika terdapat kedalaman dan pembaharuan yang menyebabkan dia mendekati pendapat - pendapat filosof modern.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia piker Arab sejak abad ke sepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 M, terutama pada
Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon dan Dun Scot.
Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang
jiwa.Sebagaimana Al-Farabi,iajuga menganut faham pancaran. Dari Tuhan memancar
akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian
seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar
segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah
malaekat.


DAFTAR PUSTAKA

http://nurulwatoni.tripod.com/FILSAFAT_IBNU_SINA.htm
http://asmakulo.blogspot.com/2010/09/filsafat-jiwa-ibnu-sina.html
Supriyadi Dedi, Pengantar Filsafat Islam, Bndung, CV. Pustaka Setia, 2010

Teman-teman yang mendukung, yaitu :