Sexy Banget

Minggu, 19 Desember 2010

Kepercayaan Masyarakat Banjar


A. Pendahuluan
Pengakuan bahwa religi suatu sistem, berarti religi itu terdiri dari bagian-bagian yang behubungan satu sama lain, dan masing-masing bagia merupakan satu sistem tersendiri. Apabilakita berbicara tentang sistem kepercayaan, maka yang dimaksud ialah seluruh kepercayaan atau keyakinan yang dianut oleh seseorang atau kesatuan sosial. Kesatuan social itu dapat berwujud suatu masyarakat dalam arti luas, tetapi dapa pula berwujud satu kelompok kekerabatan yang relatif kecil, dalam hal ini Bubuhan dalam masyarakat Banja, atau bahkan keluarga batih semata-mata, dan dapat pula berwujud suatu masyarakat daerah lingkungan tertentu. Pengkatagorian atas berbagai-bagai system kepercayaan yang ada dalam masyarakat Banjar sedikit banyak berdasarkan atas kesatuan-kesatuan sosial yang menganutnya.
B. Perkembangan Agama Atau Kepercayaan Dalam Masyarakat Banjar
Bentuk-bentuk kepercayaan dan praktek-praktek keagamaan yang bagaimana yang dianut oleh nenek-nenek moyang orang Banjar tatkala mereka mula-mula menetap di sini, sulit mencari keterangan dan bukti yang akurat untuk mengutarkan asal-usul agama dalam suku Banjar.barangkali aspek religius dari kehidupan masyarakat Bukit yang mendiami pegunungan Merartus adalah merupakan sisa-sisa yang masih tertinggal (survivals) dari kepercayaan mereka itu. Tentu saja dengan mengingart pengaruh dari agama Hindu dan Islam. Mungkin pula religi nenek moyang orang Banjar pada zaman purba itu dapat ditelusuri di kalangan suku Murba yang hidup di daerah Sumatera (Riau dan Jambi) dan Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia Barat) pada saat ini. Dengan demikian kita bias memperkirakan bahwa religi mereka berdasarkan pemujaan nenek moyang dan adanya makhluk-makhluk halusdi sekitar mereka (animisme). Mungkin bentuk-bentuk pemujaan nenek moyang dan aspek-aspek animisme dari kegidupan keagamaan masyarakat Banjar, yang kadang-kadang masih muncul, adalah sisa-sisa dari agama mereka dahulu kala.
Tentang agama yang dianut oleh raja-raja cikal bakal sultan-sultan Banjar, Hikayat Banjar mungkin dapat dijadikan landasan. Empu Jatmika pada waktu mendirikan keraton Negaradipa konon menyuruh pula membangun candi, yang dinamakan “candi Agung”, yang bekas-bekasnya masih ada di kota Amuntai, tidak jauh dari pertemuan sungai Balangan dan Tabalong.
Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa agama yang dianut di Negaradipa dan demikian pula agaknya di Negaradaha, ialah salah satu bentuk agama Syiwa, mungkin sekali dalam bentuk sinkretisme syiwa Budha. Pengaruh ini intensif, menurut salah satu peneliti sejarah budaya Banjar hanya terbatas dalam lingkungan Keratondan keluarga bangsawan atau pembesar-pembesar kerajaan, dan hanya berkenaan dengan daerah ibukota lalawangan (mungkin setingkat kabupaten Jawa).
Sejak pangeran Samudera dinobatkan sebagai sultan Suriansyah di Banjarmasin, yaitu kira-kira 400 tahun yang lalu, Islam telah menjadi agama resmi kerajaan menggantikan agama Hindu. Dan agaknya perubahan agama istana Hindu menjadi Islam dipandang oleh rakyat awam sebagai hal yang sewajarnya saja, dan tidak perlu mengubah loyalitas mereka. Sejak masa Suriansyah proses islamisasi berjalan cepat, sehingga dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama, yaitu sekitar pertengahan abad-18 atau bahkan sebelumnya, Islam sudah menjadi identitas oaring Banjar.
Sebagaimana nama-nama atau barangkali lebih baik gelar-gelar bagi dewa tertinggi itu memperlihatkan adanya pengaruh Hindu dan Islam., dan sebagian lagi membayangkannya sebagai nenek moyang.
Agama Kristen mulai diperkenalkan sekitar tahun 1688 oleh seorang pastor Portugi, namun penyebaran agam Kristen secara intensif dilakukan di kalangan orang Dayak di kawasan ini oleh kegiatan zending sejak tahun 1688. orang-orang Dayak sasaran khususnya ialah yang bertempat tinggal di (propinsi) Kalimantan Tengah, sedangkan orang-orang Bukit baru terjamah oleh kegiatan pengkristenan pada permulaan abad ini.
Feuilletau de Bruyn melaporkan ditemukannya sekitar 200 orang Kristen di kalangan orang Manyan di sekitar kota Tanjung, yang tersebar dalam beberapa kampung, sedangkan beberapa penganut Kristen di Labuhan pada waktu itu tidak diperoleh sesuatu keterangan.
Setelah menceritakan tentang sultan Suriansyah, selaku sultan Banjar pertama yang menganut agama Islam, Hikayat Banjartidak menyinggung-nyinggung lagi bagaimana proses islami selanjutnya atau bagaimana pengaruh Islam terhadap pemerintahan dan kehidupan sehari-hari, selain menyebut beberapa jabatan agama, yaitu panghulu, chalifah dan chatib.
Mungkin perkembangan jabatan-jabatan agama dari yang tertinggi di ibukota kesultanan sampai yang terendah di kampong-kampung adalah atas pengaruh syekh Muhammmad Arsyad al Banjari. Pengaruh beliau terhadap pelaksanaan sehari-hari di kehidupan keagamaan orang Banjar cukup besar. Karya yang konon didasarkan atas ajaran beliau, yaitu kitab perukuna, sejak lama sekali, bahakn sampai sekarang masih, merupakan kitab pegangan bagi sebagian besar ummat Islam di Banjar, bahkan juga di daerah-daerah lainnya di Indinesia.
C. Kepercayaan Dan Keyakinan Di Masyarakat Banjar
Kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam bukanlah satu-satunya keperyacaan religius yang dianut masyarakat Banjar, sistem ritus dan system upacara yang diajarkan Islam bukanlah satu-satunya sistem upacara yang dilakukan. Keseluruhan kepercayaan yang dianut orang Banjar penulis sejarah bedakan menjadi tiga katagori. Yang pertama ialah kepercayaan yang bersumber dari ajaran Islam. Isi kepercayaan ini tergambar dari rukun iman yang ke enam. Yang harus disebutkan di sini, sehubungan dengan karangan ini, ialah kepercayaan tentang malaikat sebagai makhluk tuhan dengan fungsi-fungsi tertentu. Dan tentang adanya kehidupan sesudah mati atau sesudah hancurnya alam semesta ini ( hari akhirat) selain manusia dan malaikat, masih ada dua jenis makhluk tuhan lai yang termasuk dalam sistem kepercayaan ini dan keduanya memang disebut dalam Al Qur’an, yaitu jin dan setan atau iblis.
Kedua, kepercayaan yang munkin ada kaitannya denga struktur masyarakat Banjar pada zaman dahulu, yaitu setidak-tidaknya pada masa sultan-sultan dan sebelumnya. Orang-orang Banjar pada waktu itu hidup dalam lingkungan keluarga luas, yang dinamakan bubuhan dan juga bertempat tinggal dalam rumah, dan belakangan, dalam lingkungan, bubuhan pula.
Kepercayaan demikian ini selalu disertai dengan keharusan bubuhan melakukan upacara tahunan, yang dinamakan atau lebih baik penulisan kategorikan sebagai aruh tahunan, disertai berbagai keharusan atau tantangan sehubungan dengan kepercayaan itu.
Ketiga, kepercayaan yang berhubungan dengan tafsiran masyarakat atas alam lingkungan sekitarnya, yang mungkin adakalanya berkaitan pula dengan kategori kedua.kepercayaan kategori pertama mungkin lebih baik dinamakan kepercayaan Islam, kategori keduakepercayaan bubuhan dan kategori ketiga kepercayaan lingkungan. Referensi sehubungan denga kepercayaan Islam biasanya diperoleh dari ulama-ulama, kepercayaan bubuhan diperoleh dari tokoh bubuhan dan kepercayaan yang berhubungan dengan tafsiran penduduk terhadap lingkungan alam sekitar (kepercayaan lingkungan) diperoleh dari tabib-tabib, sebutan dukun dalam masyarakat Banjar, atau orang-orang tua tertentu, terutama yang tinggal di lingkungan yang bersangkutan tetapi juga yang bertempat tinggal di luarnya. Masih sehubungan dengan bentuk kepercayaan yang ketiga, kep0ercayaan lingkungan, ialah kepercayaan yang berkenaan dengan isi alam ini.
Di dalam masyarakat berkembang kepercayaan dengan minyak-minyak sakti, yang konon berkhasiat menyebabkan dagangan sipemakainya laku, ia disukai orang, menyembuhkan luka bagaimanapun parahnya, atau kebal terhadap senjata, tetapi di samping itu ada di antara minyak-minyak sakti itu yang berakibat sampingan berupa   menjadi “hantu” setelah matinya kelak, khsusnya berkenaan wanita yang minum minyak kuyang.
Masyarakat Banjar mengembangkan kegiatan berupacara hamper dalam semua bidang kehidupan: yang ia lihat dari sifatnya merupakan pelaksanaan belaka dari kewajiban-kewajiban (dan anjuran-anjuran) yang diajarkan oleh agama Islam, terjadi dalam rangka peralihan tahap-tahap hidup seorang individu, yang berulang tetap sesuai jalannya kelender, dan yang terjadi sewaktu-waktu dirasakan keperluan untuk itu.
D. Penutup
Kepercayaan dan agama yang dianut nenek moyang kita pada zaman dahulu yang berkembang hingga sekarang tidak lepas dari beberapa keyakinan tentang hal yang gaib dan dijadikan ritual penyembahan. Sejak masa syehk Arsyad al Banjari perubahan dan perkembangan agama terjadi khususnya agama Islam sedangkan agama Kristen datang di bawa oleh bangsa Portiugis dan berkembang di masyarakat Banjar sehingga terjadi keragaman agama dalam masyarakat banjar.
DAFTAR PUSTAKA
Daud, Alfani, 1997. Islam Dan Masyarakat Banjar. Jakarta. PT. Raja Grafindo.
Http://www.indomedia.com/bpost/pudak/journal/islam. Htm#1

Studi kepercayaan masyarakat terhadap kekeramatan


A.    Latar belakang masalah
Pengakuan pada religi merupakan suatu sistem, berarti religi itu terdiri dari bagian-bagian yang behubungan satu sama lain, dan masing-masing bagian merupakan satu sistem tersendiri. Apabila  kita berbicara tentang sistem kepercayaan, maka yang dimaksud ialah seluruh kepercayaan atau keyakinan yang di anut oleh seseorang atau kesatuan sosial. Kesatuan sosial itu dapat berwujud suatu masyarakat dalam arti luas, tetapi dapa pula berwujud satu kelompok kekerabatan yang relatif kecil, dalam hal ini Bubuhan dalam masyarakat Banjar, atau bahkan keluarga batih semata-mata, dan dapat pula berwujud suatu masyarakat daerah lingkungan tertentu. Pengkatagorian atas berbagai sistem kepercayaan yang ada dalam masyarakat Banjar sedikit banyak berdasarkan atas kesatuan-kesatuan sosial yang menganutnya.
Kepercayaan dan agama yang di anut nenek moyang pada zaman dahulu yang berkembang hingga sekarang tidak lepas dari beberapa keyakinan tentang hal yang gaib dan dijadikan ritual penyembahan. Sejak masa syehk Arsyad al Banjari perubahan dan perkembangan agama terjadi khususnya agama Islam sedangkan agama Kristen datang di bawa oleh bangsa Portiugis dan berkembang di masyarakat Banjar sehingga terjadi keragaman agama dalam masyarakat banjar.
Fenomena yang merupakan suatu tradisi turun temurun dan sudah berakar kuat di kalangan umat Islam. Meskipun muncul kritikan yang dapat menodai tauhid, tetapi dalam faktanya kegiatan tersebut tidak pernah pudar sama sekali bahkan cenderung makin ramai terutama setelah terbukti. Penelitian lapangan yang mengambil lokasi pada makam di Banjarmasin  ini menyoroti bentuk-bentuk keyakinan dan ritual yang dipraktekkan para peziarah. Kenyataannya, kepercayaan peziarah memang sangatlah mengkeramatkan makam-makam tersebut. Meskipun demikian, kepercayaan tersebut tidak lah tunggal karena sangat tergantung pada pola pikir, pemahaman keagamaan dan tradisi yang melingkupinya.
Manusia dan kelompoknya selalu mempunyai kepercayaan tentang adanya wujud yang Maha Tinggi, dan mereka mengembangkan cara tertentu untuk memuja dan menyembah-Nya sebagai bentuk ekspresi ritualnya. Sementara itu Islam hadir dengan membawa misi tauhid, suatu kepercayaan yang anti mitologi. Tauhid merupakan inti ajaran Islam yang mengajarkan kepada manusia bagaimana berketuhanan yang benar, dan selanjutnya menuntun manusia untuk berkemanusiaan yang benar. Dalam kehidupan sehari-hari, tauhid menjadi pegangan pokok yang membimbing dan mengarahkan manusia untuk bertindak benar, baik dalam hubungan dengan Allah, dengan sesama maupun dengan alam semesta. Menjalankan konsep tauhid secara benar, akan mengantarkan manusia menuju kebebasan asasi yang paling fundamental. Karena watak dasarnya yang anti mitologi (amythical) dan anti sakramentalisme, maka Islam merupakan agama yang bersifat langsung dan lurus, wajar, alami, sederhana dan mudah dipahami. Justru kualitas-kualitas itulah yang menjadi pangkal vitalitas dan dinamika Islam sehingga memiliki daya sebar sendiri yang sangat kuat. Ini juga merupakan penjelasan, mengapa Islam pada awal-awal sejarahnya dengan cepat memperoleh kemenangan spektakuler yang tidak ada bandingannya dalam sejarah agama-agama.
Kepercayaan-kepercayaan tradisional yang lebih dahulu telah berakar-kuat dalam tradisi lokal. Fenomena semacam ini sampai sekarang masih terlihat dalam kehidupan keberagamaan kaum awam. Umumnya mereka selalu menghubungkan keyakinan agama dengan kejadian-kejadian supranatural dari orang-orang yang mereka pandang "suci". Magisme itu timbul karena adanya harapan seseorang akan terjadinya hal-hal luar biasa untuk dirinya atau orang yang dikehendaki, sebagai cara yang tepat untuk memperoleh suatu manfaat semisal kesembuhan, keamanan, kekayaan, dan kekuatan. Kepercayaan tentang mukjizat atau karâmah (Ind: keramat) sebab keduanya diakui adanya dalam agama. Menurut Islam, mukjizat hanyalah terjadi pada diri Nabi, sedangkan karomah hanya terjadi pada wali atau orang-orang khusus. Sebagai suatu bentuk kesempurnaan, mukjizat dan karomah berdiri di atas tiga tonggak; pengetahuan (al-'Ilm), kemampuan (al-Qudrah), dan kemandirian (al-Ghinâ). Namun tidak ada yang bisa memiliki ketiganya itu secara sempurna kecuali hanya Allah swt. Disini terdapat persoalan keyakinan  terhadap kekuatan supra-natural. Dalam banyak fakta, masyarakat melihat bahwa orang-orang tertentu dari kalangan mereka dipandang memiliki suatu kelebihan, baik dalam hal penyembuhan atau kemustajabahan do'anya. Maka ketika tokoh-tokoh ini meninggal, makam atau kuburnya selalu ramai dikunjungi orang dari waktu ke waktu.Tradisi ini sudah turun-temurun dalam waktu lama hingga sulit diperkirakan tahun berapa dimulainya. Tujuan para peziarah mendatangi makam-makam tersebut sangat beragam : ada yang karena ingin kesembuhan dari suatu penyakit, keinginan segera menemukan jodoh, berharap mendapat rezeki melimpah, minta laris usaha perdagangan/bisnis, ingin terbebas dari mara bahaya, dan lain-lain.

Perihal istilah “keramat” sesungguhnya merupakan suatu istilah yang lazim di pakai kalangan masyarakat untuk menyebut hal-hal yang berbau mistis. Terlebih bagi umat Islam yang cukup kaya dengan berbagai pandangan teologis perihal keabsahan suatu karomah. Persoalan kekeramatan ini tidak samata-mata persoalan agama tetapi sekaligus juga berhubungan tradisi dan budaya. Karâmah artinya kemuliaan atau kehormatan dari Allah. Karena karomah merupakan anugerah Ilahi maka klaim kepemilikan manusia tentang hal itu menjadi absurd. Tentang keberadaan berbagai bentuk karomah itu sendiri memang riil (nyata) dan diakui adanya oleh kalangan luas. Tetapi patut di catat, sesuatu yang bersifat supranatural itu ada tiga macam: yang terpuji dalam agama, yang tercela, dan yang netral. Kalau yang netral itu membawa manfaat maka jadilah ia karunia, dan kalau membawa mudharat maka tidak ada gunanya. Dalam hubungan ini Ibnu Taimiyah mengingatkan kita akan pesan yang pernah disampaikan oleh Abu Al-Jauzajani: "Jadilah engkau orang yang mencari istiqamah dan janganlah menuntut karomah. Sebab nafsumu mendorongmu mencari karomah, padahal Tuhanmu menginginkan darimu sikap istiqamah". Berdasarkan penjelasan tersebut, kepercayaan yang benar tentang kekeramatan hakekatnya tergantung pada otentisitas motivasi yang ada pada diri peziarah.
B.     Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana bentuk-bentuk keyakinana masayaraat yang ada di sana ?
2.      Apa saja yang menjadi nilai-nilai yang terkandung di dalam kepercayaan masyarakat terhadap kekeramatan kubur tersebut ?
C.     Tujuan dan  kegunaan penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk dapat mengungkapfkta dan data yang mendalam dan terperinci tentang bentuk-bentuk keyakinan masyarakat disana. Dan nilai-nilai yang terkandung dalam kepercayaan masyarakat terhadap kekeramatan tokoh yang dikubur. Nilai –nilai yang terkandung di sana dapat berupa pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasanserta adat istiadat atau iteka yang berlaku di masyarakat.
Adapun kegunaan penelitian ini pada nantinya dapat digumakan uuntuk daapt memberikan informasi penting yang beharga bagi masyarakat. Dan disampinng  itu hasil penelitian ini dapat dijadikan inspirasi dan masukanbagi semmua kalangan, baik dari pelajar maupun masyarakat pada umumnya.
D.    Metode  penelitian
Menurut S. Margono (2002: 18) penelitian adalah penerapann pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. (
Metode yang digunakan lebih kepada deskriptif-analitis, di sebut deskriptif karena menggambarkanfenomena apa adanya, perkembangan yang terjadi, trend yang mengemuka, dan pendapat yang muncul, baik yang berhubungan masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Teknik utama pengumpulan data adalah dengan observasi dan wawancara mendalam. Dalam hubungan ini terutama dalam wawanncara yang ta-berstruktur dapat lebih bebas dan lebihh leluasa dalam mengungkap keyakinan-keyakinan mereka. Wawancara dapat mengambil sekitar 30 orang sebagai perwakilan dari sekian banyak pengunjung, yang dating kesana yang bertujjuan untuk melakuakan jiarah. Dan kemudian untuk dapat menambah teknik pengumpulan data tersebut juga di perlukan adanya dokomentasi untuk kelengkapan data. Dan berikutnya kemudian dari hasil wawancara tadi kemudian di analisis.
E.     Diskripsi makam
Makam ini terletak di Banjarmasin atau tepatnya pada kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Lokasi makam letaknya gak terpencil tapi masih disekitar jalan utama, yang juga merupakan kawasan pemukiman warga.
            pada makam tersebut tidak di jaga dengan ketat, tetapi masyarakat masih memperhatiakan kondisi makam tersebut dengn melakuakn perawatan.
 Makam yangdikeramatkan in tanpaknya sangat sulit untuk dikethui denbgan lebih jauh karena orang ang mengetahui asal usul dari seorang tokoh yang dikubur pada makam tersebut tanpaknya sangat sulit untuk mencarinya, karena hanya orang-orang tertentu yan dapat mengetahui asal usul dari tokoh tersebut.
Daftar pustaka
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1970
Daud, Alfani, 1997. Islam Dan Masyarakat Banjar. Jakarta.
 PT. Raja Grafindo.
Http://www.indomedia.com/bpost/pudak/journal/islam. Htm#1
http://www.insistnet.com - INSISTS - Institute for The Study of Islamic Thought and PCoivwileizreadtio bny Mambo Generated: 12 November, 2007, 06:36
Azharibrahimalwee, aibrahim@ne.edu.sg
Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Bandung : Mizan, 1999), cet. VII.
Masyhur, Kahar, Ilmu Perbandingan Agama, Depag, Jakarta; 1970.

Teman-teman yang mendukung, yaitu :