Sexy Banget

Selasa, 03 Januari 2012

Tipologi Agama

Di (dalam) beberapa bab yang sebelumnya telah meninjau banyak sekali dimensi yang telah digunakan untuk menandai kultur. Aku memilih untuk memusatkan pada [atas] . yang adalah bermanfaat untuk gambarkan kultur [yang] organisatoris khususnya. Dimensi lain telah diusulkan dan ini sering diperkenalkan dalam ilmu typologi universal yang dikira untuk membantu memahami semua organisasi. [Sebelum/Di depan] meninjau ulang sebagian dari typologi itu [yang] kita perlu memahami typologi peran apa [yang] main berusaha untuk memahami suatu konsep abstrak seperti kultur organisatoris.
Mengapa Typologi?
Ketika kita mengamati " yang alami" dunia, apa yang kita lihat, dengar, cicipi, cium, dan rasa memimiliki potensi berlimpah. Dengan sendirinya " pengalaman mentah" tidak bisa dipertimbangkan, tetapi asuhan [yang] budaya kita sendiri mempunyai, mengajar [kita/kami] bagaimana cara bisa dipertimbangkan tentangnya melalui/sampai kategori konseptual yang ditempelkan bahasa [kita/kami]. Apa yang [kita kami] mengalami sebagai suatu bayi a " mekar, berdengung kebingungan" itu pelan-pelan memasuki [order/ pesanan] [yang] ketika kita belajar untuk membeda-bedakan object seperti kursi dan tabel, ibu dan bapak, [cahaya/ ringan] dan gelap dan untuk berhubungan kata-kata dengan [mereka/yang] mengalami object dan peristiwa.
Pada saat itu kita adalah orang dewasa muda [yang] kita mempunyai suatu kosa kata lengkap dan satuan kategori konseptual yang mengijinkan [kita/kami] untuk membeda-bedakan dan label kebanyakan dari apa yang [kita kami] mengalami. Kita harus tidak melupakan, bagaimanapun, bahwa kategori dan bahasa ini [semua] yang menemani [mereka/nya] [dipelajari/terpelajar] di dalam kultur ditentukan dan . seperti (itu) pelajaran melanjut ketika kita pindah ke cabang kebudayaan baru seperti jabatan;pendudukan dan organisasi. Insinyur belajar kata-kata dan kategori baru, seperti halnya doktor, pengacara, dan manajer [itu]. Karyawan yang memasuki DEC dan karyawan yang memasuki Ciba-Geigy belajar hal-hal yang berbeda-beda.
Ilmuwan berusaha untuk belajar untuk metentukan seperti tingkah laku manusia di organisasi, kepemimpinan, dan kultur organisatoris harus kembangkan, kategori yang bermanfaat dapat menjadi pertimbangan untuk bisa dinemukan dari variasi yang dia amati. . seperti kategori dapat berasal dari kategori budaya yang telah ada atau dapat ditemukan dan diberi label dengan kata-kata baru, seperti [yang] polychromic dan monochromic seperti dimensi konsep waktu.
. seperti (itu) konsep baru menjadi bermanfaat jika mereka ( 1) bantuan bisa dipertimbangkan dan menyediakan [order/ pesanan] beberapa ke luar dari diamati gejala, dan ( 2) membantu untuk menggambarkan apa yang mungkin mendasari struktur di (dalam) gejala dengan membangun suatu teori bagaimana pekerjaan berbagai hal, yang (mana), pada gilirannya, ( 3) memungkinkan [kita/kami] untuk meramalkan sampai taraf tertentu bagaimana lain gejala yang tidak [boleh/akan] namun telah diamati akan lihat.
Sedang dalam proses membangun categories-which baru dapat pemikiran [seperti/ketika] melukiskan dimensi [itu] untuk studied-we [yang] tak bisa diacuhkan harus menjadi lebih [] abstrak. Dan ketika kita kembang;kan abstrak [itu] menjadi mungkin untuk kembang;kan hubungan hipotetis antar . seperti (itu) abstrak, yang [yang] kita kemudian dapat berpikir tentang [sebagai/ketika/sebab] typologi atau teori bagaimana berbagai hal bekerja. Keuntungan . seperti (itu) typologi dan teori [yang] mereka mengijinkan [kita/kami] ke dalil adalah bahwa mereka mencoba untuk memesan suatu variasi besar dari gejala yang berbeda . Kerugian Dan Bahaya adalah bahwa mereka menjadi sangat abstrak yang mereka tidak mencerminkan cukup kenyataan [dari;ttg] [yang] ditentukan satuan gejala diamati. Dalam hal ini, typologi dapat bermanfaat jika kita sedang berusaha untuk bandingkan organisasi banyak orang tetapi dapat [yang] sungguh sia-sia jika kita sedang berusaha untuk memahami organisasi tertentu.
Sebagai contoh, extrovert dan introversion sebagai typologi kepribadian dengan sangat bermanfaat [yang] dengan luas menggolongkan mengamati perilaku sosial, tetapi mungkin (adalah) [yang] terlalu umum untuk memungkinkan [kita/kami] untuk memahami orang tertentu . Mencatat yang kultur di seluruh bumi adalah bersifat perseorangan atau kaleng communitarian jadilah [yang] sangat bermanfaat membuat [perasaan/pengertian] ke luar dari variasi yang sangat besar [yang] kita mengamati, tetapi dapat [yang] sungguh sia-sia berusaha untuk memahami organisasi tertentu , seperti telah dicatat gambarkan Ciba-Geigy sebagai campuran [yang] kompleks kedua-duanya. Dilema di (dalam) membangun dimensi untuk studi dan mengorganisir [mereka/nya] ke dalam typologi adalah, oleh karena itu, akhirnya yang pragmatis . dari apa [yang] satu sedang berusaha untuk mengamati dan menguraikan dan bagaimana kekurangan [yang] spesifik atau umum kategori seseorang untuk ada.
Sebagai contoh, extrovert dan introversion sebagai typologi kepribadian dengan sangat bermanfaat [yang] dengan luas menggolongkan mengamati perilaku sosial, tetapi mungkin (adalah) [yang] terlalu umum untuk memungkinkan [kita/kami] untuk memahami orang tertentu . Mencatat yang kultur di seluruh bumi adalah bersifat perseorangan atau kaleng communitarian jadilah [yang] sangat bermanfaat membuat [perasaan/pengertian] ke luar dari variasi yang sangat besar [yang] kita mengamati, tetapi dapat [yang] sungguh sia-sia berusaha untuk memahami organisasi tertentu , seperti telah dicatat gambarkan Ciba-Geigy sebagai campuran [yang] kompleks kedua-duanya. Dilema di (dalam) membangun dimensi untuk studi dan mengorganisir [mereka/nya] ke dalam typologi adalah, oleh karena itu, akhirnya yang pragmatis . dari apa [yang] satu sedang berusaha untuk mengamati dan menguraikan dan bagaimana kekurangan [yang] spesifik atau umum kategori seseorang untuk ada.
Typologies That Focus on Assumptions
About Participation and Involvement
Organisasi akhirnya, hasil orang-orang yang melakukan berbagai hal bersama-sama untuk suatu tujuan umum. Hubungan yang basis dasar antar[a] individu dan kaleng organisasi, oleh karena itu, jadilah pemikiran [seperti;sebagai;ketika] dimensi [yang] yang paling pokok di sekitar yang untuk membangun suatu typologi. Salah satu [dari] di sini teori [yang] yang paling umum adalah Etzioni'S ( 1975), yang menciri antar tiga typesof organisasi:
1. Organisasi memaksa, di mana individu sangat utama tawanan untuk phisik atau ekonomi harus, oleh karena itu, mematuhi apapun juga [yang] aturan dikenakan oleh otoritas.
2. Organisasi bermanfaat, di mana individu menyediakan" suatu hari adil bekerja untuk suatu upah hari adil" dan oleh karena itu mentaati apapun juga [yang] aturan adalah penting; bagaimanapun, mati kelompok sering devel ops countercultural norma-norma dan [atur/perintah] untuk melindungi [dirinya] sendiri.
3. Organisasi berdasarkan norma, di mana individu menyokong komitmen nya sebab sasaran organisasi pada dasarnya sama halnya gol individu.
Di (dalam) sistem yang memaksa, anggota diasumsikan untuk diasingkan dan akan pergi jika mungkin; di (dalam) sistem yang bermanfaat, mereka diasumsikan untuk;menjadi calculative secara rasional ekonomi; dan di (dalam) sistem konsensus yang berdasarkan norma, mereka diasumsikan untuk;menjadi secara moral dilibatkan dan untuk sama dengan organisasi.
Asumsi tentang hubungan panutan dapat diperoleh dari typologi ini. Di (dalam) sistem yang memaksa, mengamati hubungan kembang;kan sebagai pertahanan melawan terhadap otoritas, mendorong ke arah perserikatan dan lain format self-protective menggolongkan. Di (dalam) Sistem yang bermanfaat, mengamati hubungan meningkatkan di sekitar - kelompok kerja dan secara khas mencerminkan macam [itu] sistem perangsang yang manajemen menggunakan. Di (dalam) sistem yang berdasarkan norma, mereka meningkatkan secara alami di sekitar tugas dan di (dalam) pen;dukungan organisasi [itu]. Beberapa typologi menambahkan suatu dimensi profesional atau secara kolektif hubungan di (dalam) suatu organisasi di mana individu mempunyai [hak/ kebenaran] te tap, bagi pribadi lebar dan a " moral" orientasi ke arah gol organisatoris, seperti profes-sional partnerships karena perkawinan atau [obat/ kedokteran] ( Jones, 1983; shivastava, 1983).
Nilai [dari;ttg] typologi ini adalah bahwa [itu] memungkinkan [kita/kami] untuk membedakan bisnis; organisasi yang [tuju/ cenderung] untuk;menjadi bermanfaat dari memaksa total institusi seperti penjara dan rumah sakit jiwa, dan dari organisasi berdasarkan norma seperti sekolah, rumah sakit, dan tidak mencari keuntungan ( Goff-Man, 1961). Kesukaran adalah bahwa di dalam manapun jenis organisatoris diberi sese]orang boleh lihat variasi dari semua tiga dimensi [yang] beroperasi, yang memerlukan [kita/kami] untuk menemukan namun lain dimensi untuk menangkap keunikan [dari;ttg] organisasi ditentukan.
Sejumlah typologi memusatkan secara rinci pada [atas] bagaimana otoritas digunakan dan keikutsertaan tingkatan apa [yang] diharapkan organisasi: ( 1) otokratis, ( 2) paternalistik, ( 3) [yang] demokratis atau konsultatif, ( 4) partisipatif dan [kuasa/ tenaga] [yang] berbagi, ( 5) delegative, dan ( 6) abdicative ( yang menyiratkan mendelegasikan tidak hanya tugas dan tanggung-jawab tetapi menggerakkan dan mengendalikan juga) ( Bass, 1981,1985; Harbison dan Myers, 1959; Likert, 1967; Vroom Dan Yetton, 1973).
Typologi [yang] organisatoris ini hadapi jauh lebih dengan agresi, [kuasa/ tenaga], dan mengendalikan dibanding dengan cinta, keakraban, dan hubungan panutan. Di (dalam) yang [hormat/peduli] mereka selalu dibangun pada mendasari asumsi tentang manusia yang alami dan aktivitas. Argumentasi yang para manajer memasuki tentang " [yang] benar" tingkat keikutsertaan dan penggunaan otoritas [yang] pada umumnya mencerminkan asumsi yang berbeda [yang] mereka sedang membuat tentang sifat alami para bawahan;subordinat [yang] mereka adalah berhadapan dengan. Perhatikan keikutsertaan dan keterlibatan sebagai perihal [dari;ttg] asumsi budaya menjelaskan [bahwa/yang] debat tentang apakah para pemimpin harus [yang] lebih partisipatif atau otokratis akhirnya [yang] sangat diwarnai oleh pengambil-alihan kelompok tertentu di (dalam) konteks tertentu . Pencarian untuk gaya kepemimpinan yang yang bersifat universal benar sudah nasibnya kegagalan oleh karena variasi budaya [oleh/dengan] negeri, dengan industri, dengan jabatan;pendudukan, dan oleh sejarah yang tertentu [dari;ttg] organisasi ditentukan.
Typologi Karakter [Perseroan/Perusahaan] Dan Kultur
Konsep karakter [perseroan/perusahaan] yang yang pertama diperkenalkan ke dalam cul¬ture literatur oleh Wilkins ( 1989), [siapa] yang melihatnya sebagai suatu komponen kultur terdiri dari " visi yang bersama," " iman motivasional" berbagai hal itu akan bersifat adil dan kemampuan itu akan digunakan, dan " ketrampilan membedakan," kedua-duanya [yang] diam-diam dan terang. Di (dalam) pandangan nya, " membangun karakter" adalah mungkin dengan menekankan program berhadapan dengan masing-masing compo¬nen, tetapi ia tidak membangun suatu typologi di sekitar dimensi.
Goffee dan Jones ( 1998), pada sisi lain, lihat karakter [sebagai/ketika] setara dengan kultur dan menciptakan suatu typologi berdasar pada dua kunci pada [atas] dua ket dimensi: " solidarity"-the kecenderungan untuk sependirian, dan " keramahan" kecenderungan untuk ramah [bagi/kepada] masing-masing eter. Dimensi ini di/terukur dengan suatu twenty-three-item self-description daftar pertanyaan. Mereka lekat menyerupai dan adalah derivative dari pembedaan ilmu dinamika kelompok yang klasik antar[a] variabel tugas dan bangunan dan variabel pemeliharaan. [yang] sama ini Dua dimensi adalah juga digunakan secara ekstensif oleh Blakea Dan Mouton ( 1964, 1969, 1989) di (dalam) panggangan pengembangan organisasi mereka, yang telah dibangun pada kedua dimensi tugas dan kelompok [yang] membangun, masing-masing untuk di/terukur pada [atas] suatu skala 1 untuk 9. Suatu organisasi berorientasi orang sangat sociable yang mempedulikan [yang] [kecil/sedikit] untuk tugas pemenuhan akan dinilai [ketika;seperti] 1,9, sedangkan suatu [yang] berorientasi tugas, dikemudikan, dan organisasi tidak dapat merasakan akan dinilai 9,1. Berbagai lain kombinasi adalah mungkin, berkisar antara 1,1 ( yang mana [adalah] hampir suatu status anomi) [bagi/kepada] 5,5 ( suatu solusi kompromi) [bagi/kepada] 9,9, pahlawan model, di mana tugas dan faktor pribadi diberi berat/beban sama.
Gotteeand Jones menggunakan dimensi ini untuk mengidentifikasi empat jenis kultur:
1. Fragmented-Low pada [atas] dimensi kedua-duanya
2. Mercenary-High pada [atas] kesetiakawanan, rendah pada [atas] keramahan
3. Communal-High pada [atas] keramahan, rendah pada [atas] kesetiakawanan
4. Networked-High pada [atas] kedua-duanya.
Masing-Masing jenis mempunyai kewajiban dan kebaikan tertentu yang diuraikan, tetapi e typologi luput/kehilangan suatu dimensi rumit yang telah dikenali oleh Ancona 1988) dan (orang) yang lain: hubungan antar[a] kelompok ( organisasi) dan lingkungan eksternal nya, fungsi manajemen batas yang harus ditambahkan kepada tugas dan pemeliharaan berfungsi. Tanpa suatu model dari apa [yang] terjadi di batas tidaklah mungkin untuk menentukan yang jenis kultur adalah efektif di bawah terjemahan diberi.
Goffee dan Jones dimensi adalah bermanfaat untuk mendiagnose unsur-unsur beberapa suatu kultur, dan pengarang menyediakan diri daftar pertanyaan diagnostik, tetapi [itu] adalah sedikit banyak(nya) congkak untuk menyatakan bahwa suatu daftar pertanyaan yang dirancang hanya untuk mengukur dimensi [itu] [bahwa/yang] pengarang sudah memulai dengan harus cukup [bagi/kepada] menangkap hal beberapa serumit suatu kultur organisatoris. Mereka tidak menyediakan apapun pengesahan tentang segala sort;jenis [bahwa/yang] dimensi dan bagaimana mereka di/terukur dihubungkan dengan lain indikator organisatoris atau genap mengukur apa [yang] mereka diharapkan untuk mengukur.
Aspek phisik [ruang;spasi], waktu, komunikasi, dan identitas dibuat derivative dari dimensi inti keduanya, yang berarti ia/nya diagnostician menyelami segalanya lensa itu. [yang] lebih meragukan Adalah bahwa tidak ada [jalan/cara] mengetahui seberapa penting dimensi ini adalah di (dalam) total pola teladan dimensi yang menyusun;merias manapun kultur diberi. Sese]Orang boleh memutuskan [perusahaan/ rombongan] ditentukan yang kita adalah suatu kultur komunal, dan pertimbangan ini mungkin (adalah) sah, tetapi mungkin saja secara cultural irrelevans dalam arti bahwa asumsi diam-diam yang penting yang mengemudi [itu] yang organisasi mungkin punya sangat kecil untuk lakukan atas keramahan atau kesetiakawanan. Ingat bahwa di (dalam) kasus [dari;ttg] digital Dan Ciba-Geigy, [itu] adalah interaksi dari banyak dimensi yang menerangkan perilaku organisasi [itu], [yang] tidak tiap orang atau dua dimensi.
Cameron Dan Quinn ( 1999) juga mengembang;kan suatu four-category typologi berdasar pada dua dimensi, tetapi di (dalam) kasus mereka dimensi jadilah lebih struktural bagaimana [yang] fleksibel atau stabil organisasi adalah dan bagaimana secara eksternal atau kuemallyibcused [itu] adalah. Dimensi ini dilihat [ketika;seperti] terus menerus competing-values. Suatu organisasi fleksibel [yang] dipusatkan pemikiran [sebagai/ketika/sebab] kaum, sedangkan suatu rganisasi stabil [yang] dipusatkan pemikiran sebagai hirarki. Suatu organisasi fleksibel [yang] dipusatkan diberi label suatu adhwcracy, dan suatu organisasi stabil [yang] dipusatkan pemikiran sebagai pasar.
Sedangkan Goffee dan Jones typologi telah dibangun pada dimensi basis dasar yang memperoleh dari ilmu dinamika kelompok ( tugas (me)lawan mainte-nance), Cameron Dan Quinn Typologi telah dibangun pada faktor . meneliti sejumlah besar indikator [dari;ttg] temuan dan capaian organisatoris yang ini mengurangi menurunkan dua seikat yang menghubungkan lekat dengan apa [yang] teori peneliti sudah menemukan untuk;menjadi " archetypical" dimensi juga. Jual, hirarki, dan kaum [sebagai/ketika] jenis organisatoris adalah juga dikenali lebih awal oleh Quchi ( 1978, 1981) dan menjual (me)lawan hirarki telah dianalisa secara detil oleh ahli ekonomi seperti Williamson ( 1975).
Cameron Dan Quinn membantah bahwa, berdasar pada enam self-description mempertanyakan, seseorang dapat membangun profil organisatoris yang menunjukkan kecenderungan yang relatif ke arah masing-masing yang empat jenis organisasi; dan bahwa . ini surat ijin satu untuk memutuskan perubahan seperti apa diperlukan untuk meningkat efektivitas organisatoris di (dalam) lingkungan eksternal ditentukan. Lagi, menggunakan beberapa self-description mempertanyakan sebagai basis untuk mengidentifikasi penempatan pada [atas] suatu dimensi budaya adalah diragukan dan bahkan jika sah sebagai ukuran, bagaimana sese]orang akan mengetahui sanak keluarga [itu] pentingnya dimensi ini di (dalam) paradigm.7 organisasi budaya ditentukan Lagipula, bagaimana akan suatu peneliti mengetahui yang mana dari typologi ini adalah [yang] semakin bermanfaat atau sah tanpa keharusan untuk mengetahui banyak lebih banyak tentang kultur [bagi/kepada] yang (mana) mereka diterapkan?
Dapatkah dua typologi didamaikan? Kultur Tentara sewaan nampak untuk memetakan dengan jelas pada [atas] kultur pasar. Tetapi kita dapat kata[kan bahwa suatu kaleng adalah suatu high-sociabilas, high-solidaras kultur networked? Tidak (ada), sebab suatu kaum dalam hati dipusatkan, sedangkan suatu kultur networked adalah, dengan implikasi, secara eksternal dipusatkan. Dan yang komunal dan membagi-bagi kultur [yang] dengan jelas tidak memetakan ke hirarki atau adhocracy. Maka kita ditinggalkan dengan suatu dilema yang, di (dalam) pandangan ku, berasal dari berusaha untuk membangun typologi sederhana pada pokoknya. Dalam rangka menentukan pekerjaan typologi yang lebih baik, kita ingin mempunyai untuk menilai organisasi ditentukan dengan suatu jauh lebih terbuka, multidimensional ap-proach sort;jenis [yang] aku akan menguraikan [yang] bab yang berikutnya [itu].
Untuk [yang] yang paling jelas nyata intra typologi organisatoris adalah pembedaan yang tradisional antar[a] manajemen dan tenaga kerja atau bergaji dan tiap jam. Di (dalam) tiap-tiap organisasi seseorang dapat menciri versi beberapa [dari;ttg] typology-those ini [siapa] yang menjalankan tempat [itu] dan mereka yang lakukan yang sehari-hari . . rhere tidak diragukan bahwa [di mana/jika] kelompok ini jadilah lebih atau lebih sedikit stabil dan develp [adalah] suatu sejarah milik mereka sendiri, mereka akan menjadi unit budaya. Contoh yang terbaik adalah penggunaan konsep perintah dan kendali" sebagai jenis organisasi.
Menurut sejarah, suatu penting unsur . seperti (itu) kultur formasi telah (menjadi) opposition-the asumsi dalam di (dalam) kultur kedua-duanya [bahwa/yang] konflik antar[a] [mereka/nya] adalah tak bisa diacuhkan dan hakiki. Di (dalam) suatu serikat buruh [adalah] suatu tradisi kuat boleh [muncul/bangkit] dan mendapat/kan diteruskan turun temurun bahwa " manajemen akan selalu memanfaatkan kamu dan sekrup [yang] kamu jika [itu] dapat," dan di dalam manajemen asumsi mungkin (adalah) dilewati pada itu " tenaga kerja akan selalu lakukan sama [kecil/sedikit] Seperti possible"-what McGregor mengenali [ketika;seperti] Teori X. Kecenderungan ini memimpin ke arah menandai organisasi utuh [sebagai/ketika] Teori X atau Teori Y.
Bagaimanapun, jika sese]orang mengamati organisasi lebih lekat, sese]orang akan temukan bukti untuk yang lain macam typologi berdasar pada acombinaton tugas untuk dilaksanakan dan accupational kelompok acuan dilibatkan ( Schein, 1996A). Seseorang dapat berpikir tentang ini [sebagai/ketika/sebab] genec Cabang kebudayaan yang tiap-tiap kelompok atau kebutuhan organisasi dalam rangka survive. Masalah adalah bahwa banyak organisasi cabang kebudayaan ini bertentangan dengan satu sama lain, menyebabkan organisasi [itu] untuk lebih sedikit efektif dibanding bisa jadi ( Schein, 1996A).

Tiap-Tiap organisasi mempunyai suatu tugas untuk dilakukan, dan satuan dari orang yang mendapat/kan pekerjaan [itu] done-the garis organization-can pemikiran [seperti;sebagai;ketika] kelompok operator yang kehendak [yang] secara khas membentuk suatu kultur operator. Pada waktu yang sama, tiap-tiap organisasi mempunyai satu set orang-orang pekerjaan siapa [itu] adalah untuk mendisain produk pekerjaan [itu] dan proses, [siapa] yang jadilah lebih memperhatikan inovasi, peningkatan, dan mendisain kembali; kelompok ini dapat pemikiran [seperti;sebagai;ketika] insinyur kultur rancang-bangun siapa akan [jadi] didasarkan secara eksternal di (dalam) acuan [yang] bersifat jabatan mereka menggolongkan. Jika organisasi adalah suatu high-tech [perusahaan/ rombongan], insinyur akan meningkatkan asumsi mereka dari pendidikan rancang-bangun mereka dan yang sekarang
Tiap-Tiap organisasi harus bagaimanapun juga survive secara ekonomis dalam rangka melanjut untuk memenuhi fungsi nya, tugas utama nya. Sur¬Vival yang terakhir Tugas jatuh ke apa yang [kita kami] dapat berpikir tentang [seperti;sebagai;ketika] eksekutip menggolongkan, tugas pokok siapa tidaklah hanya untuk memastikan bahwa organisasi [itu] survive dan melanjut untuk bisa efektip, tetapi [siapa] yang harus mengintegrasikan atau sedikitnya membariskan lain dua kultur untuk memaksimalkan efektivitas jangka panjang. Di (dalam) kebanyakan organisasi fungsi eksekutip dihubungkan kepada com¬munas yang keuangan dalam beberapa [jalan/cara]. Oleh karena itu, kultur eksekutip yang meningkatkan tak bisa diacuhkan dibangun di sekitar berbagai hal keuangan. Perlihatkan 10.1 pertunjukan asumsi yang secara khas ditemukan anggota tiga ini cul¬tures dan menyoroti konflik yang potensial antar[a] [mereka/nya]. [Seperti/Ketika] dengan semua typologi, ini adalah abstrak yang tidak akan cocok tiap-tiap kasus, tetapi di (dalam) tiap-tiap organisasi seseorang dapat temukan versi beberapa dari tiap ini cul-tures dan seseorang dapat kemudian mencoba untuk menilai derajat tingkat [itu] [bagi/kepada] yang (mana) mereka adalah di (dalam) konflik atau secara konstruktif dibariskan.
Titik [perlakukan/ traktir] ini [sebagai/ketika/sebab] terpisah " bersifat jabatan" kultur adalah untuk menyoroti fakta bahwa masing-masing ini satuan asumsi adalah sah dan (yang) penting bagi organisasi untuk tinggal efektif. Orang-Orang sungguh-sungguh diperlukan untuk berhadapan dengan ketidaktentuan tak terduga dan kejutan; insinyur dan
Perlihatkan 10.1. Pengambil-Alihan yang Tiga Cabang kebudayaan Organisatoris.
1. Kultur Operator ( Organisasi mendasarkan)
Tindakan tentang segala organisasi akhirnya tindakan orang-orang ( operator)
Sukses perusahaan oleh karena itu tergantung pada pengetahuan masyarakat, ketrampilan, dan komitmen
Pengetahuan Dan Ketrampilan diperlukan adalah lokal dan berdasar pada organiza¬tion's [itu] " teknologi inti"
Tak peduli bagaimana secara hati-hati engineered proses produksi adalah atau bagaimana secara hati-hati [atur/perintah] dan rutin ditetapkan, operator akan harus berhadapan dengan ketidaktentuan tak dapat diramalkan
Oleh karena itu, operator harus mempunyai kapasitas ke leam dan untuk berhubungan dengan kejutan
Sebab kebanyakan operasi melibatkan interdependencies antar[a] unsur-unsur [yang] terpisah proses, operator harus mampu beroperasi sebagai collabo¬rative regu di mana keterbukaan dan kepercayaan timbal balik adalah [yang] sangat dihargai
2. Kultur Yang rancang-bangun ( masyarakat global)
Kaleng Alam[I] dan harus dikuasai: " Yang adalah mungkin harus yang dilaksanakan"
Operasi harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi tersedia
Kebanyakan kesenangan sedang memecahkan teka-teki dan menanggulangi permasalahan
Produk Dan Hasil harus bermanfaat dan jadilah peningkatan
Solusi harus diorientasikan ke arah kerapian, kesederhanaan, dan pre¬cision: " [Menyimpan/Pelihara] ia/nya sederhana dan rapi"
Dunia yang ideal adalah salah satu dari aktip proses dan mesin rapi menyempurnakan ketepatan dan keselarasan tanpa intervensi manusia
Orang-Orang adalah problem-they membuat kekeliruan dan karenanya harus dirancang ke luar dari sistem dimana mungkin


3. Kultur Eksekutip ( masyarakat global)
Tanpa pertumbuhan dan survival keuangan tidak ada kembali[an ke share¬holders atau ke masyarakat
Lingkungan yang ekonomi terus menerus berpotensi bermusuhan dan kompetitif: " Di (dalam) yang perang tidak bisa percaya seseorang"
Oleh karena itu, CEO harus " pahlawan yang sendirian/satu-satunya," yang terisolasi dan sendiri, namun muncul untuk;menjadi mahatahu dan secara keseluruhan mengendalikan, dan merasakan indispens-able: " Aku adalah OK; betapapun, Aku di sini; mereka bukanlah OK; mereka belum buat ia/nya kepada puncak"
Perlihatkan 10.1. Pengambil-Alihan yang Tiga Cabang kebudayaan Organisatoris, Cont'D.
Sese]Orang tidak bisa mendapat/kan data dapat dipercaya dari di bawah sebab para bawahan;subordinat akan ceritakan [kepada] satu apa [yang] mereka berpikir sese]orang ingin dengar; oleh karena itu, [sebagai/ketika/sebab] CEO sese]orang harus percaya pertimbangan diri sendiri semakin banyak ( yaitu., ketiadaan feed¬back akurat meningkat/kan [perasaan/pengertian] [dari;ttg] keketatan diri sendiri dan omniscience)
Organisasi Dan Manajemen pada hakekatnya hirarkis; hirarki adalah ukuran status dan sukses dan [alat/ makna] yang utama memelihara kendali
Sebab organisasi adalah sangat besar [itu] menjadi depersonalized dan abstrak, dan, oleh karena itu, harus melewati/mengalir aturan, rutin ( sistem), dan upacara agama (" birokrasi mesin")
Meskipun [demikian] orang-orang adalah perlu, mereka adalah suatu [kejahatan/ malapetaka] perlu, [yang] bukan suatu nilai hakiki; orang-orang adalah suatu sumber daya seperti lain sumber daya, untuk diperoleh dan diatur, tidak berakhir dengan diri mereka
Mesin yang berjalan lancar Organisasi tidak memerlukan orang-orang utuh, hanya aktivitas yang [dikontrak/dipendekkan] untuk

para perancang sungguh-sungguh diperlukan dalam rangka menemukan baru dan produk lebih baik dan proses, sungguhpun sebagian dari proses itu membuat beberapa peo¬ple yang berlebih-lebihan atau usang; dan para eksekutip sungguh-sungguh diperlukan untuk cemas akan kelangsungan hidup yang keuangan keseluruhan organisasi sungguhpun bahwa kadang-kadang memerlukan menahan inovasi mahal atau menghentikan peo¬ple. Dalam kaitan dengan suatu bersaing model nilai-nilai uraikan di atas, isu bagaimana cara membariskan gol ke tiga cabang kebudayaan: memusatkan pada [atas] melakukan pekerjaan, inovatif sisa[nya] untuk berhubungan dengan perubahan di (dalam) lingkungan, dan sehat secara ekonomis tinggal. Ketika salah satu dari ini sub¬cultures menjadi [yang] terlalu dominan, organisasi tidak bisa survive-as adalah kasus dengan DEC, [di mana/jika] mentalitas inovasi yang rancang-bangun mengesampingkan kedua-duanya operasi dan kultur eksekutip.
Ringkasan Dan Kesimpulan
Nilai typologi adalah bahwa mereka menyederhanakan pemikiran dan menyediakan kategori bermanfaat untuk menyortir kompleksitas [yang] kita harus berhadapan dengan ketika kita menghadapi kenyataan organisatoris. Mereka menyediakan kategori untuk berpikir dan clssiflying, yang mana [adalah] bermanfaat. Kelemahan typologi kultur adalah bahwa mereka menyederhanakan berlebihan kompleksitas ini dan boleh menyediakan [kita/kami] kategori yang adalah salah dalam kaitan dengan keterkaitan mereka: apa yang [kita kami] sedang berusaha untuk memahami. Mereka membatasi perspektif [kita/kami] dengan secara prematur memusatkan [kita/kami] pada [atas] hanya beberapa dimensi, mereka membatasi kemampuan [kita/kami] untuk temukan pola teladan kompleks antar sejumlah dimensi, dan mereka tidak mengungkapkan rasa kelompok ditentukan apa [yang] dengan sungguh sekitar.
Typologi juga memperkenalkan suatu penyimpangan ke arah Burung martin apa [yang] ( 2002) [sebut/panggil/hubungi] [itu] " perspektif pengintegrasian" di (dalam) kultur studies-an pendekatan yang menekankan dimensi itu yang di atasnya ada suatu derajat tinggi konsensus. Dia mencatat bahwa banyak organisasi adalah " yang dibedakan" atau bahkan " yang terbagi-bagi" kepada tingkat bahwa Typologi mencerminkan teori organisasi dan kaleng tingkatkan teori. Sebagai contoh, pembedaan antar[a] operator, engineer¬ing, dan kultur eksekutip di dalam organisasi diperoleh dari meory basis dasar tentang tenaga kerja dan manajemen tetapi merinci teori itu dengan mempertajam pembedaan yang budaya antar[a] tiga kelompok ini dan mengidentifikasi engineering/design/innovation kelompok [itu] sebagai unit budaya yang adalah sering dilewatkan.
Setelah menyajikan beberapa kategori konseptual dan budaya typol¬ogies, kita harus berbalik berikutnya ke [itu] permasalahan dalam dengan pengalaman menerjemahkan apa [yang] benar-benar berlangsung organisasi ditentukan. Di (dalam) yang berikutnya chap-ter kita menunjukkan isu ini bagaimana menilai dimensi budaya.

Sumpah Palapa

A. Sumpah Palapa Cikal Bakal Gagasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Pada masa kerajaan Majapahit perekat bangsa-bangsa dinusantara sudah ada, yaitu berupa sumpah Palapa. Sumpah palapa merupakan sumpah yang dicapakan oleh Gajah Mada ketika ia diangkat menjadi patih Amangkuhbumi, pada kerajan besar Majapahit, pada tahun Saka 1258, atau tahun Masehi 1336, Sumpah Palapa pada intinya adalah mengusahakan kesatuan dan persatuan Nusantara. Bahasa sekarang (NKRI).
Di dalam Sumpah Palapa terdapat pernyataan suci yang diucapkan oleh Gajah Mada yang berisi ungkapan "lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa" (kalau telah menguasai Nusantara, saya melepaskan puasa/ tirakatnya).
Kata sumpah itu sendiri antara adalah sebagai berikut :
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun. Uamuktia palapa, sira Gajah Mada : "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, u ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,samana isun amukti palapa”
Terjemahannya adalah:
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, 11 demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya)".
Jika melihat isi dari ungkapan patih gajah Mada, pada kitab Pararaton di atas maka, kita akan mengetahui wilayah-wilayah yang menjadi perlindungan kerajaan maja pahit. Akan tetapi tidak hanya sampai di situ saja. Akan tetapi jika dilihat pada kitab Nagarakertagama yang menginformasikan secara terperinci wilayah-wilayah yang menjadi negara bawahan Majapahit, yaitu meliputi:
Kawasan Melayu : Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya, Kandis, Kahwa, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar, Pane, Kampe, Ham, Mandailing, Temihang, Perlak, Padang, Lwas, Samodra, Lamuri, Batan, Lampung, Barus.
Kawasan Kalimantan meliputi Tanjung negara, Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landa Samadang, Tirem, Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjung Kutei, Malano, Tanjung Pura.
Kawasan Hujung Medini meliputi : Pahang, Langkasuka, Saimwang, Kelantan, trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang, Kedah, Jerai, Kanjapiniran.
Kawasan Timur Jawa meliputi : Bali, Badahulu, Lo Gajah, Gurun, Sukun, Taliwang, Pulau Sapi, Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali, Pulau Gurun (Lombok Merah), Sasak, Bantayan (Kota Luwuk), Udamakatraya, dan pulau-pulau lainnya.
Kawasan Timur lainnya meliputi: Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian, Selayar, Sumba, Solot, Muar, Wanda (n), Ambon, Maluku, Wanin, Seran, Timor, dan beberapa pulau-pulau lainnya.
Jika kita melihat dari sisi bentuk Sumpah Palapa adalah prosa. Pada isinya mengandung pernyataan suci kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diucapkan oleh Gajah Mada dihadapan ratu Majapahit Thbuwana Tunggadewi dengan disaksikan oleh para menteri dan pejabat-pejabat lainnya, yang substansinya Gajah Mada baru mau melepaskan (menghentikan) puasanya apabila telah terkuasai Nusantara.
Dari sisi nilai Sumpah Palapa mengandung nilai-nilai kesatuan dan persatuan wilayah Nusantara, nilai historis, nilai keberanian, nilai percaya diri, nilai rasa memiliki kerajaan Majapahit yang besar dan berwibawa, nilai geopolitik, nilai sosial budaya, nilai filsafat, dsb.
Dari sisi ideologi, Sumpah Palapa yang juga dikenal sebagai Sumpah Gajah Mada atau Sumpah Nusantara, Sumpah Palapa memiliki ideologi kebineka tunggal ikaan, artinya rnenuju pada ketunggalan keyakinan, ketunggalan ide, ketunggalan senasib dan sepenanggungan, dan ketunggalan ideologi akan tetapi tetap diberi ruang gerak kemerdekaan budaya bagi wilayah-wilayah negeri se-Nusantara dalam mengembangkan kebahagiaan dan kesejahteraannya masing-masing.
Dari sisi, energi Sumpah Palapa dianugerahi energi KeTuhanan Yang Maha Dasyat karena tanpa energi tersebut tak mungkin Gajah Mada berani mencanangkan sumpah tersebut.
Gajah Mada mempunyai kesadaran penuh tentang kenegaraan dan batas-batas wilayah kerajaan Majapahit, mengingat Nusantara berada sebagai negara kepulauan yang diapit oleh dua samudera besar yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, di samping diapit oleh lautan Cina Selatan dan Lautan Indonesia (Segoro Kidul). Dari kesadaran yang tinggi terhadap keberadaan Nusantara, Gajah Mada meletakkan dasar-dasar negara yang kokoh, sebagaimana terungkap dalam perundang-undangan Majapahit
Uraian singkat tersebut dimaksudkan untuk memberi gambaran bahwa kerajaan Majapahit khususnya ketika berada dalam penguasaan Gajah Mada telah berorientasi jauh kedepan, kalau istilah sekarang mempersiapkan diri sebagai negara yang modern, kuat, dan tangguh.
Sumpah Palapa dicanangkan oleh Patih Gajah Mada ketika Majaphit telah memiliki wilayah negeri Nusantara yang luas, yaitu berjumlah 90 negeri, akan tetapi tinggal 10 (sepuluh) wilayah negeri yang belum masuk kedalam naungan wibawa Majapahit. Ketika Sumpah Palapa dicanangkan juga memiliki tantangan dari orang-orang dan sekitarnya. Perhatikan kalimat berikutnya, seperti dikutib dari teks Serat Pararaton:
Sira sang mantri samalungguh ring panangkilan pepek. Sira Kembar apameleh, ring sira Gajah mada, anuli ingumanuman, sira Banyak kang amuluhi milu apameleh, sirajabung Terewes, sira Lembu Petenggumuyu. Tumurun sira Gajah mada matur ing talampakan bhatara ring Koripan, runtik sira katadahan kabuluhan denira' arya Tadah. Akweh dosanira Kemhar, sira Warak ingilangaken, tan ucapen sira Kembar, sami mati.
Terjemahannya adalah:
Mereka para menteri duduk di paseban lengkap. la Kembar mengemukakan hal-hal tidak baik kepada Gajah Mada, kemudian ia (Gajah Mada) dimaki-maki, Banyak yang rnenjadi penengah (malah ikut) menyampaikan hal-hal yang tidak baik, Jabung Tarewes mengomel, sedang Lembu Peteng tertawa. Turanian Gajah Mada dan menghaturkan kata-kata di telapak Bathara Koripan, marah dia mendapatkan celaan dari Arya Tadah. Banyak dosa Kembar, Warak dilenyapkan, demikian pula Kembar, mereka semua mati. Kutipan tersebut di atas, menengarai bahwa perjuangan mulai Gajah Mada untuk mempersatukan Nusantara Raya mengalami tantangan, gangguan, dan hambatan tidak berbeda dengan perjuangan Bung Karno untuk mempersatukan bangsa Indonesia, ternyata mendapatkan rintangan dari DI/ TII, Kartosoewiryo, dan gerakan PRRI dan PERMESTA Kahar Muzakar.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) halaman 973 (diambil seperlunya), adalah:
1) Pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci (untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhannya dsb.);
2) Pernyataan disertai tekad melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenarannya atau berani menderita sesuatu kalau pernyataan itu tidak benar;
3) Janji atau ikrar yang teguh (akan menunaikan sesuatu).
Sumpah Palapa yang dideklarasikan oleh Gajah Mada sungguh sangat sakti, suci, dan membawa berkah bagi kita rakyat dan bangsa Indonesia, Sakti, karena secara gaib nama Nusantara masih dapat digunakan sebagai tali pengikat diantara bangsa-bangsa yang mendiami kepulauan Nusantara. Dimana Nusantara yang sesungguhnya adalah pulau-pulau lain di luar Jawa (Nusa berarti: pulau, antara berarti lainnya). Suci dalam arti sumpah tersebut benar-benar diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa, artinya sumpah tersebut diberi kekuatan oleh Tuhan, berupa kekuatan persatuan dan kesatuan. Secara spiritual Nusantara harus diterima sebagai karunia Tuhan, yang walaupun diantara pulau-pulau terpisah satu sama lainnya oleh lautan, namun rasa kesatuan dan persatuan tetap terbentuk secara utuh menyeluruh.
Sumpah Palapa tidak hanya sakti, suci, dan membawa berkah, tetapi justru teramat penting, mengandung amanat bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia untuk memelihara, mengembangkan, dan melestarikannya.
Sumpah Palapa tampil sebagai pernyataan dan tekad suci dari seorang Patih Amangkubhumi yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan kerajaan Majapahit. Hubungan antara raja dan rakyat menurut tradisi Jawa sering digambarkan secara ideal sebagai loro-loroning atunggal (dua kekuatan yang manunggal) atau juga sering digambarkan sebagai manunggal- ing kawulo Ian Gusti (manunggalnya rakyat dan raja).
Hubungan dimana seorang raja tampil sebagai pemimpin yang wajib diteladani oleh rakyatnya. Rakyat diposisikan sebagai kawula yang diperankan senantiasa menurut kepada rajanya, akan tetapi tidak adanya pemerataan seperti kekuatan produksi dibidang tugas masing-masing, misalnya pertanian, perikanan, perindustrian, dsb. Rakyat sebenarnya tidak mempunyai waktu luang yang memadai guna memikirkan filsafat (pandangan hidup), ideologi, ataupun pengetahuan-pengetahuan tinggi, karena waktunya telah habis untuk memikirkan hidupnya sehari-hari. Oleh sebab itu rakyat telah mempercayakan nasib hidupnya sepenuhnya kepada raja. Seorang raja dimitoskan sebagai wakil Tuhan di dunia. Rakyat digambarkan dalam bahasa pewayangan sebagai binanda sumonggo asto (diikat diberikan tangannya) dan tinigas sumonggo jonggo (dipenggal diberikan lehernya).
Dalam konvensi budaya seperti itu dapat dipahami bahwa tenaga penggerak roda pemerintahan bersumber dari .kalangan kerajaan. Raja beserta jajarannya dipandang oleh rakyat sebagai orang-orang yang duduk disebuah pentas berwibawa yang penuh dengan cahaya yang berkilauan. Ucapan Sabdo Pandito Ratu (Sabda seorang ratu tidak bisa ditarik), yang artinya sekali sesuatu sabda telah dikeluarkan oleh seorang raja mustahil dicabutkembali.
Dari uraian tersebut dapat dibayangkan betapa Sumpah Palapa pasti diterima dengan penuh kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat "tempur" yang tinggi bagi rakyat yang mendengarkan, mengetahui, dan mengerti. Oleh sebab itu penyebar luasan ke seahtero Nusantara tidak sulit diterima, karena sistem komUnikasi yang efektif dilaksanakan dengan tradisi gethok tular (dari mulut ke mulut) yang tentunya diperkuat oleh lembaran tertulis singkat seperti layaknya sebuah piagam.
Dalam Pararaton diceritakan ketika Gajah Mada dihadapan sang ratu dan disaksikan oleh para menteri dan pejabat lainnya mencanangkan sumpahnya sebagai pernyataan puncak tekad pengabdian yang dari seseorang yang menerima wisuda sebagai Patih Amangkubhumi, ternyata ada sejumlah pejabat tinggi yang melecehkan dan menertawakan, seperti yang dilakukan oleh Kembar, Jabung Tarewes, Lembu Peteng, Arya Warak, dan Banyak. Dari sini dapat disimpulkan bahwa sesuatu gagasan sekalipun tinggi mutunya tidak serta merta dengan mulus berhasil disosialisasikan di sekitarnya. Jer basuki mawa beya kata pepatah Jawa, artinya tidak ada kebahagiaan tanpa pengorbanan, dan ini berlaku universal.
Meskipun Pararaton tidak menceritakan pelaksanaan dari Sumpah Palapa namun dari Nagarakertagama dapat diketahui bahwa melalui Sumpah Palapa terbentang luas wilayah negeri Nusantara yang berada di bawah panji-panji Majapahit. Kalau dirumuskan kesibukan-kesibukan tersebut berupa kesibukan politik yang melibatkan kesibukan kalangan elit. Yang jelas karena kesibukan politik, maka banyak kalangan atas termasuk raja-raja sedikit atau bahkan mungkin lupa memelihara pesan budaya berupa kesatuan dan persatuan Nusantara.
Kesatuan dan persatuan Indonesia sebagai alat untuk mengusir penjajah Belanda yang menguasai hampir seluruh Nusantara ternyata ampuh untuk mengembalikan wilayah jajahan Belanda ke tangan rakyat dan bangsa Indonesia. Peristiwa pengusiran penjajah Belanda langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar harus dibaca sebagai realisasi Sumpah Pahpa yang sakti itu.
Sekarang dapat diketahui dengan jelas, bahwa sejarah Indonesia paling tidak sejak zaman Majapahit berisi kisah-kisah tentang bersatu dan pecahnya Nusantara. Apabila kalangan atas hidupnya hanya disibukkan oleh urusan-urusan kekuasaan melulu dapat disimpulkan kesatuan dan persatuan pasti akan melemah. Dengan kata lain kuat dan lemahnya bahkan pekat dan pudarnya persatuan dan kesatuan disebabkan karena tingkah polah golongan elit yang disibukkan dengan urusan-urusan politik yang tidak menentu itu. Segera tergambar bahwa kelemahan dari elit politik pada waktu itu adalah:
a. Cepat terpukau kepada ajaran/ ideologi/ konsep yang datang dari luar, sampai-sampai mampu melepaskan dengan mudahnya ajaran/ ideologi/ konsepnya sendiri (pribumi) yang telah berurat berakar ke dalam lubuk hati rakyat dan bangsa Nusantara. Dengan kata lain ada kebiasaan yang tidak baik di kalangan elit bahwa mereka itu bosanan (cepat bosan) terhadap miliknya sendiri yang indah itu. Dengan kata lain kaum elit sedikit sekali yang setia terhadap ajaran/ ideologi konsepnya sendiri.
b. Terasa tidak ada kebiasaan menerapkan sistem check and balance (kontrol keseimbangan) di antara raja dan kalangan elit di sekitarnya di satu pihak, serta antara kalangan kerajaan dan kalangan rakyat di lain pihak Rakyat nampaknya hanya dianggap sebagai patung-patung yang tidak tahu apa-apa sedangkan kerajaan menganggap dirinya sebagai kalangan yang memiliki kekuasaan tertinggi tanpa kontrol.
Secara umum bangsa Indonesia yang majemuk memiliki misi yang sama, karena bangsa-bangsa Nusantara hidup di atas landasan dasar yang sama yaitu KeTuhanan Yang Maha Esa. Wujudnya mereka hidup menggunakan jalan agama atau jalan kebudayaan, yang bersumber dari nilai-nilai KeTuhanan Yang Maha Esa. Karena Tuhan Yang Maha Esa itu mempunyai sifat hanya satu, yaitu yang baik-baik maka barang siapa memiliki sifat satu, ia didalam dirinya bersemayam sifat KeTuhanan Yang Maha Esa.
B. Penjajahan Barat di Indonesia
Letak wilayah Indonesia yang berada di persimpangan antara benua Asia dan Australia serta kekayaan alam terutama rempah-rempah mengundang bangsa-bangsa Barat (Eropah) untuk datang mengambil dan membawanya ke Eropah sebagai bahan yang di perdagangkan.
Pada mulanya kedatangan bangsa Eropah hanya untuk melakukan perdagangan seperti yang dilakukan perseroan dagang partikelir VOC namun kemudian setelah datangnya bangsa Belanda sedikit demi sedikit daerah-daerah Indonesia di jajah. Dengan adanya usaha untuk menjajah tersebut, bangsa Indonesia berusaha untuk melawan dan mengusirnya. Perlawanan tersebut seperti perang Aceh, Perang Diponogoro, Perang Banten, Perang Banjar, Perang Bali dsb.
Perlawanan tersebut berakhir dengan kekalahan bangsa Indonesia yang disebabkan antara lain:
a. Lemahnya persatuan dan kesatuaan;
b. Perlawanan yang dilakukan bersifat lokal:
c. Persenjataan yang sederhana;
d. Organisasi yang lemah.
Disamping itu kaum penjajah juga mengunakan politik "devide et impera" (politik pecah belah) atau dengan istilah lain politik belah bambu. Meskipun demikian bangsa Indonesia selalu berusaha untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan dengan
melakukan perlawanan.
Dalam sejarah perkembangan berikutnya bangkit dan tumbuh kesadaran kebangsaan, perjuangan yang bersifat nasional yaitu perjuangan yang berlandasan persatuan dan kesatuan bangsa. Kesadaran kebangsaan tersebut ditandai dengan lahirnya "Pergerakan Budi Utomo" Pada tanggal 20 mei 1908. Lahirnya pergerakan ini merupakan tonggak awal sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang bersifat nasional. Karena itu pada tanggal 20 Mei di peringati sebagai hari kebangkitan nasional".
Setelah itu bangkitlah gerakan-gerakan kebangsaan lain di bidang politik, ekonomi, pendidikan, agama, kepemudaan, kewanitaan dan Iain-lain.
Pergerakan-pergerakan tersebut semuanya bertujuan ingin melepaskan bangsa Indonesia dari penjajahan dan mewujudkan Indonesia yang merdeka.
Tekad perjuangan kemerdekaan itu lebih tegas lagi dengan lahirnya "Sumpah Pemuda" pada tanggal 28 Oktober 1928 dengan ikrar "satu nusa, satu bangsa dan menjunjung bahasa persatuaan bahasa Indonesia".
C. Penjajahan Jepang
Terjadinya Perang Dunia II tahun 1942 tentara jepang dengan cepat menduduki dan menguasai negara seperti Filipina, Singapura, Indonesia dan Iain-lain. Kedatangan tentara Jepang disambut dengan gembira oleh bangsa Indonesia dengan harapan agar dapat membantu bangsa Indonesia lepas dari penjajahan. Apa yang diharapkan ternyata tindakan tentara jepang lebih kejam dan sewenang-wenang, sehinga rakyat Indonesia sangat menderita.
Di dalam peperangan, bala tentara Jepang menghadapi sekutu mengalami kekalahan, sehinga pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia membujuk pimpinan-pimpinan bangsa Indonesia untuk bekerja sama dalam rangka menghadapi tentara sekutu dengan dalil/ semboyan "Asia untuk Asia". Kesempatan yang baik itu disambut untuk menggalang persatuan Bangsa, dan menyiapkan rakyat untuk perjuangan.
Para pemimpin bangsa Indonesia saat itu rnendesak Pemerintah Jepang agar segera memerdekakan Indonesia. Sebagai wujud nyata dari Jepang yang menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia maka pada tanggal 29 April 1945 dibentuklah suatu Badan yang di beri nama "DOKURITZU ZYUNBI TYOOSAKAI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan; Kemerdekaan Indonesia) disingkat BPUPKI. Pimpinan keanggotaan Badan ini terdiri dari:
Ketua : Dr.K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
Wakil Ketua I : Ichibangase (dari bangsa Jepang)
Wakil Ketua II : Raden Panji Suroso Anggota-anggotanya berjumlah 60 orang.
Badan ini di lantik/ diresmikan pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa.
a. Masa sidang I, pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni l945.
b. Masa sidang II, pada tanggal 10 juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Tugas BPUPKI adalah menyelidiki dan mempersiapkan hal-hal mengenai kemerdekaan Indonesia dan menyusun pelbagai rencana kerja.
Setelah dilantik dan diresmikannya badan ini telah melakukan dua masa persidangan, yaitu :
Pada salah satu sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 sidang ke-4 telah dibahas tentang dasar-dasar Negara Indonesia Merdeka. Dalam sidang tersebut salah seorang anggota BPUPKI, yaitu Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya yang pada intinya mengusulkan dan menegaskan Dasar Negara Indonesia Merdeka; Ir. Soekarno dalam pidatonya tersebut menegaskan tentang pentingnya "persatuaan" baik pada saat-saat perjuangan mencapai kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan tercapai.
Disamping itu menegaskan pula bahwa "Kemerdekaan" adalah jembatan emas untuk mencapai tujuan bangsa. Selanjutya beliau menyatakan bahwa kita tak perlu menunggu banyaknya orang-orang cerdik dan pandai, kita tidak periu menunggu sampai lengkapnya alat-alat negara. Tetapi Kemerdekaan politik itulah yang harus lebih dahulu kita miliki dan kemudian secara bertahap kita lengkapi dan kita sempurnakan.
Dasar negara yang hendak kita buat harus mencerminkan kepribadian Indonesia dan dapat mempersatukan seluruh bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, aliran, agama dan golongan penduduk.
Dalam pidato Ir. Soekarno tersebut beliau mengemukakan dan mengusulkan lima prinsip (asas) yang baik dijadikan sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka, yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. KeTuhanan
Lima prinsip (asas) yang diajukan tersebut selanjutya diusulkan pula oleh beliau dengan nama "PANCASILA". Nama tersebut beliau berikan atas saran/ petunjuk seorang ahli bahasa Indonesia.
Panca artinya lima, sila artinya dasar/asas, jadi Pancasila artinya "lima dasar/asas". Diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia yang Merdeka.
C.S.T. Kansil mengemukakan bahwa prinsip yang dinamakan Pancasila itu sebenarya telah ada di dalam jiwa dan kalbu rakyat Indonesia berabad-abad lamanya. Ir.Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 hanyalah sebagai perumus dan pengutara atau panggali dimana nilai-nilai Pancasila itu telah berurat berakar di jiwa bangsa Indonesia.
Pancasila yang diusulkan pada tanggal 1 Juni 1945 dan diterima oleh BPUPKI dan pada tanggal tersebut oleh Prof AG. Pringgodigdo dianggap sebagai lahirnya pemakaian istilah Pancasila.
Istilah Pancasila pertama kali dapat kita lihat di dalam buku Sutasoma yang di karang oleh "MPU TANTULAR" pada masa kerajaan Majapahit abad ke 14 M. Dalam buku tersebut istilah pancasila diartikan sebagai perintah kesusilaan yang lima jumlahnya.
1. Larangan melakukan kekerasan;
2. Larangan mencuri;
3. Larangan berjiwa dengki;
4. Larangan berbohong dan
5. Larangan mabuk-mabukan.
Selanjutya istilah "Sila" diartikan sebagai aturan yang ,, melatar belakangi perilaku seseorang atau bangsa, kelakuan/ perbuatan yang menurut abad (sopan santun) ; dasar, adab, akhlak, moral.
Prof, Mr. Muhammad Yamin di depan sidang tahap I, hari pertama, tanggal 29 Mei 1945 BPUPKI telah : mengucapkan pidato. yang berjudul "Asas dan Dasar, Negara Kebangsaan RI", yang isinya antara lain menganjurkan asas dan dasar Negara Kebangsaan RI yang terdiri dari:
1. Peri Kebangsaan;
2. Peri Kemanusiaan;
3. Peri Ke-Tuhanan;
4. Peri Kerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
Menurut Prof. Mr. Muhammad Yamin, sejak abad XIV istilah Pancasila sudah di pakai di Indonesia.
Pancasila mempunyai dua pengertian:
1. Pancasila dengan huruf (i) biasa, artinya "berbatu sendi yang lima:
2. Pancasila dengan huruf (i) yang panjang, bermakna (lima) peraturan tingkah laku yang penting.
Kata "Sila" yang ditambah awalan "ke" dari akhiraan "an" menjadi "kesulitan" mengandung pengertian "tingkah laku yang senonoh" (baik/bagus). Dengan demikian "Pancasila" mengandung makna "lima tingkah laku yang baik/bagus".
Pada sidang hari ketiga tanggal 31 Mei 1945 Prof. Mr, Soepomo dalam pidatonya menyampaikah usul 5 dasar Negara. Lima dasar tersebut adalah:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat.

Teman-teman yang mendukung, yaitu :