Sexy Banget

Selasa, 26 Oktober 2010

Pengaruh Kristen Terhadap Al-Quran

Orientalis yang termasuk pertama kali menunjukkan Al ­Qur'an sangat terpengaruh dengan ajaran-ajaran Kristen, adalah Wright dengan karyanya Early Christianity in Arabia (1855). Teori pengaruh Kristen terhadap Al-Qur'an dikem­bangkan lagi oleh Louis Cheikho (m. 1927) dalam karyanya berjudul AI-Nasraniyyah wa adabuha bayn `Arab al­ Jahiliyyah. Cheikho mengkaji secara mendalam literatur Kristen yang ada di dunia Arab. Ia merujuk kepada karya-karya klasik, yang sangat jarang dijumpai. Tujuannya untuk me­nunjukkan kesusastraan agama Kristen sudah mapan di tanah Arab. Ia mengkaji kata-kata, nama-nama Kristen yang diguna­kan oleh orang-orang Arab yang tersebar di Syam, Iraq, Yaman, Hijaz, Najd. Bagaimanapun, tidak semua nama-nama yang ada di buku tersebut ada juga di dalam Al-Qur'an.Hal yang sama juga dilakukan oleh Julius Wellhausen, yang menulis sebuah buku berjudul Reste arabischen Heidentums (Sisa Paganisme Arab), pertama kali terbit pada tahun 1877.
Friedrich Schwally, berbeda pendapat dengan Noldeke. Ketika merevisi Geschichte des Qorans, Schwally mengungkapkan pengaruh Kristen lebih dominan di dalam Islam dis­banding Yahudi.
Selain itu, Wilhelm Rudolph, seorang pakar Perjanjian Lama dan meraih gelar doktor pada tahun 1920, menulis disertasinya berjudul Die Abhangigkeit des Qorans von Judentum und Christentum (Ketergantungan Al-Qur'an terhadap Yahudi dan Kristen). Disertasi tersebut diterbitkan di Stuttgart pada tahun 1922. Dalam disertasinya, Rudolph me­nyimpulkan bahwa sebenarnya Islam berasal dari Kristen (Islam is actually vom Christentum ausgegangen). Dalam pan­dangan Rudoph, Kristen adalah `buaian Islam' (die Wiege des Islam).
Senada dengan Rudolph, Tor Andrae menulis (Der Ursprung des Lslams und das Christentum (Asal Mula Islam dan Kristen). Tor Andrae berpendapat bahwa ajaran-ajaran AI-Qur'an memiliki contoh-contoh yang jelas dalam Literatur Syiriak (die Predigt des Qorans hat bestimmte Vorbilder in der syirischen Literatur).Andrae menyatakan: "Konsep kenabi­an sebagai sesuatu yang hidup dan aktual, sesuatu yang milik sekarang dan akan datang, sukar, sejauh yang aku lihat, mun­cul di dalam jiwa Muhammad jika ia tidak mengetahui menge­nai nabi-nabi dan kenabian yang telah diajarkan Yahudi dan Gereja-Gereja Kristen di Timur."
Menegaskan pengaruh Kristen terhadap Al-Qur'an, Richard Bell (m. 1953) menulis sebuah buku berjudul The Origin of Islam in its Christian Environment (London: 1926). Di da­lam buku tersebut, Bell berpendapat pengaruh tersebut datang dari tiga pusat: Syiria, Mesopotamia dan Ethiopia. Bell meneliti ilmu pengetahuan Kristen yang berada di Arab Selatan (South Arab) sebelum kedatangan Islam. Menurut Bell, puisi­puisi yang ada sebelum munculnya Islam menyentuh aspek­aspek Kristen seperti gereja, tempat-tempat ibadah, gong dan bel, acara-acara seremonial Kristen dan lainnya. Bell juga berpendapat bahwa kosa kata Aramaik dan Ethiopia yang digunakan oleh orang-orang Kristen, diketahui oleh Muhammad, yang selanjutnya memasukkannya ke dalam AI-Qur'an.
Pada tahun 1927, Alphonse Mingana (m. 1937), seorang pendeta Kristen asal Iraq, menulis sebuah essai yang memuat pengaruh Syiriak kepada Al-Qur'an. Mingana berpendapat ada 100 % pengaruh asing kepada Al-Qur' an. Ethiopia mewa­kili 5 %, lbrani 10 %, bahasa Yunani-Romawi 10 %, Persia 5 % dan Syiriak 70 %. Pengaruh Syiriak kepada A1-Qur'an ada di dalam enam perkara. Pertama, nama-nama diri, seperti Sulayman, Fir`aun, Ishaq, lsma`il, Isra'il, Ya`qub, Nuh, Zaka­riyya dan Maryam. Kedua, istilah-istilah agama seperti Kahin, Masih, Qissis, Din, Safarah, Mithl, Furqan, Taghut, Rabba­niyy, Qurban, Qiyamah, Malakut, Jannah, Malak, Ruh al­Quds, Nafs, Waqqara, Ayah, Allah, Salla, Sama, Khata, Kafara, Zabaha, Tajalla, Sabbaha, Qaddasa, Hub, Tuba dan lainnya. Ketiga, kata-kata umum seperti Qur'an, Husban, Muhaymin, Nun, Tur, Tabara, Shani, Bariyyah, Aqna, Hanan, Abb, Misk, Maqalid, Istabraq dan lain-lain. Keempat, ortografi yang mengkhianati pengaruh Syiriak. Kelima, konstruksi kalimat-kalimat seperti dalam beberapa ayat Al-Qur'an. Keenam, referensi-referensi sejarah yang asing seperti legen­da Alexander yang Agung (Alexander the Great), Majusi, Nasara, Hanif, dan Rum.
 Selain itu, K. Ahren menulis Christlisches im Koran. Eine Nachlese (Kristen di dalam Al-Qur'an: Sebuah Investigasi). Ahren berpendapat bahwa pengaruh Kristen terhadap Muhammad di Mekkah bukan saja begitu mendalam, bahkan argumentasi Muhammad untuk menentang Kristen sebenar­nya berasal dari fraksi-fraksi Kristen.
Teori pengaruh kosa-kata asing kepada Al-Qur'an juga melebar kepada budaya dan agama lain. W. St. Clair-Tisdall, seorang misionaris Inggris untuk Isfahan, berpendapat Islam bukan hanya dipengaruhi oleh Yahudi dan Kristen, tetapi juga oleh unsur-unsur budaya asing. Tisdall menegaskan Islam itu bukan bersumber dari ‘langit', tapi bersumber dari ragam aga­ma dan budaya. Menurut Tisdall, konsep Islam tentang Tuhan, haji, cium hajar aswad, menghormati kabah, semuanya diam­bil dari budaya jahiliyyah. Shaiat 5 waktu dari tradisi Sabian. Kisah Nabi Ibrahim, Sulayman, Ratu Balqis, Harut Marut, Habil Qabil dari Yahudi. Ashabul Kahfi dan Maryam dari Kristen. Tidak ketinggalan dari Hindu dan Zoroaster, yaitu Isra' NIi`raj dan jembatan (sirat) di hari kiamat.
Dengan memanfaatkan semua karya para orientalis sebe­lumnya, Arthur Jeffery menulis The Foreign Vocabulary of the Qur'an (Kosa Kata Asing Al-Qur'an). Jeffery, yang konon menguasai 19 bahasa, berpendapat dengan melacak kata­kata tersebut kembali kepada sumbernya, maka sejauh mana pengaruh yang terjadi kepada Muhammad dalam berbagai periode misinya akan dapat diperkirakan. Selain itu, dengan mengkaji istiiah-istilah agama di dalam literatur asal yang kontemporer dengan Muhammad, maka kadang-kadang apa yang Muhammad sendiri maksudkan dengan menggunakan istilah-istilah tersebut di dalam Al-Qur'an akan dimengerti dengan lebih akurat."(By tracing these words back to their sources we are able to estimate to some extent the influences which were working upon Muhammad at various periods in his Mission, and by studying these religious terms in their na­tive literature contemporary with Muhammad, we can some­times understand more exactly what he himselfmeans by the terms he uses in the Qur'an).
Jeffery ingin menganalisa secara kritis Al-Qur'an, suatu analisa yang belum dilakukan oleh para mufassir Muslim de­ngan memuaskan. Jeffery mengklaim tafsir Al-Qur'an yang diproduksi oleh para mufassir Muslim tidak kritis dan belum memuaskan karena tidak memuat pengaruh bahasa asing. Ia berpendapat Al-Qur'an bukan saja berada di bawah pengaruh miliu Yahudi-Kristen, bahkan juga terpengaruh dengan miliu yang lain. Menurut Jeffery, bahasa Al-Qur'an tidak terlepas dari pengaruh berbagai bahasa seperti Ethiopia, Aramaik, Ibrani, Syriak, Yunani kuno, Persia dap bahasa lainnya. Ini di­sebabkan pada zaman Rasulullah saw, Arab tidaklah terisolasi dari dunia luar. Saat itu, orang Arab sudah berinteraksi dengan budaya lain seperti Persia, Syiria dan Ethiopia. Interaksi tersebut secara alami menghasilkan pertukaran kosa kata.
Menurut Jeffery, mengetahui kosa-kata Al-Qur'an adalah sebuah keharusan untuk memahami Al-Qur'an itu sendiri. Disebabkan kosa-kata Al-Qur'an banyak mengandung kosa-kata asing, maka mengetahui kosa-kata asing tersebut merupakan keharusan bagi yang ingin memahami Al-Qur'an. Jika penga­ruh kosa kata asing di dalam Al-Qur'an bisa dieksplorasi, Jeffery berharap kamus AI-Qur'an yang memuat sumber­sumber filologis, epigrafi, dan analisa teks akan bisa diwujud­kan. Kamus tersebut akan digunakan untuk meneliti secara menyeluruh kosa kata Al-Qur'an. Dalam benak Jeffery, kamus Al-Qur'an tersebut bisa mencontohi kamus (Worterbuch) yang sudah digunakan untuk Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Setelah mengeksplorasi pendapat para orientalis menge­nai wujudnya kosa-kata asing di dalam Al-Qur'an, sangat perlu kiranya dikemukakan pendapat para Ulama mengenai permasalahan ini. Imam al-Shafi`i (m. 204/820), Abu `Ubay­dah (m. 209/825), Ibn Jarir al-Tabari (310/923) dan Ibn Faris (m. 395/1004), menolak wujudnya kosa kata asing di dalam Al-Qur'an karena Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab. Imam Shafi'i menolak bahwa Al-Qur'an bercampur dengan bahasa asing. Abu `Ubaydah mengatakan: "Sesungguhnya Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas. Siapa yang mengklaim bahwa selain bahasa Arab ada di dalamnya, maka ia telah melebih-lebihkan perkataan, dan barang siapa yang mengklaim bahwa (kidzaban) [al-Naba', 28, 35] berasal dari bahasa Nabatean, maka ia telah memperbesarkan per­kataan. (innama unzila AI-Qur'an bilisan 'arabiyy mubln, faman za `ama anna fihi ghayr al-'arabiyyah faqad a 'zama al­ qawl, wa man za 'ama anna (kidzaban) [al-Naba' 28, 35] bi al­ nabatiyyah, faqad akbar al-qawl).
Ibn Faris mengatakan: "Seandainya ada sesuatu selain bahasa Arab di dalamnya, maka seorang yang berilusi akan menduga bahwasanya bahasa Arab memang lemah jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya, karena itu Al-Qur'an datang dengan bahasa-bahasa yang mereka tidak mengetahuinya. (law kana fihi min lughah ghayr al-'arab shai' latawah­ham mutawahhim: anna al-'arab innama `ajuzat `an al-ityan bimithlihi liannahu ata bilughat la ya 'rifunaha).
Dalam pandangan al-Tabari, Ibn 'Abbas dan yang lain, kata-kata di dalam Al-Qur'an tidak ditafsirkan dengan bahasa Persia, Ethiopia, Nabatean dan lain-lain. Bahasa-bahasa tersebut saling berkaitan. Orang-orang Arab, Persia, Ethiopia ber­bicara dengan satu ucapan.
Penolakan Imam al-Shafi`i, Ibn Jarir al-Tabari, Abu `Ubaydah dan Ibn Faris terhadap wujudnya kosa kata asing, karena Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab. Allah berfirman yang artinya: "Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya."Begitu juga dengan firman Allah swt. yang lain yang artinya: "Dan jikalau Kami jadikan Al-Qur'an itu suatu bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya? Apakah (patut Al-Qur'an) dalam bahasa asing sedang (rasul. adalah orang) Arab?Begitu juga dengan ayat lain yang menyebut­kan: "Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: Sesungguhnya AI-Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang Al-Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang."
Berbeda dengan pendapat di atas, pendapat lain menyata­kan kosa kata asing memang terdapat di dalam Al-Qur'an. Sebenarnya, kedua pendapat tersebut adalah benar. Sekalipun asal-muasal kosa kata tersebut adalah asing, namun ketika digunakan di dalam Al-Qur'an maka kosa kata tersebut sudah terarabkan. Abu `Ubayd menyatakan: "Bahwa asal muasal huruf-huruf ini semua sebagaimana para fuqaha sebutkan, namun huruf-huruf tersebut terjadi kepada orang-Arab, maka huruf-huruf tersebut terarabkan dengan bahasa Arab dan ber­ubah dari kata-kata asing ke kata-kata Arab, maka menjadi kosa kata Arab. Selanjutnya Al-Qur'an diturunkan dan huruf­huruf ini bercampur dengan perkataan Arab, barangsiapa yang mengatakan bahwa ia adalah Arab, maka ia benar dan barang siapa yang mengatakan bahwa ia adalah asing, maka ia benar. (anna hadhihi al-ahruf usuluha a jamiyah kama qala al­fuqaha', lakinnaha waqa`at li al-`arab, fa`arrabatha bi alsina­tiha wa tahawalat `an alfaziha, fasarat `arabiyyah, thumma nuzila AI-Qur'an wa qad ikhtalatat hadhihi al-huruf bi kalam al-`arab, faman qala: innaha `arabiyyah fahuwa sadiq, wa man qala: a jamiyyah fasadiq).
Jadi, sekalipun kosa kata Al-Qur'an berasal dari bahasa lain, namun kosa kata tersebut telah terarabkan. Selain itu, makna dari kosa kata yang terarabkan itu tidak serta merta mengharuskan makna dari kosa-kata tersebut harus di kembalikan kepada sumber asal dari bahasa tersebut. Ini disebabkan Islam membawa makna baru. Islam telah meluruskan, mengislamkan ajaran yaag salah dari Jahiliyah, agama Yahudi dan Kristen. Islam telah mengisi dengan makna dan ajaran baru. Oleh sebab itu, bahasa Arab Al-Qur'an adalah bahasa Arab dalam bentuk yang baru. Sekalipun kata-kata yang sama di dalam AI-Qur'an telah digunakan pada zaman sebelum Islam, kata-kata tersebut tidak berarti memiliki peran dan konsep yang sama.
Sebagai contoh, kata Allah sudah ada sebelum Islam datang. Ayahanda Rasulullah saw bernama 'Abdullah. Namun, ketika lslam mengenalkan kata Allah, makna kata tersebut bertentangan dengan makna kata Allah sebelum Islam datang. Jadi, kata Allah telah mengalami perubahan makna yang sangat fundamental. Mengembalikan makna kata Allah kepada zaman sebelum Islam, bisa berarti kemusyrikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Teman-teman yang mendukung, yaitu :