Sexy Banget

Minggu, 19 Desember 2010

Tradisi Masyarakat


Tradisi Budaya Agama Masyarakat
Agama jika lihat dengan sepintas lalu akan biasa-biasa saja. Akan tetapi jika memandangnya dengan apa yang terjadi pada masyarakat akan memiliki kerumitan yang sangat dalam apa yang terjadi di dalam masyarakatnya dan memncoba untuk mengerti masyaraktnya. Apa yang terjadi pada agama ternyata mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakatnya. Agama mencoba masuk kedalam tradisi masyarakat atau sebaliknya, tradisi yang masuk dalam agama.
Agama jika kita lihat sepintas lalu Agama tanpa budaya maka akan hilang, budaya tanpa agama akan hampa.  Tanpaknya tradisi masyarakat yang selama ini berjalan sampai sekarang masih saja sangat kental. Terutama Setelah tokoh-tokoh tertentu yang meninggal, yang mengakibatkan budaya agama ini menjadi-jadi dimasyarakat. Tradisi sendiri merupakan budaya keagamaan yang sering dikaitkan dengan kebiasaan islam tradisional. Upacara ini merupakan ritual yang di anggab memiliki kekhususan untuk memperingati wafatnya seseorang yang  memiliki kelebihan.
Namun dalam kebiasaan masyarakat kita kebiasaan seperti ini merupakan bukan sesuatu yang tabu lagi bagi masyarakatnya. Tapi sesuatu yang sudah lumrah bagi masyarakatnya.
Upacara kemudian yang diekspresikan dalam tradisi kultural, yang dikemas dengan demikian rupa, semenarik mungkin dan seunik mungkin. Sehingga masyarakatnya menjadi lebih tertarik untuk masuk kedalam agama tertentu. Akan tetapi hal itu tidak demikian, kebiasaan masyarakat ini dikemas dengan unsur-unsur agama dan dibalut dengan tradisi sehingga menjadi lebih unik dan menarik.
Bagi masyarakat yang sudah melakukan dan bahkan sering melakukan budaya, ia sendiri didalam dirinya berupa rasa yang kemudian dinamakan dengan emosi keagamaan. Dan hal ini tanpaknya sesuai dengan teori dari Durkheim “agama merupakan sarana untuk memperkuat kesadaran, yang dilakukan dengan upacara-upacara dan ritus-ritusnya”. Dan tampak akan adanya suatu yang dianamakan dengan sikap fanatisme dalam beragama namun  masih belum mengerti dengan yang dinamakan dengan beragama. Sikap fanatisme biasanya mengatas namakan Tuhan, atas perintah dan demi perintah-nya. Akan tetapi hal ini tidak dapat disalahkan karena setiap orang memilki hak  dan kewajibannya masing-masing.
Kita tak perlu mencari salah ataupun benar. Tapi yang perlu kita tekankan adalah bagaimana upacara yang merupakan sebuah ritus dalam masyarakat yang sudah menjadi bagian dari agama, dapat berjalan dengan baik dan tidak mengurangi nilai-nilai dalam agama itu sendiri. Sehingga antara agama dengan ritus atau tradisi tersebut dapat berjalan dengan baik tanpa ada ekspresi keagamaan yang dihilangkan dan kultural yang singkirkan karena keduanya ini tidak ada jarak yang memisahkannya. 
Diantara keduanya membentuk suatu hubungan yang harmonis, dan menjadikannya sulit untuk dapat dipisahkan. Baik itu dari ajaran yang murni dari agama dan dari tradisi masyarakat. Dan bahkan keduanya ini bagian-bagian yang sulit daptt dipisahkan. Bahkan pada tempat-tempat yang ada di Indonesia ritus semacam ini dilaksanakan dengan sangat meriah untuk memperingati tokoh besar yang sangat di hormati.
Dari apa yang ada pada ritual masyarakat terutama buik, hal ini dikarenakan bahwa dengan budaya agama menjadi wacana yang sangat baik untuk dapat memaknai hidup dengan lebih baik lagi, terutama pada kemanusiaan. Dan kemudian dalam kemampuan masyarakat dalam berkomonikasi.

Masyarakat Banjar


Religi merupakan suatu sistem, yang berarti religi itu terdiri dari bagian-bagian yang behubungan satu sama lain, dan masing-masing bagian merupakan satu sistem tersendiri. Apabila kita berbicara tentang sistem kepercayaan, maka yang dimaksud ialah seluruh kepercayaan atau keyakinan yang di anut oleh seseorang atau kesatuan sosial. Kesatuan sosial itu dapat berwujud suatu masyarakat dalam arti luas, tetapi dapat pula berwujud satu kelompok kekerabatan yang relatif kecil, dalam hal ini masyarakat Banjar, atau bahkan keluarga, dan dapat pula berwujud suatu masyarakat daerah lingkungan tertentu. Pengkatagorian atas berbagai macam sistem kepercayaan yang ada dalam masyarakat Banjar sedikit banyak berdasarkan atas kesatuan-kesatuan sosial yang menganutnya. Hal ini terutama yang terjadi di masyarakat banjar pada umumnya.
Bentuk-bentuk kepercayaan dan praktek-praktek keagamaan yang di anut merupakan peninggalan dari tradisi yang ada pada nenek moyang masyarakat banjar sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada pada tradisi yang ada di Kalimantan dan mungkin hal ini telah menyeluruh pada daerah-daerah Indonesia. Jika kita memandang kearah masyakat yang memilik tradisi yang sangat mejemuk, tentunya sulit untuk mengatakan hal itu sebagai dari tradisi yang ada masyarakat Banjar. Seperti yang terjadi di dareah Banjarmasin, yang masyarakatnya mengenal tentang haulan dan perubahannya yang terjadi pada mayarakat itu sendiri.
Tradisi haulan pada masyarakat jauh sebelumnya masih banyak yang belum mengenal dan bahkan dapat dikatakan hanya sebagian dari segelintir masyarakat yang melakukan tradisi haulan itu. Haulan ini pada daerah Banjarmasin atau yang ada di kalimantan pada mulanya di bawa oleh seorang guru yang bernama Kyai Haji Muhammad zaini bin Abdul Ghani yang sering di sapa masyakatnya dengan sebutan Guru Sekumpul. Setelah sepeninggal beliau acara bahaul ini mulai semarak dilakuan oleh masyarakatnya. Upacara bahaul ini menurut kepercayaanmasyarakanya memilki kekhususan tertentu karena merupakan suatu kebiasaaan yang ada masayarat. Paa mulanya kebiasaaan ini tidak banyak yang mengenalnya dan hanya sebagian yang melakukannya. Namun karena banyak dari kalangan masyarakat yang membutuhkan sesuatu yang dinamakan dengan “kerinduan seorang tokoh yang sangat dia puja dan puji”. Dan tampaknya haulan untuk masyarakat Banjar ini mulai memahami bahwa apa yang mereka pahami dan yakini bahwa acara bahaul memruapkan tradisi dari agama islam. dan kemudian pada upacara bahaul mereka ekspresikan sebagai suatu bentuk yang menghubungkan mereka gengan yang Maha pencipta, dan selain itu juga dari tradisi haul merupakan suatu bentuk hubungan yang harmonis diantara masyarakatnya selain dari untuk dapat selalu dekat dengan Yang Maha Pencipta. Dan selain iu juga ia juga menambahkan bahwa ekspresi keagamaan dengan kultural sangat sulit untuk dapat dipisahkan antara ajaran yang murni dari agama dan dari tradisi lokal. Karena pada keduanya ini memiliki peranannya masing-masing.
Bagi sebagia orang yang pernah mengikuti kegiatan tersebut maka tidaklah mungkin untuk meningalkan u hal-hal tertentu yang menyebabkan orang tersebut melakukan hal-hal tersebut dikarenakan : C.Y.Glock dan R.Stark dalam bukunya American Piety menyebutkan 5 dimensi beragama  :
1. Dimensi keyakinan.
2. Dimensi praktik agama.
3. Dimensi pengalaman keagamaan.
4. Dimensi pengetahuan agama.
5. Dimensi konsekuensi.
 
Sebenarnya yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana memberikan pemahaman terhadap masyarakatnya untuk dapat mengerti bagaimana untuk mengetahuai bahwa yang sebernarnnya telah terjadi sekarang ini.

Teman-teman yang mendukung, yaitu :