Sexy Banget

Kamis, 02 Desember 2010

Sekilas Info K. A.Steenbrink

Temuan-temuan tentang Islam, memang telah memberikan gambaran tersendiri, baik terhadap umat Islam maupun dalam (keilmuan) barat. Kajian orientalisme ternyata memiliki akar tradisi yang cukup panjang di dunia akdemik barat. Orientalisme tumbuh dan berkembang, seiring dengan berbagai kepentingan yang mengitarinya sejak berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun yang lalu. Sebagai sebuah keilmuan, orientalisme sulit untuk bisa terbebas dari unsure-unsur kepentingan di luar keilmuan dalam melihat dunia Timur dan dunia Islam. Hal ini telah menimbulkan stigma di kalangan umat Islam bahwa apapun yang dikatakan sarjana Barat tentang islam akan selalu di curigai.
Dari aspek inilah penulis mencoba untuk mengkaji salah satu dari orientalisn yakni Karel A.Steenbrink, sebagai seorang yang lahir dari tradisi dan lingkungan yang menghargai pluralitas dan karenanya memiliki concern terhadap dialog dan kerjasama antar tradisi keagamaan, Karel A.Steenbrink tidak menyangkal bahwa hubungan Islam dan Barat memiliki pengaruh terhadap kajian orientalisme atau sebaliknya kajian orientalisme juga telah membawa akses terjadinya ketegangan kedua tradisi itu.
Makalah ini mencoba mengkaji pemikiran Karel A. Steenbrink di seputar di kursus orientalisme dalam konteks hubungan Barat dengan Islam. Alasan dipilihnya pemikiran Karel A.Steenbrink subjek kajian, tidak saja karena pemikiran itu di lahirkan dari pemahamannya tentang tradisi orientalisme, dimana ia menjadi besar, tetapi juga tentang Islam dan study Islam (termasuk di Indonesia), dimana ia sendiri melihat dan membuktikannya. Dengan demikian, di harapkan mendapatkan informasi yang lebih terjamin keobjektifannya.

Akar Pemikiran Steenbrink

1. Tradisi Katolik
Steenbrink lahir dalam lingkungan keluarga Katolik, yang kemudian Steenbrink membandingkannya dengan tradisi seperti Nahdlatul Ulama’ di Indonesia, dalam arti sama-sama lebih toleran terhadap ajaran dan khususnya terhadap praktek yang belum sempurna, seperti ziarah kubur makan dan tempat-tempat ziarah yang khusus. Dalam ibadah, Katolik juga lebih mementingkan aspek lahiriyah dan (Ali Farhan) badaniyah. Hadiah bunga dan membakar kemenyan juga terdapat di sana. Dalam bidang pemikiran keagamaan, dalam tradisi Katolik jarang di temui pemikir uang berubah pemikirannya begitu drastis dan radikal, seperti ditemukan dalam tradisi Protestan. Kebanyakan tradisi Katolik bersifat moderat, kurang keras, sehingga ada yang menuduhnya bersifat kompromistis. Nampaknya tradisi ini juga melekat pada diri Steenbrink.
Dalam gereja Katolik wibawa Sri-Paus memperoleh kedudukan yang sangat kuat. Hal ini berbeda dengan gereja protestan, dimana prioritas di berikan kepada hati nurani masing-masing anggota jemaat. Karena memang aliran ini muncul justru karena protes terhadap kuasa sentral yang terlalu kuat. Pada tahun 1870 kuasa yang sentralistik ini mencapai puncaknya di dalam gereja katolik lewat konsil Vatikan I, yang menetapkan bahwa Sri-Paus, didalam persoalan aqidah dan etika, tidak bisa keliru kalau dia mengucapkan sebuah keputusan (fatwa) secara formal. Namun, meski rumusan ajaran ini di terima secara resmi oleh para uskup yang hadir pada konsil itu, tidak berarti bahwa ahli teologi Katolik seluruhnya menyetujui. Inilah ciri khas yang lain tradsi Katolik, dimana secara praktis tradisi ini memuat banyak variasi di dalamnya.
Tentang kehidupan dalam gereja Katolik Steenbrink memberikan ilustrasi:”Dalam Katolik, gereja dianggap sebagai ibu. Kiasan ni kerap kali di pakai sejak abad-abad pertama, sehingga timbul pepatah;”tidak bisa memiliki Allah sebagai Bapa, kalau tidak mendapatkan hereja sebagai ibu (Cyprianus, lk 200-250). Tetapi dianggap bisa juga, kalau ibu mendapatkan anak-anak yang nakal. Anak-anak nakal ini memang akan di tegur oleh ibunya, tetapi juga tetap akan diakui sebagai anaknya.

2. Pengaruh Tokoh “Konversi Agama”
Konversi Agama adalah “suatu sikap yang hendak menggunakan agama justru untuk menyatukan umat mnanusia”. Istilah Konversi Agama merupakan istilah yang di temukan dalam beberapa karya Steenbrink sendiri. Meski tidak menutup kemungkinan bahwa banyak tokoh telah tertarik (dalam arti memilih jalan hidup) dengan sikap ini, namun yang tampak memiliki arti tersendiri pada diri Steenbrink adalah Louis Messignon, W. Montgomery Watt, dan Wilfred Cantwell Smith. Sebagai bukti, bisa dilihat, bahwa ketiga tokoh ini sering di jadikan rujukan Steenbrink dalam beberapa karyannya, terutama dalam meyakinkan perlunya dialog antar agama. Tidak hanya itu, ketiganya Steenbrink juga mewarisi pengalaman yang kurang lebih sama dengnan apa yang pernah dialami oleh ketiga tokoh konvergensi agama itu, bahkan ia sering melakukan kegiatan — yang dianggap pemeluk agama lain dengan ritual, diluar tradisi agamanya. Maka tidak mengherankan jika dalam rangka melakukan penelitiannya tentang pesantren, ia di terima sebagai santri di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Dalam arti sama seperti santri yang lain, di beri pelayanan pengajaran, tempat tinggal, malah juga di perbolehkan mengikuti sholat dalam masjid. Meski ia mengaku sebagai orang Katolik kepada Kiai Imam Zarkashi (alm)
Pilihan sikap hidup ini di gambarkan Steenbrink: “…tidak jarang tokoh seperti ini berada dalam situasi kepribadian yang agak sulit: oleh ummatnya sendiri, ia sering dianggap sebagai orng yang hampir keluar dari agamnya, sedangkan oleh umat lain sering juga belum bisa diterima. Denngn demikian, tokoh konvergensi ini sering merupakan tokoh yang kedudukannya terisolir.”
Pernyataan Steenbrink ini, meski ditujukan kepada tiga tokoh konvergensi agama tersebut, namun kesannya merupakan refleksi terhadap apa yang sebenarnya juga terjadi dalam diri Steenbrink sendiri.

Teman-teman yang mendukung, yaitu :