Sebagaimana sering dikemukakan bahwa “Kalimatun Sawa” adalah menjadi landasan yang fundamental dalam menghadapi fenomena kemajemukan agama, suatu ajakan untuk melihat dan memikirkan kembali inti dari semua ajaran agama yang memiliki dasar-dasar yang sama dan meninggalkan sikap superioritas dan etnosentris golongan dan bangsa.
Dalam Islam setidaknya terdapat dua sumber yang dijadikan referensi dalam menghadapi segala persoalan kehidupan termasuk persoaloan dalam hal berhubungan dengan agama lain. Dengan pemahaman kandungan Al-Qur’an dan As-Sunnah secara benar akan diperoleh suatu pemahaman yang komprehensif terhadap realita pluralitas keberagamaan.
1.Pluralitas Keberagamaan
Sikap pluralistik merupakan suatu sikap yang dituntut oleh Islam. Secara historis, sikap ini telah diimplementasikan sejak masa Nabi Saw. Hal ini adalah logis karena secara kronologis kedatangan Islam telah didahului oleh berkembangnya agama Yahudi, Kristen, Majusi, serta agama-agama yang lain.
Sikap pluralistik ini bukanlah sikap ‘bermuka dua” atau double standard, dalam pengakuan terhadap kebenaran agama-agama (truth claim). Sikap klaim kebenaran adalah sikap yang harus dimiliki oleh setiap pemeluk agama, karena agama merupakan pedoman hidup yang ultimate. Tetapi perlu digarisbawahi, bahwa dengan klaim kebenaran bukan berarti harus memusuhi pemeluk agama yang berbeda. Al-Qur’an secara tegas melarang sikap berlebih-lebihan dalam beragama sebagaimana ayat berikut :
“ Katakanlah : “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia) dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. ( QS Al Maidah ayat : 77 )[1]
Sikap pluralistik dalam Al-Qur’an dinyatakan secara jelas : tak ada paksaan dalam agama, larangan mencerca berhala-berhala yang menjadi Tuhan mereka – disamping menentang segala bentuk kemusyrikan dalam Islam – untuk menjaga perasaan orang-orang musyrik. Sebagaimana dikemukakan pada ayat-ayat berikut :
“Tidak ada paksaaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha mengetahui”.( QS Al-Baqarah : 256 )[2]
“ Dan janganlah kamu mem memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti kan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikian, Kami jadikan setiap ummat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan”. ( QS Al-An’am : 108 )[3]
Lebih dari itu Allah SWt mempersilahkan setiap orang untuk memilih apakah beriman atau kafir, karena semua akan mendapatkan balasannya,
“Dan katakanlah (Muhammad) Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa yang menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa yang menghendaki (kafir) biarlah ia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahan yang jelek”. ( QS Al-Kahfi : 29 )[4]
Islamisasi adalah misi yang dibawa oleh Rasulullah Saw, tetapi dalam realisasinya tidaklah dengan pemaksaan. Sebab Allah SWT sendiri tidaklah memaksakan itu. Dan keberadaan agama-agama lain selain Islam sama sekali tidak dinafikan, secara eksplisit hal itu terkandung dalam Al-Qur’an :
“Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati”.( QS Al-Baqarah ayat 62 )[5]
Sikap pluralistik, kebebasan beragama dan adanya sikap respek terhadap ajaran agama lain dalam suatu masyarakat yang plural, bukan hanya penting, tetapi merupakan tuntunan dan tuntutan dalam Al-Qur’an.
[1]Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta : PT Syaamil Media, 2005, hlm. 121
[2]Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta : PT Syaamil Media, 2005, hlm. 42
[3]Ibid, hlm. 141
[4]Ibid, hlm. 297
title="Add to TheFreeDictionary.com">
Free Online Dictionary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar